Bab II Bagian iii

730 68 12
                                    

'You hurt me'

Selesai melewati menit-menit hening yang hanya diisi keterkejutan, Abigail mengerjap, lalu menutup mulut nya yang ternyata sudah terbuka lebar sejak tadi. Wanita bergaun putih gading itu mengedarkan pandangan, mengitari mata nya di seantreo kamar namun ia tidak lagi mendapatkan sosok Elise. Yaampun, entah berapa lama waktu yang Abigail gunakan untuk tercengang, yang jelas kamar ini sudah sepi. Tapi apa dia tidak salah dengar? Astaga, Elise berpacaran! Dan pacar nya adalah putera bungsu dari kerajaan Mighael! Bagaimana bisa Elise yang hanya menjabat sebagai anak kepala nanny bisa mendapatkan pangeran barat? Oh, tentu saja. Tidak ada yang bisa lepas dari pesona Elise yang setara dengan bangsawan. Dan satu hal lagi yang dapat Abigail simpulkan, Elise dan Pedro pasti menyembunyikan hubungan mereka. Entah apa yang akan Mozart bilang kalau sampai ia tau putera nya memiliki kekasih seorang nanny.

Abigail menghela nafas nya, wanita itu menatap cermin sekilas. Cantik. Tentu saja. Melihat rambut nya yang terurai dengan kepangan rapi dengan hiasan bunga di bagian puncak nya, Abigail merasa seperti gadis berusia 17 tahun lagi. Wanita itu terkekeh geli, lantas mengalihkan pandang pada Alena yang sedang menggeliat di atas ranjang. Dengan senyum lebar, Abigail berjalan mendekati ranjang lalu meraih Alena dalam dekapan nya. Ia harus menemui Justin. Sudah sejak kemarin Abigail tidak sabar dengan penampilan menawan Justin kali ini. Dan ia yakin Justin pun tidak sabar untuk bertemu dengan isteri nya yang sangat rupawan. Mencium sebelah pipi Alena, Abigail melenggang keluar kamar. Menyusuri koridor istana dengan hati berbunga-bunga ketika ia melihat Yelita tengah mengecup kening Justin dengan lembut.

Sakit.

Pasti. Abigail hanya mematung. Diam dalam keterkejutan bersama Alena yang masih meringkuk manis dalam dekapan nya. Ia melihat jelas wajah Justin. Pria itu hanya diam, tidak melakukan perlawanan atau penolakan meski Yelita kini sudah berjalan sambil melambai manja pada pria itu. Apa ini? Setahun. Ingat itu. Setahun mereka menikah, dan masih ada yang bermain gelap di belakang satu sama lain? Lalu apa arti Alena? Dia adalah bukti cinta Abigail dan Justin. Tapi apa ada gagasan yang dapat menjelaskan kenapa Justin seakan terima dan terhanyut ketika ada perempuan lain menyentuh dia yang notabene nya sudah beristri? Jawaban nya adalah, tidak. Justin-berkhianat-pada-Abigail.

Ingin menangis, tapi tidak bisa. Abigail kuat. Bukankah dua hari lalu Justin masih begitu peduli dengan nya hanya karna ia batuk, kan? Justin masih mencintai nya kan? Abigail tau itu. Abigail tau Justin sangat mencintai nya. Maka itu, Abigail perlu waktu. Ia perlu waktu untuk bisa mengerti keadaan ini, wanita itu pun berjalan cepat di lorong istana, setengah menangis sambil membawa Alena dalam gendongan nya dan berharap Justin akan mengejar lantas memeluk nya dari belakang. Abigail mempercepat langkah, tapi ia tak kunjung merasakan kehangatan pada punggung nya. Tidak ada yang memeluk nya. Tidak ada yang mengejar nya. Dan kali ini, Abigail tidak berfikir dua kali untuk memutuskan meneteskan air mata nya.

Abigail hampir menabrak seorang pria pada persimpangan. Wanita itu tersentak kaget, dan beruntung mereka belum saling bertubrukan atau Alena mungkin akan jatuh. Melihat kedua pipi Abigail basah, pria itu langsung mengerutkan kening nya. Dan tanpa ia duga, Abigail mendaratkan puncak kepala nya pada dada bidang pria itu bersama Alena yang hanya bisa menggeliat-geliat kecil. Julius tersenyum getir melihat Abigail terisak di depan tubuh nya. Pria itu pun membelai helaian rambut Abigail yang sangat lembut. "Ada aku disini,"

Abigail mengangguk, gadis itu membiarkan Julius mengusap kepala nya tanpa komentar. Setidaknya, Abigail merasa lebih baik sekarang. Julius selalu siap menjadi teman nya setiap saat. "Terimakasih, Julius." Abigail menarik tubuh nya. Melempar senyum kecil dan sejurus kemudian Julius melangkah maju. Menghapus aliran air mata Abigail yang mulai kering dengan kedua ibu jari nya. Lagi-lagi Abigail tidak menghindar, ia justru tersenyum dengan manis.

Wrong EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang