Chapter 11

3K 332 3
                                    

Tanpa bisa kucegah, jantungku berdetak begitu cepat saat ini. Seketika aku merasa bersalah dan menyesal karena memaksa Siska untuk membawa dan menemaniku mengintip tamu Kevin.

Apa yang harus kulakukan?

Siska menatapku dengan panik. Tanpa berpikir panjang, aku segera meraih tangan Siska dan menariknya untuk berlari kembali ke kamarku.

Samar-samar aku mendengar suara siulan dari Cindy, seolah-olah dia menikmati rasa takut dan panik yang kurasakan saat ini. Sialan.

Aku menutup pintu kamar dengan napas terengah. Melepaskan tangan Siska dan berjalan menuju tempat tidur untuk merebahkan diri. Adrenalin ini membuatku lelah.

"Bagaimana ini Sara?" Siska terdengar panik. Well, aku tidak menyalahkannya. Karena jujur, akupun cukup panik saat ini.

"Apakah Nona Cindy akan menemukan kita di sini?" kali ini Siska berjalan mondar-mandir. "Jika Nona Cindy menemukanmu..." dia menatapku dengan raut takut yang sangat kentara di wajahnya. "Tidak." Dia menggelengkan kepalanya. "Kita harus berpikir positif. Semoga saja Nona Cindy tidak dapat menemukan—"

Ucapan Siska seketika terputus dan pintu kamarku pun terbuka. Menampakkan sosok wanita cantik yang aku lihat di ruang tengah.

"Hai!" sapanya dengan riang. "Siska, kenapa kau tidak memberitahuku kalau Kevin punya mainan baru di rumahnya!"

Sebelum Cindy melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamarku, Kevin segera menghalanginya. Membuat wanita cantik itu menaikkan kedua matanya.

"Kau harus pergi."

"Kenapa?" tanya Cindy seraya menelengkan kepalanya ke kiri. "Aku kan ingin berkenalan dan ikut bermain dengan mainan barumu, Kevin."

"Kau pulang sekarang, aku akan mengirimkan mainan baru untukmu nanti."

"Kenapa kita tidak bermain bersama saja di sini?" tanyanya dengan merajuk. "Kenapa kau ingin sekali aku pulang? Kenapa aku tidak boleh bermain dengan mainan barumu yang itu?"

Semakin lama aku mendengar pembicaraan mereka, semakin ingin meledak rasanya. Rasa takutku pun tergantikan dengan perasaan kesal dengan pembicaraan mereka berdua.

Maksudku, bagaimana bisa mereka menganggap manusia sepertiku, sebagai mainan mereka?

"Dia spesial." Jawab Kevin dengan singkat.

"Karena?"

Kevin hanya menatap Cindy dalam diam. Membuat wajah Cindy yg bertanya-tanya berubah menjadi kesal.

"Kau tahu, kau sangat menyebalkan." Geram Cindy.

Dan di detik selanjutnya, lima jari lentik dengan kuku berwarna merah berada di leherku. Menekan leherku dengan cukup kencang. Membuatku sedikit kesulitan untuk bernapas dengan nyaman.

"Apa yang kau lakukan?!" bentak Kevin.

Tanpa menoleh ke arah Kevin, Cindy hanya menatapku dan menjawab, "Karena kau terlihat sangat peduli dengan mainanmu, Sayang. Dan itu membuatku kesal."

"Lepaskan dia!"

Mengabaikan Kevin, raut wajah Cindy berubah terlihat bingung. Kerut tipis mulai muncul di dahinya, sebelum dia melepaskanku dengan kasar. Membuatku terjatuh ke lantai.

Cindy menatapku dengan horor sebelum menatap Kevin dengan ragu. Kevin hanya mengedikkan bahunya, seperti dia memahami ucapan dalam diam yang dilontarkan oleh Cindy.

Ada apa ini? Mengapa mereka terlihat begitu intens menatap satu sama lain? Apa si Kevin sialan itu tidak merasa kasihan setelah melihatku dicekik oleh fans fanatiknya?

Marked ✔Where stories live. Discover now