3. Memulai kembali

2.7K 384 160
                                    

Senyum menyeringai muncul dari wajah Komang, setelah berhasil menempelkan alat pelacak super micro di gaun Aresh saat mereka bertabrakan. Mungkin lebih tepatnya, Komang sengaja menabrakkan dirinya agar bisa bersentuhan dengan Aresh. Ia berjalan menjauh, membelakangi Aresh yang juga berjalan menjauhinya. Hanya Komang dan Alex yang belum menampakkan diri di hadapan Aresh. Berbeda dengan Alif. Aresh akan mengetahui dengan jelas siapa Alif yang sebenarnya. Untuk itulah Alif belum menampakkan dirinya hingga detik ini.

Aresh sudah mengetahui identitas asli ketiga Tim Alpha yang ditemui di bar, Reshi, Rikas dan Orion. Bakat inteligennya ternyata masih terasah dengan baik. Wajah Reshi dan Rikas sama sekali belum terlupakan di benak Aresh, walau hanya satu kali mereka bertemu. Seragam lengkap doreng khas TNI AD yang dikenakan Reshi dan Rikas dua tahun yang lalu, menunjukkan identitas asli mereka berdua.

“I've done!” gumam Komang dari handsfree yang berbentuk gelang karet di samping jam tangan canggihnya, sembari berpura-pura menyisir rambut mohawk-nya ke belakang dengan tangan kanannya.

“Hanoman over!” perintah Alif dari tempat yang berbeda, memberitahukan kepada Komang bahwa tugasnya telah selesai.

Komang pun menatap Alex yang sedang berdiri memeluk pinggang seorang wanita cantik berkebangsaan Inggris. Teman cantik Alex ketika bertugas di Lebanon. Alex mengalihkan pandangannya ketika mengetahui isyarat dari tatapan tajam Komang sebelum meninggalkan ruangan pesta.

“It's our turn, Baby!” bisik Alex di telinga teman cantiknya.

Keduanya beradu pandang, lantas bibir mereka saling bertaut dan memagut untuk mengisyaratkan bahwa mereka siap menjalankan tugas. Mengawasi gerak-gerik Aresh di dalam pesta besar ini.

Di tempat yang berbeda, Reshi terdiam sembari duduk santai menikmati secangkir cappucino di salah satu cafe yang berada tak jauh dari tempat pesta diadakan. Kepalanya menunduk, menatap tajam jam tangannya yang menampilkan sebuah titik merah kecil yang terdiam, kemudian berjalan dan begitu seterusnya.

Alex mendekap teman wanitanya, sembari berdansa kecil mengikuti alunan musik, “Princess sedang dikejar beberapa orang sekarang,” ujar Alex melaporkan melalui handsfree yang berada di kacamata canggihnya.

“Ice, bersedia!” perintah Alif.

Reshi beranjak dari tempat duduknya, lantas segera memakai jas hitamnya. Kemudian berjalan cepat menuju mobilnya.

“Ready!” balas Reshi yang sudah berada di balik kemudi mobil, sembari menatap titik merah yang bergerak cepat titik merah dari jam tangannya.

“We have five minutes, Guys!” peringat Alex setelah meletakkan permen karet supernya di salah satu gelas red wine yang diminumnya.

Alex menggandeng temannya untuk segera keluar dari restoran tempat di mana pesta berlangsung. Di saat yang bersamaan, Aresh memecahkan kaca jendela restoran dan melompat keluar menembusnya. Serpihan kaca yang berserakan, membuat sebagian tubuh Aresh tergores. Ia segera bangkit, walau tubuhnya serasa remuk dan perih. Berjalan tertatih menggunakan high heels-nya.

Kedua matanya terbelalak kala melihat tiga orang lelaki mengejarnya. Aresh pun mencoba berlari semampunya agar tak tertangkap oleh ketiga orang itu. Hingga sebuah mobil sport mewah hampir saja menabraknya.

“Masuk!” teriak Reshi ketika mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil sport di pintu sebelah kiri.

Tanpa berpikir panjang, Aresh segera membuka pintu mobil bagian kanan untuk segera masuk. Decit suara ban mobil terdengar keras, ketika pintu mobil itu belum tertutup sempurna. Mobil sport yang dikendarai Reshi segera melesat jauh bersamaan dengan suara ledakan petasan di restoran itu. Aresh menoleh ke belakang, ke arah suara ledakan berbunyi. Restoran tempat di mana pesta berlangsung. Ia menatap tajam Reshi yang sedang fokus menyetir.

“Apa kalian yang membuat ledakan itu?” tanya Aresh memastikan.

Reshi menulikan telinganya, tak acuh dengan apa yang diucapkan Aresh, “Princess is on the way,” lapor Reshi.

“Hentikan mobilnya!!!” teriak Aresh.

“Sasuke, get ready!” perintah Alif kepada Rikas.

“Copy, Tiger!” sahut Rikas kepada Alif, “we're waiting for you, Ice!” lanjut Rikas yang sudah menunggu di tempat tujuan Reshi.

“Reshi!!! Hentikan mobilnya!” teriak Aresh kembali ketika tak mendapat respon dari Reshi.

“Kuatkan dirimu, Kakak Ice! Bidadari cantik itu sedang menggoda pertahanan hatimu,” seru Orion yang mendengar teriakan Aresh.

Tawa dan kekehan terdengar di telinga Reshi melalui handsfree yang menempel di telinga kanannya. Reshi tetap fokus mengendarai mobil sport-nya. Tak peduli gurauan aneh dari rekan satu timnya atau pun teriakan keras dari Aresh.

“Ice, jangan tergoda kau dengan teriakan merdu itu!” seloroh Alex sebelum Aresh menarik handsfree dari telinga Reshi.

Reshi menghela dan mengembuskan napas beratnya, kala handsfree-nya sudah berpindah tangan. Kemudian menambah kecepatan mobilnya agar segera sampai ke tempat tujuan.

“Reshi!!!” teriak Aresh kesal.

Reshi menoleh, menatap tajam Aresh dengan tatapan tajam khasnya. Tatapan menusuk dan dingin, seakan ingin melenyapkan mangsa di hadapannya.

“Apa ada pesan terakhir yang ingin kamu sampaikan?” tanya Reshi dingin, membuat Aresh terperanjat mendengarnya.

Aresh terdiam, kedua matanya berkaca-kaca. Ia kembali duduk tenang, menatap lurus ke depan dengan tatapan kosongnya. Pesan terakhir, mendengar dua kata itu membuat Aresh ingin berada di pelukan ayah dan bundanya saat ini. Pelukan yang sangat dirindukannya. Air matanya menetes, mengingat pertemuan terakhir dengan ayahnya dua tahun lalu, dan juga bundanya satu tahun lalu.

Reshi mencengkeram setir mobilnya dengan kuat. Merutuki dirinya yang telah membuat Aresh menangis. Ia tak menyangka jika ucapannya membuat Aresh menjadi sedih. Ia menambah kecepatan mobilnya. Melampiaskan rasa kesal, marah dan kecewa terhadap dirinya sendiri saat tak mampu membuat Aresh merasa nyaman dan tenang di sisinya.

¤¤¤

Aresh memandang keadaan sekitar ketika mobil Reshi memasuki pangkalan udara militer milik pasukan angkatan udara Perancis. Ia hanya terdiam, hingga mobil Reshi berhenti tepat di samping pesawat bertuliskan TNI AD di bagian kepala pesawat dan A-9146 di bagian ekor. Gambar bendera merah putih tertempel di atas deretan angka di bagian ekornya. Army CASA C-212-2, jenis pesawat yang sangat tak asing bagi Aresh. Pesawat itu telah menemani masa kecilnya dalam bentuk mini di lemari kaca besar tempat menyimpan berbagai macam miniatur pesawat milik ayahnya.

“Turun!” titah Reshi setelah membukakan pintu mobil untuk Aresh.

