Part 31

80.3K 4.3K 95
                                    

Erica meringis pelan saat perutnya terasa kram. Ia meraih lengan Agel yang sedang berkutik di laptopnya lalu meremas lengan lelaki itu.

"El, aduh...." ringis Erica, Agel meletakkan laptopnya dengan asal lalu fokus pada Erica.

"An, apa sudah waktunya?" tanya Agel yang panik melihat Erica.

Erica mendesah pelan, "kurasa begitu, Agel. Perutku sakit...." ucap Erica tersendat-sendat. Agel turun dari tempat tidur lalu meraih Erica kegendongannya.

"Kita ke rumah sakit sekarang," ucap Agel sembari melangkah dengan cepat meninggalkan apartemen mereka.

Saat sudah ada di parkiran, Agel dengan susah payah membuka pintu belakang mobilnya lalu setelah berhasil, ia membaringkan Erica di sana.

"Sabar, sayang...." kata Agel, ia mengecup kening Erica lalu dengan cepat memasuki mobilnya.

Agel mulai menyalakan mesin, melajukan mobilnya dengan tergesa-gesa.

"Agel, pelan-pelan saja, perutku sudah tidak terlalu sakit lagi," ucap Erica dengan pelan. Ia mengusap peluh keringat yang membasahi kening dan lehernya.

"Tenang saja, An. Kita akan baik-baik saja, Sayang. Jalanan juga sepi," sela Agel tapi ia memelankan laju mobilnya sesuai permintaan Erica.

"Apa masih lama?" tanya Erica dengan pelan.

"Tidak, sebentar lagi kita sampai, An...." Erica mengangguk pelan. Memang dalam minggu ini, perutnya sering sekali mengalami kontraksi. Sepertinya, bayi mereka sudah tidak sabar lagi keluar dari perut sang ibu.

Setelah sampai di depan rumah sakit, Agel turun lalu ia membuka pintu belakang. Ia kembali menggendong Erica dan Erica memberikan senyumnya untuk Agel.

"Sepertinya belum saatnya," kata Erica membuat Agel terkekeh pelan. Ia melangkah memasuki rumah sakit dengan langkah yang pelan.

"Kau memang ratunya membuat aku panik, An...." desah Agel dengan pelan, "tapi tidak apa-apa. Meski selalu panik, tapi aku senang. Sepertinya bayi kita memang sengaja menyiksa Daddynya," lanjut Agel membuat Erica tertawa pelan.

"Maaf karena aku selalu merepotkan suamiku ini," ucap Erica dengan raut wajahnya yang sedih.

"Tidak apa-apa, An. Sudah menjadi tugasku dan juga kewajiban untukku. Justru aku senang karena bisa direpotkan oleh dirimu," Agel mengecup kening Erica.

Ia memasuki sebuah kamar rawat atas intruksi seorang suster yang mengikuti mereka sejak tadi.

"Aku pasti berat sekali," desis Erica saat Agel membaringkan istrinya di tempat tidur rumah sakit.

"Benar sekali, beratmu menjadi dua kali lipat, An...." goda Agel membuat Erica tertawa pelan.

"Aku tinggal sebentar, An. Aku akan mengambilkan perlengkapan bayi kita di mobil," Erica mengangguk-anggukan kepalanya. Agel memang sengaja mempersiapkan perlengkapan bayi mereka di mobil. Karena Agel takut jika Erica melahirkan secara mendadak.

Erica menatap punggung Agel yang menghilang di balik pintu, ia tersenyum dengan lebarnya.

"Kau nampak bahagia sekali, kau pasti senang mempunyai suami seperti dia," wajah Erica merona, ia mencubit pinggang suster yang sedang memasangkan infus padanya.

"Benar sekali, Amory," ucap Erica dengan pelan, "aku sangat beruntung dan aku sangat mencintainya," lanjut Erica sambil terkekeh pelan.

"Rica, suamimu itu pria yang siap siaga, dia juga sangat mencintaimu, kau tahu itu kan?" Erica mengangguk pelan. Ia tersenyum lagi saat Agel sudah kembali.

Amour VraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang