Chapter 10

3.3K 343 8
                                    

"Kau sudah berapa lama bekerja dengan Kevin?" tanyaku penasaran kepada Siska.

"Dua ratus lima puluh tahun saya telah bekerja kepada Tuan Kevin."

Aku menganggukkan kepalaku. Lama juga dia bekerja dengan Kevin. Walaupun begitu, ada hal lain yang lebih membuatku penasaran tentang Siska.

"Bagaimana caramu bertahan menghadapi Kevin? Bukankah dia seorang pria yang sangat menyebalkan?" tanyaku ingin tahu. "Dan apakah kau sudah memiliki kekasih?"

Siska tersenyum lembut kepadaku—yang membuatku seketika merindukan Mom. "Tuan Kevin adalah pria yang sangat baik. Dia sangat bertanggung jawab dan peduli terhadap kami semua—para pekerjanya. Dan saya tidak memiliki kekasih. Cukup dengan melayani segala kebutuhan Tuan Kevin saja, saya sudah sangat bahagia."

Aku mengerutkan kening. Merasa tidak setuju dengan apa yang Siska ucapkan.

"Oke, jika kau merasa bahagia, aku tidak akan mempertanyakan pekerjaanmu lebih jauh lagi." Kataku. "Oh ya, berapa umurmu, Siska? Apakah kau juga seorang Iblis seperti Kevin?"

"Saya berumur tiga ratus tahun." Jawabnya. "Saya adalah seorang Vampir dari kasta terendah. Nona Cindy yang membawa saya kemari."

Cindy?

"Seorang tamu Tuan Kevin yang saat ini berada di ruang tengah." Jelasnya ketika dia melihat raut bingungku.

Ah, I see...

"Kau tadi bilang kalau Cindy adalah seorang penggemar fanatik Kevin, ya?" sebuah pertanyaan ingin tahu tiba-tiba muncul di kepalaku. "Apa kau tahu hubungan mereka yang sebenernya? Maksudku, apakah mereka seorang pasangan kekasih sebelumnya? Apakah mereka masih saling berhubungan? Apa kau tahu?"

Sekali lagi, Siska memberikanku sebuah senyuman lembut kepadaku. Dia benar-benar sabar menghadapiku... membuatku terharu dibuatnya.

"Yang saya tahu, Tuan Kevin dan Nona Cindy berteman cukup lama. Saya kurang tahu jika mereka memiliki sebuah hubungan diluar pertemanan itu, Non—Sara."

Aku mengangguk puas ketika akhirnya Siska menyebut namaku langsung tanpa menggunakan Nona. Panggilan itu membuatku geli.

"Apa kau percaya dengan sebuah pertemanan antara seorang pria dan wanita, Siska?"

"Tentu saja."

Aku menganggukkan kepalaku. Tidak ingin membahas percakapan kami lebih jauh karena sepertinya tidak akan ada gunanya. Lebih baik aku menggunakan waktuku untuk mengintip seperti apa raut seorang Cindy.

"Bisa kau bawa aku ke ruang tengah?" pintaku. "Aku masih baru di sini dan tidak familiar dengan rumah Kevin."

Kedua mata Siska seketika membesar mendengar permintaanku. Detik berikutnya, dia menggeleng panik dan berkata, "Tidak bisa! Tuan Kevin sudah berkata kalau kau tidak boleh keluar dan bertemu dengan Nona Cindy, Sara."

"Tapi aku penasaran!" cebikku. "Aku ingin tahu seperti apa seorang Cindy dan seperti apa hubungan mereka."

"Mereka hanya seorang teman lama—"

"—Tapi kau kan tidak tahu bagaimana mereka bersikap sebagai teman!" potongku. Konyol sekali, aku terlihat seperti seorang remaja yang tengah cemburu terhadap kekasihnya saat ini. Tapi aku bersumpah kalau aku sama sekali tidak cemburu. Aku hanya ingin tahu raut wajah seorang Cindy!

Tapi jika bersikap seperti seorang kekasih yang cemburu dapat meluluhkan hati Siska, maka akan aku lakukan.

"Aku tidak tahu bagaimana raut wajahnya, Siska. Apakah dia lebih cantik dariku? Apakah dia lebih baik dariku? Apakah dia lebih pintar dariku?" Ujarku pelan. "Terlebih Cindy adalah seorang Vampir. Dan aku hanya seorang manusia lemah jika dibandingkan dia? Aku tahu mereka telah berteman lama, tapi apa kau percaya jika ada sebuah pertemanan antara seorang pria dan wanita? Karena yang aku tahu, tidak ada pertemanan antara seorang pria dan wanita. Karena pada akhirnya, entah siapa yang jatuh hati terlebih dahulu—atau bisa jadi mereka saling memiliki perasaan satu sama lain."

