14. Pertanda Badai

5.4K 431 72
                                    

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata


Kelopak kecokelatan itu mengerjap. Dan tak butuh lama untuk safir biru itu menunjukkan kilauan cahayanya.

Pemandangan yang sangat mengagumkan menyambut safir birunya yang baru menampakkan wujud. Sesosok gadis, ah tidak dia sudah menjadi wanita sekarang. Ya, wanita cantik yang terbaring manja di dalam dekapannya dan berbantalkan lengan kekarnya.

Tubuh polos mereka hanya sebagian tertutupi oleh selimut tebal. Naruto tersenyum kecut melihat Hinata yang menggeliat dalam pelukannya. Rasa sesal semakin jadi menyusup kedalam lubuk hatinya.

Ia sudah merenggut mahkota milik Hinata. Walau wanita itu dengan senang hati menyerahkannya, hati kecilnya tetap saja menyesal. Ia sudah pernah berencana menghabisi nyawa Hinata. Kini dia bahkan sudah mengambil harta berharga wanita buta itu.

Mengapa Hinata terlalu baik padanya? Mengapa Hinata begitu percaya padanya? Mengapa Hinata begitu mencintainya dan mengapa ia harus jatuh cinta pada Hinata?

Ia menoleh memandang penuh sayang pada wajah sendu yang terlelap dengan nyenyak. Tangannya mencoba terulur untuk membelai kepala indigo kekasihnya itu.

Tapi getaran ponsel selular miliknya mengurungkan rencananya. Naruto perlahan bangkit dengan gerakan yang sangat hati-hati agar tuan putri tercintanya itu tak terganggu.

Keluar dari gumpalan yang menghangatkan tubuh polosnya Naruto segera mengenakan boxer Hitamnya. Dan meraih ponsel pintar di nakas.

Ia tersenyum kecut saat membaca layar ponselnya. Seseorang yang telah menyewa jasanyalah yang sekarang meneleponnya saat dini hari.

Hyuuga Neji.

"Ada apa?" Tanpa basa-basi Naruto langsung menjawab ketus panggilan dari Neji. Ia sengaja berdiri di sudut kamar yang jaraknya jauh dari tempat tidur.

"Aku melacak GPS ponsel mu, kau berada di Enoshima bersama si buta itukan? Di Tokyo sedang terjadi badai salju. Aku yakin kau sudah menikmati tubuh si buta itu, di tengah dinginnya hujan salju." Selidik Neji.

"Bukan urusanmu." Jawab Naruto singkat. Sesekali ekor matanya melirik ke arah wanita cantik yang terbaring di atas ranjang. Jujur Naruto khawatir jika Hinata mengetahui jati dirinya. Setelah semalaman bergumul dengan Hinata entah kenapa ada perasaan tak rela dalam dirinya jika sampai Hinata membenci dirinya.

"Hanya sekedar mengingatkan Uciha busuk itu sudah menyiapkan pernikahan mewah untuk kalian. Sebentar lagi kalian akan menikah. Dan waktu mu untuk menghabisinya tak lama lagi. Jangan terlalu sering menghabiskan waktu bersama. Jika sampai kau jatuh cinta padanya maka kalian berdua akan ku siksa hingga menyesal telah lahir kedunia. Aku mengawasimu." Ancam Neji sebelum memutuskan sepihak panggilannya.

Mata Naruto membulat penuh kilatan kemarahan. Digenggamnya erat ponsel silver itu. Gigi putihnya saling beradu menahan emosi. Sejujurnya ia ingin berteriak kencang sekarang. Tapi keberadaan Hinata yang tengah terbuai dalam alam mimpi membuatnya hanya mampu menggeram tertahan.

Ia lempar ponsel itu sembarang, dan beruntung ponsel itu mendarat di sofa empuk. Tangan kekarnya kemudian menjambak kasar surai pirang pendeknya sambil berjongkok dengan bersandar di dinding.

Ia sudah kehilangan akal. Ia sudah tak sanggup lagi dengan semua ini. Jika dia yang mati untuk menghindari semua ini. Tiga Hyuga serakah itu pasti akan mencari orang lain untuk menghabisi Hinata.

Tapi jika tetap melindungi Hinata dan hidup bersamanya Hinata akan lebih menderita dengan siksaan yang akan dialami bersama dirinya. Membunuh Hinata dan hidup tanpa wanita itu mengikuti perintah Neji. Tidak dia lebih baik mati dari pada melakukan hal itu.

Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang