~ Part 7 - Nyebar ° Menebar~

14.8K 819 15
                                    


Telling you it's dark when you see the light

And I know you ain't foolish, foolish

Just give me one chance, I could treat you right

So I said

Will I ever be too far away when you feel alone?

---

Waktu berjalan begitu cepat. PKKMB yang keterlaluan, maklumlah, Kania cantik, beberapa kakak tingkat suka sekali mengerjainya, bahkan beberapa sudah mengirimkan surat atau bunga, sinyal berbumbu pink untuk mendekati Kania, beberapa senior perempuan bahkan terang-terangan melancarkan kebencian pada Kania. Tapi karena kondisi perkuliahan yang menyenangkan setelah PKKMB dan mendapat beberapa kawan baru, membuat Kania tetap merasa betah di Bogor. Apalagi di rumah selepas kuliah, selalu ada saja kegiatan membantu Bu Rindu di rumah, membuat aneka selai buah, sale pisang, bertanam bunga dan merawat pokok Mawar yang indah-indah dan ada satu buah rumah kaca kecil yang sangat indah berisi anggrek-anggrek yang kata Bu Rindu kesukaan Adree.

"Tuan Adree dan temannya, non Thalita suka sekali berada di sini mengobrol berjam-jam," cerita Bu Rindu. Di rumah kaca itu terdapat satu set kursi jati yang berukir indah, kadang Kania melepas penat dan mengerjakan tugas-tugasnya disana.

"Non Thalita itu...pacar mas Adree ya bu?" tanya Kania.

Bu Rindu tertawa, "Ah, non bercanda saja, pacarnya Tuan kan non Kania, itu lho, non Thalita, tetangga yang menempati vila di sana. Dulu non Lita teman kuliah Den Mario, sepupunya mas Adree, mereka sempat bertunangan, tapi Den Mario meninggal karena kecelakaan setahun lalu. Non Lita jadi cacat, kakinya lumpuh. Kasihan non, padahal orangnya baik, cantik, tapi kayaknya masih setia gitu sama Den Mario, nah Tuan Adree sering menghibur non Lita dan membawanya bermain ke sini..." bu Marni memandang rumpun anggrek hitam yang indah tapi keunikannya seolah membawa kesedihan.

"Mereka kalau kesini sering melihat itu, non, spesies itu dikembangkan Den Mario dan Non Lita, tapi setelah lumpuh, Non Lita hanya di rumah saja sama ibunya, ayahnya sudah meninggal..."

Kania memandang sebuah vila di kaki bukit yang kelihatan dari rumah kaca. Ada juga kisah yang sedih seperti itu.

---

Saat Kania dan Bu Rindu keluar dari rumah kaca, Kania melihat sesosok pria berdiri membelakanginya. Gadis itu tersenyum, hatinya tiba-tiba berdebar dan merasa biru, rindu itu biru, dan hanya Adree yang bisa membuatnya demikian, walaupun Adree seperti malaikat penyelamat yang tidak terjangkau dan Kania menyadari rasa sakit yang akan timbul jika perasaan itu bertepuk sebelah tangan, tapi rasa suka itu memang semena-mena, tidak bisa dicegah atau dihindari, semakin dia ingin melupakan, semakin menyakitkan.

Adree menoleh dan tersenyum.

"Apa kabar?" sepertinya Adree memandang Kania dan merasa gadis itu sudah tidak sepucat dan sekurus sebelumnya.

"Baik, mas...mas sendiri gimana?"

"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja dan betah di sini, kalau kabarku sih, kurang begitu baik, nanti kita bahas, setelah makan siang, mungkin?" Adree menyalami bu Rindu. "Terimakasih sudah menjaga Kania"

"Sama-sama Tuan, oh ya, sebenarnya sarapan sudah siap sejak jam tujuh, tapi non Kania tumben belum mau makan, malah minta jalan-jalan kesini," kata bu Rindu.

"Oh ya? Kenapa Kania? Kamu sakit?"

"Nggak mas, sayang aja...ini kan hari Minggu, mumpung nggak ngampus, pengen santai dulu melihat keadaan sekitar..." Kania menunjuk beberapa petak diluar rumah kaca.

GADIS DESAحيث تعيش القصص. اكتشف الآن