Cellin menutup rapat mulutnya yang sempat terbuka setengah. Lalu Ia menggangguk. "Iya,"

"Pulang nanti tungguin gue." Pintah Elang, yang dijawab anggukan dari Cellin.

"Udah mau bel, abisin jus nya."

Lagi-lagi Cellin menggangguk dan terdiam hingga suara bel sekolah memecahkan keheningan antar keduanya. ***

Acha berjalan santai sembari menendang pelan kerikil-kerikil kecil yang ada didepan nya. Tali tas sekolah nya digenggam erat.

Acha bosan menunggu disekolah. Jadi, Ia memutuskan untuk berjalan santai sampai bertemu dengan Dimas ditengah jalan.

Sekolah nya juga sudah mulai sepi. Banyak yang sudah memulangkan diri kerumah masing-masing.

"Acha! Dahhh, gue duluan ya!" Seru Fani salah satu teman sekelas Acha dari kendaraan ojek yang Ia tumpangi.

Acha membalas tersenyum dan melambaikan tangan nya pada Fani, yang mulai menjauh.

Beberapa kali teman yang searah dengannya mengucapkan duluan dan ada juga yang menawarkan tumpangan.

Acha kembali menyusuri jalannya, sekolah Acha berada di dalam kawasan yang tidak langsung berhadapan dengan jalan raya.

"Cha?"

Acha menghentikan langkahnya, ketika kendaraan roda dua berhenti tepat disamping nya.

Perempuan itu menoleh kesamping, mendapati Cellin bersama Elang.

Dalam sedetik Acha dapat menetralisir rasa kaget nya menjadi baik-baik saja. "Hai!" Sapanya pada Cellin.

"Lo gak dijemput?" Tanya Cellin.

"Dijemput kok, ini gue lagi pengen jalan aja sambil nunggu." Jelasnya.

Cellin menggangguk sedangkan Elang terlihat tidak peduli, dengan sikapnya yang menatap fokus ke depan.

"Gue temenin ya?" Tawar Cellin yang langsung ditolak oleh Acha.

"Gak usah! Bentar lagi Dimas juga nyampe, kok. Lo duluan aja."

"Oooo, ya udah gue duluan ya, Cha?"

"Iya sana, hati-hati." Jawab Acha, lalu perlahan motor Elang melaju.

Elang menatap singkat perempuan itu dari kaca spion nya sebelum kendaraannya mulai menjauh. ***

Acha memilih tempat duduk yang berada dekat dengan pintu masuk. Ia mengeluarkan ponsel dari saku bajunya dan mengetikkan beberapa pesan pada Anisa. Sembari menunggu Dimas memesan Mie ayam untuk mereka berdua.

"Cha,"

Acha mendonggakkan kepalanya, mendapatkan Dimas yang sudah duduk didepan nya. "Iya?"Jawab Acha.

"Aku... mau pindah, Cha." Ujar Dimas ragu menatap lekat pada Acha.

"Oh ya? Kemana? Kasih tau aja aku alamatnya!" Seru Acha tampak antusias dengan pembicaraan ini.

Dimas memejamkan matanya, jelas sekali terlihat raut penyesalan diwajahnya. Sedangkan Acha masih menatap Dimas, menunggu cowok itu memberitahunya tempat dimana cowok itu pindah.

"Dim, kenapa sih? Mau pindah kemana?" Tanya Acha tak sabar.

"Aku ikut mama ke Jerman." Hanya dengan satu helaan nafas Dimas berhasil mengatakan nya. Memberitahu Acha adalah hal tersulit baginya, ya, walaupun Ia sudah tidak memiliki hubungan apapun, namun Dimas sangat tidak ingin meninggalkan perempuan itu ber--ribu kilometer jauhnya.

Mendengar kata terakhir keluar dari mulut Dimas, membuat bibir yang sebelum nya terangkat menjadi tertutup rapat.

"Jerman? You're kidding." Ucap Acha tak percaya.

"Aku serius, Cha."

"Tapi kenapa harus ke Jerman?!" Seru Acha dengan nada pelan, agar tidak menarik perhatian orang sekitar.

Dimas mengusap wajahnya kasar. Banyak yang belum Ia ceritakan pada Acha. "Mama sakit, Cha."

Acha terkejut mendengarnya, namun Ia tetap diam, menunggu Dimas menyelesaikan ceritanya.

"Mama terkena kanker rahim stadium 3, di Jerman mama mau melakukan pengobatan. Dan aku harus ikut, Cha. Aku gak bisa biarin mama berjuang sendiri disana." Dimas menarik tangan Acha ke genggaman nya, menatap perempuan itu lekat.

Acha sangat menyesal mendengarnya, "Kenapa gak pernah cerita sama aku?!" Omel Acha.

"Maaf,"

"Kapan?"

"Tiga hari lagi, kok." Jawab Dimas, merasa lega Ia masih mempunyai waktu tiga hari untuk bisa bersama Acha. Begitu juga dengan Acha.

Perempuan itu menggangguk. Bagaimana pun Ia harus membiarkan Dimas pergi.

"Permisi, mie ayam nya dua, es teh manis nya dua, ya. Silakan." Ibu penjual Mie ayam memberikan pesanan mereka.

Dimas melepas genggaman nya, "Ya, makasih bu." Ucapnya sopan.

Setelah Ibu itu pergi. Acha kembali membuka suara. "Abis ini ajak aku ke rumah kamu, ya? Aku kangen tante Dira." Ujar Acha.

"Iya, Mama juga kangen kamu. Dia nanyain kamu terus dari kemaren." Cerita Dimas.

Acha menggangguk senang akan bertemu dengan Tante Dira. Setelah itu tak ada yang kembali membuka suara. Hanya suara beberapa orang disekitar saja mengisi keheningan yang terjadi diantara Dimas dan Acha. ****

Tbc.

STAYEDWhere stories live. Discover now