Aku menatap Siska dengan raut sendu dan menambahkan, "Kau sendiri bahkan yang memberitahuku jika Cindy adalah seorang penggemar fanatik Kevin."

***

Setelah Siska memberikanku sebuah pil yang aku tidak tahu itu apa, kami pun berjalan ke arah ruang tengah—dimana kini Kevin tengah memunggungiku dan wanita yang menghadap ke arah Kevin—yang kuyakini sebagai Cindy.

Seperti kebanyakan Vampir yang aku baca di buku, ataupun film yang aku tonton, Cindy memiliki kulit yang pucat—sangat pucat—namun tetap terlihat cantik dan menawan. Bibirnya yang tipis dan berwarna merah alami, alisnya yang tebal dan kedua tulang pipinya yang menonjol—membuatnya terlihat begitu sempurna.

Aku kira, sosok Vampir menawan seperti itu hanya ada di sebuah buku atau film. Aku tidak menyangka jika aku bisa melihat betapa menawannya bangsa Vampir dengan kedua mataku sendiri.

Tidak heran hampir disemua buku atau film yang kuketahui, manusia selalu tergoda oleh mereka.

"Kenapa kau membiarkan Marco mati di tangan serigala itu?" wow, aku tidak menyangka jika suara Cindy yang tidak berteriak terdengar sangat indah di telingaku. "Apakah ini caramu untuk membuatku kembali ke dalam pelukanmu? Kau masih menginginkanku?"

Entah mengapa, aku bisa menebak jika Kevin sedang memutar kedua bola matanya mendengar pernyataan wanita tersebut.

"Apa kau pikir aku seorang pengangguran?" ujar Kevin dengan malas. "Lagipula apa untungnya untukku menyelamatkan kekasihmu itu."

Cindy mengedikkan bahunya tak acuh. "Mungkin untuk membuatku kembali padamu."

Kevin mendengus sebagai jawaban.

Belum sempat aku mendengar ucapan Kevin, aku merasakan sebuah tepukan halus di pundakku dan mendapati Siska sedang menatapku dengan raut cemas. Membuatku menatapnya dengan kedua alis terangkat.

"Kau sudah melihat Nona Cindy, bukan?" bisiknya. "Ayo kita kembali."

"Tunggu sebentar." Balasku berbisik. "Aku penasaran dengan apa yang sedang mereka bicarakan."

Siska menggelengkan kepalanya. Raut cemas masih terlihat jelas di wajahnya.

"Kita harus segera kembali, Sara. Pil yang kau minum itu hanya bertahan selama tiga puluh menit." Pil?

Seolah Siska dapat membaca kebingunganku, dia pun kembali menambahkan. "Pil yang aku berikan padamu adalah obat untuk menutupi aroma tubuh manusiamu. Jika kau tidak meminum pil itu, Nona Cindy pasti akan segera tahu keberadaanmu ketika dia menginjakkan kakinya ke dalam rumah ini."

Aku menganggukkan kepalaku mengerti.

"Baiklah." Putusku pada akhirnya. "Ayo kita kembali ke dalam kamar."

Siska sudah berbaik hati menuruti keinginanku dengan melanggar perintah Kevin. Dan aku pun sudah melihat Cindy. Kupikir itu sudah cukup—untuk saat ini.

"Ew! Bau apa ini!"

Mendengar suara Cindy yang tiba-tiba terdengar membuat langkah kami berhenti seketika. Tanpa bisa dikontrol pun, detak jantungku sudah berdetak dengan sangat cepat.

"Kevin, kau tidak sedang memelihara manusia, kan?" pertanyaan Cindy jelas menghantamku secara telak.

"Tidak—"

"—Kau jangan mencoba untuk membodohiku." Potongnya dengan cepat. "Umurku belum setua itu, tahu?"

Dengan jantung berdegup kencang, aku memberanikan diri untuk menoleh ke belakang.

Cindy terlihat menyeringai dengan begitu menyeramkan dan berdiri dengan anggun dari tempatnya.

"Mari kita lihat, manusia seperti apa yang kau bawa pulang ke rumah, Sayang."

Marked ✔Where stories live. Discover now