Part 7

116K 6.8K 100
                                    

Agel dan Erica masih saja tidak mau melepaskan pelukan mereka. Saling memeluk dengan erat.

"Jangan nakal di sana," bisik Erica parau dan serak karena ia sudah terlalu banyak menangis.

Agel mengangguk, di hirupnya aroma rambut Erica dengan rakus karena kelak ia akan merindukannya di sana.

"Tidak akan!" jawab Agel dengan pasti.

Agel melepas pelukannya dan membingkai wajah Erica dengan kedua telapak tangannya, kedua ibu jarinya mengusap wajah Erica yang masih saja basah karena air mata.

Lalu ditariknya kembali Erica kepelukannya. Jika boleh memilih, rasanya dirinya ingin tetap tinggal.

Suara pramugari terdengar mengatakan bahwa pesawat akan segera lepas landas. Erica semakin terisak di pelukan Agel membuat Agel semakin berat meninggalkan Erica.

"Aku tidak apa-apa. Pergilah!" kata Erica pelan tanpa melepaskan pelukan mereka.

Agel menghela napasnya pelan lalu melepaskan pelukan mereka, di kecupnya kening Erica lama, lalu pipi kanan dan kiri, hidung dan berakhir di bibir gadisnya itu.

Setelah itu di elusnya rambut Erica lalu berlalu dari hadapan Erica tanpa menoleh kebelakang lagi.

Dihelanya napasnya dan di usapnya air matanya pelan. Lalu masuk ke dalam pesawat.

Sementara Erica, ia masih menatap lurus ke depan. Tubuhnya bergetar, hingga pesawat itu telah pergi, ia masih saja menatap ke depan. Menatap kosong.

"Sampai kapan kau terus di situ?" Erica memutar tubuhnya, berjalan pelan menghampiri sipemilik suara tadi.

"Aku ingin pulang," Erica berjalan melewati Farel dan Erina.

Farel dan Erina hanya mengikuti langkah Erica dari belakang.
Mereka berjalan dalam keheningan.

Begitu pun saat mereka sudah tiba di rumah. Tidak ada yang membuka suara membuat Devward dan Lery menatap anak-anaknya heran.

Erica menaiki anak tangga demi anak tangga secara perlahan. Bahkan diabaikannya kedua orangtuanya.

Ia masuk ke dalam kamarnya dan duduk di tepi tempat tidurnya. Di remasnya ponsel yang ia pegang sedari tadi. Rasanya, tangannya sudah gatal sedari tadi ingin menghubungi Agel.

"Sudahlah, Rica. Kau tidak usah memasang wajah seperti itu," Erica diam tak menanggapi perkataan Erina yang tiba-tiba sudah ada di kamarnya.

"Lagi pula, kau bisa mencari penggantinya kalau kau tidak tahan sendiri!" Erica menaikkan wajahnya dan menatap Erina tajam.

"Apa maksudmu?" Erina hanya menaikkan bahunya acuh.

"Kau yakin ingin melanjutkan hubungan kalian?" tanya Erina dalam bentuk desisan.

"Memangnya kenapa, Erin? Memang berat, tapi tidak ada alasan untuk mengakhiri hubungan kami," balas Erica santai.

"Lagipula, kami bisa komunikasi, video call, dan selama kami saling percaya dan selalu terbuka, jarak tidak lagi masalah!" mendengar itu, Erina mendengus kesal.

"Terserah!" Erin menghentakan kakinya lalu pergi meninggalkan kamar Erica.

"Dasar, Erin aneh," Erica menatap punggung Erina yang menghilang di balik pintu dan yang terakhir, suara pintu kamarnya yang di banting kuat.

"Erin kenapa?" tanya Erica pada dirinya sendiri lalu mengangkat bahunya acuh.

Ia kembali menatap ponsel di tangannya, menghela napasnya jengah lalu menjatuhkan tubuhnya ke kasur empuknya.

Amour VraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang