5. Jatuh hati

2.5K 353 251
                                    

Aresh berjalan tergesa-gesa melewati koridor kantor BIN, sembari mengalungkan ID card-nya kemudian mengenakan blazer hitamnya. Peluh masih membanjiri wajahnya setelah berlatih muay thai sebagai pemanasan sebelum dirinya melakukan ujian bela diri. Ia berlari cepat menuju lift yang akan menutup pintunya. Jari telunjuk kanannya segera menekan sebuah tombol agar pintu lift terbuka kembali. Membuat beberapa orang menatapnya.

“Mau kemana kamu, Resh?” tanya Maliq yang berada di sebelah Aresh.

Aresh menghembuskan napasnya, “Shooting,” jawab Aresh singkat.

“Shooting apaan?” ucap Maliq meledek.

“Shooting BF!” seru Aresh kesal.

Maliq terkekeh menyambut seruan Aresh yang sedang kesal karena pertanyaan tak bermutunya. Namun berbeda dengan beberapa orang yang berada di dalam lift. Mereka menatap Aresh dengan tatapan aneh karena jawaban asal yang didengarnya.

“Awas Lo, Bang!” ancam Aresh sebelum keluar dari lift.

Aresh segera berlari menuju tempat untuk berlatih menembak. Langkahnya mendadak berhenti kala mendapati Reshi yang sedang bersandar di tepi meja seraya memberikan tatapan tajam kepadanya. Aresh mengatur napasnya yang terengah-engah. Kemudian berjalan menghampiri Reshi sambil mencari-cari di mana pelatih tembaknya.

“Terlambat lima menit,” ujar Reshi setelah menengok jam tangannya, “Push up, dua puluh kali!” titah Reshi.

“Apa?!” sahut Aresh terkejut.

“Push up, dua puluh lima kali,” tambah Reshi karena Aresh tak segera melaksanakan perintahnya, membuat Aresh terbelalak tak percaya.

“Now!!!” perintah Reshi tegas.

Dengan kesal, Aresh meletakkan kedua telapak tangannya di atas lantai, sekitar selebar bahunya. Memposisikan tubuhnya tengkurap di atas lantai. Kemudian mulai mengangkat tubuhnya menggunakan lengan dengan gerakan mendorong lantai, diiringi Reshi yang memberikan aba-aba. Ia mengulangi untuk menurunkan dan mengangkat tubuhnya dengan kecepatan yang tetap hingga dua puluh lima kali. Setiap gerakan naik dan turun dihitung sebagai satu kali push up oleh Reshi.

“Dimana Pak Rasyid?” tanya Aresh kesal mencari pelatihnya.

“Ambil pistol dan mulai latihannya!” titah Reshi tegas.

Helaan napas berat Aresh kembali berembus, lantas melepaskan blazer-nya dan membuangnya sembarangan. Kemudian mengambil perlengkapan untuk latihan menembaknya. Ia mengecek pistol dan mengisi penuh magazine pistolnya dengan peluru yang sudah disediakan.

“Ready?” ucap Reshi kala melihat Aresh sedang mengokang pistolnya, “go!” seru Reshi sembari menekan tombol di stopwatch-nya.

Aresh segera masuk ke sebuah ruangan yang gelap. Hanya cahaya remang-remang dari pistolnya saja yang memberikan cahaya untuknya. Suara tembakan yang keras mulai berbunyi, ketika peluru pistolnya melesat ke masing-masing sasaran targetnya. Sasaran target berupa gambar orang yang tersebar di beberapa titik dan sudut ruangan. Ruangan yang sengaja di bentuk seperti ruangan-ruangan sebuah rumah. Kaki kanan Aresh mendobrak keras sebuah pintu kamar yang menjadi tujuannya, kemudian tembakan beruntun pun terdengar. Hingga sirine berbunyi dan semua lampu menyala.

“Shit!!!” umpat Aresh kesal sembari menendang target di hadapannya.

“Kamu menembak temanmu sendiri, Aresh. Ulangi lagi! Dan lakukan dengan benar!” perintah Reshi lugas dan dingin.

Aresh berjalan lemas mengekori Reshi. Ia kembali mengulangi latihan menembaknya. Dalam hati, ia sudah ingin berteriak dengan sekeras-kerasnya. Melampiaskan rasa kesalnya dan rasa lelahnya hari ini. Ditambah wajah dingin Reshi yang membuat tangan Aresh gatal untuk mencubiti wajah tampan nan beku itu. Sirine kembali berbunyi, membuat kesabaran Aresh habis.

AreshDonde viven las historias. Descúbrelo ahora