Bab 32. Pedang Yan Cap-sa

657 17 0
                                    

Rembulan sudah hampir purnama.

Ia membuka daun jendela.

Di tepi jendela, rambutnya yang hitam terurai di atas bahunya yang bugil.

Di bawah sorot sinar rembulan, ia mirip sekali dengan seorang gadis muda yang baru mengenal cinta.

Tentu saja ia sudah bukan seorang gadis muda lagi.

"Aku tahu kau pasti membutuhkan hiburan seorang perempuan, setiap kali kau berada dalam keadaan tegang, kau pasti akan melakukan perbuatan tersebut"

Perempuan itu memang selalu dapat memahami dirinya.

"Tapi aku tahu kau pasti tak akan maui diriku", pelan-pelan ia menghela napas, "kecuali aku, perempuan macam apapun tak akan kau tampik, tapi kau pasti akan menampik diriku!"

"Oleh karena itu kau baru berbuat demikian!"

"Hanya dengan cara ini, aku baru dapat membuat kau maui diriku!"

"Karena apa kau berbuat begini?"

"Karena aku masih menyukai dirimu!"

Dia berpaling dan menatap Cia Siau-hong, kejelian matanya lebih bening dari sinar rembulan, lebih lembut dan halus.
Perkataan yang diucapkan perempuan itu adalah kata-kata yang jujur, iapun mempercayainya.

Kedua belah pihak memang terlalu memahami jalan pemikiran lawannya, di antara mereka berdua memang tiada keharusan untuk berbohong.

Mungkin dikarenakan alasan inilah maka dia mencintainya, maka dia menginginkan dia mati.

Karena dia adalah Buyung Ciu-ti, tapi bukan bunga di tengah hembusan anggun musim gugur, sebaliknya adalah bunga sakura di tengah salju atau bunga Ing-lip yang keras, beracun dan lagi banyak durinya.

Duri yang lebih tajam dari jarumnya kalajengking.

"Kau dapat melihat kalau aku sedang tegang?", tanya Cia Siau-hong.

"Aku tak dapat melihatnya, tapi aku tahu jika kau tidak merasa tegang, tak akan kau tertarik oleh perempuan dengan mata yang mirip mata ikan mati itu?"

Ia duduk kembali di sisinya, kemudian melanjutkan:

"Tapi aku tidak habis mengerti, kenapa kau bisa setegang ini......?"

"Apakah kaupun mempunyai persoalan yang tak pernah disangka?"

Buyung Ciu-ti menghela napas panjang, katanya kembali:

"Mungkin saja aku telah menduganya, cuma kau tak ingin mempercayainya dengan begitu saja"

"Oya?"

"Aku selalu memahami perasaanmu, hanya rasa takut yang dapat membuat kau merasa tegang!"

"Apa yang kutakuti?"

"Kau takut dikalahkan di ujung pedang orang lain!"

Suara perempuan itu penuh dengan nada ejekan dan cemoohan:

"Karena Sam-sauya dari keluarga Cia selamanya tak boleh menderita kekalahan di tangan orang!"

Walaupun permukaan lantai sudah diberi selimut yang tebal sebagai alas, namun permukaan lantai itu masih terasa dingin lagi keras.

Buyung Ciu-ti menggeserkan sedikit posisi duduknya dan menyandarkan sebagian besar berat badannya di atas paha Cia Siau-hong. Setelah itu baru melanjutkan:

"Tapi orang yang bisa mendatangkan rasa takut bagimu di dunia ini tidaklah terlalu banyak jumlahnya, mungkin juga hanya seorang!"

"Siapa?"

Sword Master aka Pedang Tuan Muda Ketiga/Pendekar Gelandangan - Khu LungWhere stories live. Discover now