Aresh mendongak, menatap sendu Reshi yang berdiri tegap di samping kanannya seraya memegang pintu mobil, “Aku nggak mau pulang Reshi,” ucap Aresh menitikkan air matanya, “aku nggak mau pulang sebelum menemukan Ayah,” pungkas Aresh dengan berlinang air mata.

Reshi terkejut mendengar ucapan Aresh. Hanya wajah datar tanpa ekspresi yang ditampilkannya saat ini. Ia membungkukkan badannya. Kedua tangannya terulur, menyeka air mata Aresh yang membuat dadanya sesak. Ditatapnya wajah cantik Aresh dengan tatapan tajam nan teduh. Jika bisa, ia tak segan-segan untuk memeluk Aresh sekarang. Namun ia harus menahannya, hingga Aresh benar-benar menjadi yang halal untuknya.

“Kita akan membantu kamu untuk mencari Ayah kamu,” tutur Reshi.

“Untuk apa? Untuk apa kalian membantu mencari Ayah?” tanya Aresh bertubi-tubi, “untuk menghukum Ayah? Atau untuk menumbalkan Ayah agar segelintir orang tak bertanggung jawab bisa duduk tenang menempati posisi ternyamannya, begitu?!” teriak Aresh geram sembari terisak.

Reshi terdiam, digenggamnya tangan Aresh dengan perlahan sembari menatap kedua mata indah milik Aresh, “Untuk mengungkapkan kebenaran tentang kejadian dua tahun yang lalu,” jelas Reshi tenang.

“Kebenaran akan selalu menang, Aresh!” ungkap Reshi yang tak acuh dengan tatapan penasaran keempat rekannya di pintu masuk pesawat.

Aresh kembali menangis, “Tapi tidak di negara kita,” ucap Aresh, “di sana, orang-orang yang benar dan baik akan disingkirkan dengan perlahan, seperti Ayah.”

“Apa kamu tidak percaya dengan Abang dan teman-teman Abang, Aresh?” tanya Alif yang sudah berada di belakang Reshi.

Aresh menghapus air matanya. Menatap tak percaya kepada lelaki yang sedang tersenyum manis kepadanya, Alif. Alif merentangkan kedua tangannya ketika Reshi telah berdiri di sampingnya.

“Nggak kangen sama Abang, hmmm?” tanya Alif.

Aresh segera melangkah keluar, berhambur pelukan rindu kepada abang sepupu jauhnya, Alif. Ia menangis di pelukan Alif tanpa berucap apa pun. Alif memeluknya dengan erat. Kemudian menoleh ke arah samping kirinya, tersenyum menyeringai menatap Reshi.

“You wanna try?” ledek Alif kepada Reshi yang tak bisa memeluk Aresh.

Gelak tawa keempat rekan timnya terdengar dari seberang. Mereka semua tentu dapat mendengar apa pun yang diucapkan Alif dari handsfree yang mereka gunakan.

Reshi menatap kesal Alif sebelum melangkah pergi. Berjalan menjauhi kedua saudara yang sedang menumpahkan rasa rindunya. Kalau saja tak ada Aresh, ia pasti sudah memukul keras kepala Alif sekarang. Ia tak menyangka bisa bekerja sama dengan seorang pemimpin tim yang konyol seperti Alif selama beberapa tahun ini.

“Cepat halalkan dia, Ice! Jadi, kamu bisa melindunginya dengan sesuka hatimu,” tutur Rikas dengan nada meledek dari handsfree-nya.

“Langsung saja kawin, Ice!” tambah Alex meledek.

Reshi menatap tajam keempat rekannya sembari berjalan cepat menghampiri mereka, “Ku bungkam mulut kalian dengan bismillah!!!” desis Reshi dingin dan lugas melalui handsfree yang sudah dipakainya kembali.

“Ku pinang Kau dengan bismillah, Kakak!!!” teriak Orion keras dengan logat Ambon khasnya sebelum masuk ke dalam pesawat.

Reshi berlari mengejar keempat rekannya yang sudah masuk ke dalam pesawat terlebih dahulu. Ia sudah tak sabar memberikan sebuah hadiah telak karena ucapan-ucapan konyol rekan satu timnya. Rekan satu tim yang sudah dianggapnya menjadi keluarga.

