Bab 37. Penutup

1.2K 19 1
                                    

Dalam kota kecil itu, tentu saja terdapat pula sebuah rumah penginapan yang tak bisa dianggap terlalu besar, pun tak bisa terhitung terlalu kecil.

Dalam rumah penginapan ini tentu saja dijual pula arak dan hidangan.

"Pernahkah kau melihat ada rumah penginapan tanpa menjual arak?", tanya Thi Kay-seng.

"Tidak!", Cia Siau-hong menggeleng.

Setelah tersenyum ia melanjutkan:

"Rumah penginapan tidak menjual arak ibaratnya memasak sayur tanpa garam, bukan saja kurang baik untuk orang lain, kurang baik pula bagi diri sendiri"

Yang lebih aneh lagi dalam penginapan itu bukan cuma menjual arak, agaknya menjual obat pula.

Mengikuti hembusan angin, terendus bau obat yang amat tebal, bahkan lebih tebal daripada bau arak.

"Pernahkah kau melihat ada rumah penginapan yang menjual obat?", tanya Thi Kay-seng lagi.

Cia Siau-hong belum sempat menjawab, si pemilik penginapan sudah berkata duluan:

"Dalam penginapan kami juga tidak menjual obat, hanya pada dua hari berselang, ada seorang tamu jatuh sakit di sini, temannya sedang mengobati penyakitnya sekarang"

"Kena sakit parah?"

Pemilik rumah penginapan itu menghela napas panjang.

"Kalau di bilang sesungguhnya memang penyakit parah, masa seorang yang segar bugar, tahu-tahu sudah gawat keadaannya dan hampir mampus"

Tiba-tiba ia merasa telah salah berbicara, sambil tertawa paksa buru-buru ia menjelaskan:

"Tapi penyakitnya itu bukan penyakit parah yang bisa menular ke tubuh orang lain, harap kek-koan berdua berdiam di sini dengan tenang!"

Biasanya penyakit yang bisa membuat seorang hampir mati dalam waktu singkat adalah penyakit menular yang parah.

Orang persilatan yang sudah sering melakukan perjalanan dalam dunia persilatan biasanya mempunyai pengetahuan tersebut.

Thi Kay-seng mengerutkan dahinya, ia bangkit berdiri dan berjalan mondar-mandir di depan jendela, dilihatnya dalam sebuah halaman kecil di bawah wuwungan rumah, seorang pemuda sedang memasak obat di atas sebuah tungku kecil.

Di kala memasak obat buat teman, biasanya di tubuh orang itu tak akan menggembol senjata.

Tapi orang itu menggembol senjata, bahkan menggunakan tangan sebelah untuk menggenggam gagang pedangnya erat-erat, seakan-akan setiap saat dirinya bakal di sergap oleh orang lain.

Thi Kay-seng memperhatikan orang itu setengah harian lamanya, tiba-tiba ia menghela napas sambil memanggil:

"Siau Tio!"

Orang itu melompat bangun, pedangnya sudah diloloskan dari sarung dan siap bertempur, tapi setelah mengetahui kalau orang itu adalah Thi Kay-seng, dia menghembuskan napas lega.

"Ooooh....rupanya congpiautau!", katanya sambil tertawa paksa.

Thi Kay-seng sengaja berlagak seperti tidak melihat akan ketegangan yang mencengkeram dirinya, sambil tersenyum ia berkata:

"Aku sedang minum arak di depan, bila obatmu telah matang nanti, ikutlah kami untuk meneguk beberapa cawan arak"

Siau Tio bernama Tio Cing, sebetulnya dia adalah seorang peneriak jalan dari perusahaan Hong-ki-piaukiok, tapi semenjak kecil ia memang suka berjuang untuk maju ke depan, beberapa tahun berselang ia telah masuk menjadi anggota perguruan Hoa-san.

Sword Master aka Pedang Tuan Muda Ketiga/Pendekar Gelandangan - Khu LungWhere stories live. Discover now