“Kangen Bang Alif, atau saudara kembarmu?” goda Alif yang masih memeluk Aresh.

“Semuanya,” jawab Aresh.

Alif merenggangkan pelukan. Disekanya air mata Aresh dengan salah satu tangannya.

“Kita pulang ya! Kita selesaikan masalah ini bersama. Abang nggak akan membiarkan adik cantik Abang ini sendirian mencari Om cakep,” ujar Alif yang dibalas anggukan beserta seulas senyum dari Aresh.

¤¤¤

Aresh duduk terdiam, memerhatikan empat laki-laki yang berada di hadapannya. Mereka duduk berseberangan dengannya, di kursi mereka masing-masing. Empat lelaki itu tak lain adalah Alex, Rikas, Komang dan Orion. Mereka segera memakai sabuk pengaman ketika suara seorang pilot terdengar.

“Eh, Kakak cantik, jangan melihat Beta begitu! Beta tak mau jika wajah ganteng ini rusak karena bogem dari Kakak Ice,” ucap Orion meledek kepada Aresh diiringi kedua tangannya yang mengaitkan sabuk pengaman.

Aresh mengulum senyumnya mendengar ocehan lucu dari Orion.

“Aresh, kau tenang saja! Kita semua akan membantu kau! Anggaplah kita semua ini malaikat-malaikat tampan pelindung kau!” ujar Alex kepada Aresh.

“Terima kasih, Bang Alex,” ucap Aresh.

“Duh, Aresh,” ucap Alex lembut, “meleleh hati Abang mendengar suara merdu kau itu!” goda Alex yang disambut kekehan tawa dari keempat rekannya.

“Dalmatian, tamatlah riwayatmu!” seru Komang yang melihat Reshi dan Alif masuk ke dalam pesawat setelah meminta ijin kepada para pasukan udara Perancis yang telah membantu mereka.

“Hanoman, bodoh! Aku ini Abangnya Ice. Dia tak akan berani memukulku!” sahut Alex yang menatap Reshi dengan tersenyum.

Keduanya menutup pintu pesawat sebelum pesawat diterbangkan. Alif berjalan terlebih dahulu menuju kursinya yang berada di samping kiri Aresh. Tangan kanannya terulur, mengacak pelan pucuk kepala Aresh. Membuat mulut Aresh mengerucut sebal karena kebiasaan buruk Alif. Alif selalu memperlakukan Aresh seperti adiknya sendiri, Rania.

“Pakai sabuk pengamannya!” titah Alif setelah duduk di kursinya bersamaan dengan Reshi yang sudah duduk di sebelah kanan Aresh.

Aresh memerhatikan Alif yang sedang memasang sabuk pengamannya. Sabuk yang agak mirip dengan sabuk pengaman di mobil sport balapnya. Reshi segera membantu Aresh yang tampak kebingungan memasang sabuk pengamannya. Kelima rekannya menatap Aresh dan Reshi dalam diam sambil mengulum senyum.

“Masya Allah!” seru Alif dengan nada meledek.

Aresh dan Reshi hanya terdiam, tak acuh dengan ledekan Alif. Aresh menatap kedua tangan Reshi yang sedang sibuk mengaitkan sabuk pengamannya. Sesekali ia mencuri pandang memerhatikan wajah tampan Reshi. Reshi yang mengetahui sedang diperhatikan tampak tak acuh. Ia segera mempercepat memasangkan sabuk pengaman kepada Aresh. Setelah selesai, ia memasangkan sabuk pengamannya sendiri.

“Terima kasih,” ucap Aresh yang tidak mendapat balasan apa pun dari Reshi.

Reshi memejamkan kedua matanya sembari menyandarkan kepalanya ke belakang, di sandaran kursinya. Hembusan napas leganya menandakan bahwa dirinya telah berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik. Tak peduli dengan beberapa pasang mata yang sedang menatapnya heran dan kesal. Ia tak ingin siapa pun tahu jika saat ini jantungnya sedang melompat-lompat tanpa henti kala duduk bersanding dengan Aresh. Jantungnya ini selalu saja gagal bekerja dengan normal jika berada di sekitar Aresh.

“Tak perlu berterima kasih, Kakak. Ini sudah menjadi kewajiban kami untuk menjaga dan melindungi, Kakak. Seperti kami yang selalu setia menjaga dan melindungi Negara Indonesia dengan seluruh jiwa dan raga kami,” tutur Orion yang ingin mencairkan suasana.

Alex, Rikas, dan Komang tersenyum menatap Aresh. Kemudian menganggukkan kepalanya menyetujui ucapan bijak dari Orion, si bungsu di Tim Alpha.

“Reshi memang begitu. Nggak perlu diambil hati!” ucap Alif menenangkan Aresh yang terlihat kecewa dengan tingkah Reshi.

“Nggak perlu diambil hatiku ini. Semuanya akan aku berikan kepadamu suatu saat nanti, Aresh!” timpal Reshi tegas tanpa mengubah posisinya.

Kelima rekan Reshi terkejut mendengarnya. Tak terkecuali dengan Aresh. Ia terpaku mendengar ucapan Reshi. Untuk kesekian kalinya, Aresh dibuat tak berdaya dengan ucapan tak terduga dari Reshi. Kali ini jantungnya berdetak lebih cepat, aliran darahnya berdesir hebat. Detik ini, waktu seakan menghipnotisnya untuk menatap Reshi tanpa sebab. Tak ada deskripsi indah yang bisa mengungkapkan apa yang sedang bergejolak di hatinya.

“Tiang meleleh ini!” seru Komang menyahuti ucapan Reshi dengan logat Balinya.

“Kakak Ice,” panggil Orion, “ku pinang kau dengan bismillah.” Orion mengingatkan selorohannya tadi kepada Reshi, membuat kekehan tawa dari kelima Tim Alpha terdengar.

Suara deru pesawat yang terdengar bersamaan dengan getaran kencang pesawat yang akan melaju terbang ke atas, menginstruksikan secara langsung kepada semua penumpang untuk bersiap terbang. Semuanya terdiam. Memanjatkan di dalam hati masing-masing agar selamat sampai tujuan.

“Indonesia, kami pulang!” gumam Orion setelah pesawat berhasil terbang ke udara.

Aresh menggenggam tangan Alif dengan kuat, sembari melemparkan senyuman manisnya. Alif pun tersenyum kepada adik sepupu jauhnya itu.

“Tidurlah!” titah Alif kala melihat gurat lelah di wajah cantik Aresh.

Aresh mengangguk pasrah. Ia menyandarkan kepalanya di bahu kokoh Alif, lantas memejamkan kedua matanya. Alif tersenyum menatap Aresh. Ia menoleh ke arah Reshi yang juga sedang menatap Aresh. Semua Tim Alpha menatap Aresh dalam diam. Pandangan Reshi beralih ke tangan dan kaki Aresh yang penuh dengan goresan dan luka kecil dari benda tajam.

Kedua matanya kembali menatap Alif, untuk meminta ijin mengobati luka Aresh. Alif yang mengetahui arti tatapan tajam namun teduh dari Reshi itu segera menganggukkan kepalanya perlahan. Reshi pun melepas sabuk pengamannya, lantas beranjak pergi untuk mengambil perlengkapan P3K.

Alex, Rikas, Komang dan Orion menatap Reshi yang sedang berjalan menuju kotak P3K. Tak ada yang berceloteh saat ini. Mereka tak ingin jika selorohan konyol mereka membuat Aresh terbangun. Mereka tak perlu pernyataan apa pun dari Reshi tentang isi hatinya kepada Aresh. Gerak-gerik dan perhatian Reshi kepada Aresh telah membuktikan bahwa Aresh adalah seseorang yang penting bagi Reshi. Dan itu berarti, Aresh juga seseorang yang penting bagi Tim Alpha saat ini.


ARESH®

 
ARESH®

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


















AreshTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang