Bab II Bagian i

1.1K 100 12
                                    

"I love you too, Dad"

Musim semi.
Wanita dengan gaun besar mewah itu menyentuh permukaan datar jendela besar kastil Calester sambil membenamkan bibir nya dalam satu garis lurus. Rambut nya yang coklat gelap kini di gelung indah ke atas dengan sisa rambut ikal yang membingkai tepian wajah oval nya. Abigail. Gadis itu berbalik secara reflek saat mendengar suara decitan pintu yang mengembalikan kesadaran nya. Senyum Abigail merekah, mengembang menjadi senyuman lebar saat ia melihat anak berusia dua bulan berada dalam dekapan hangat seorang pria berambut coklat terang menyala yang nampak kualahan. Pria itu terus mendesis menenangkan, menepuk pelan bokong bayi kecil itu lantas ia melangkah masuk menuju ranjang berukuran super besar yang dilapisi bed cover tebal bermotif lambang keluarga Evander.

Justin merutuk, namun ia berusaha memasang ekspresi bahagia ketika bayi itu justru menangis-menjerit sekuat tenaga dan meronta saat Justin baru saja membaringkan tubuh kecil bayi itu. "Oh Alena sayang, jangan menangis seperti itu." Justin berujar manis, pria itu membiarkan lima jari Alena menggenggam erat satu telunjuk nya. Namun tetap saja, tangis bayi itu tidak mereda barang sedikitpun. Justin mengalihkan pandangan, kini pada Abigail yang justru hanya tersenyum lebar di dekat jendela besar.

"Gee, kau akan terus menonton saja? Hm? Lihatlah anak cengeng ini, dia pasti haus."

"Dan kau ingin aku menyusui nya sementara kau masih berada disini?" Abigail bertanya sarkastik yang sontak saja membuat Justin memutar bola mata. "Kau tau malam dimana awal tercipta nya Alena terkesan begitu..." Justin mengipas-ngipas leher nya dengan telapak tangan sendiri. "Hot." Pria itu mengerling. Dan sedetik kemudian tawa nya pecah, laki-laki itu tertawa terbahak-bahak namun tawa nya lenyap seketika saat ia merasakan kening nya terhantam sesuatu. Justin meringis, masih menganga ketika ia mendelik tajam pada Abigail yang baru saja melempari nya dengan--tusuk konde nya? Benar-benar gila.

"Abigail seksi Roswaal. Kau hampir membunuh ku," Justin berucap dengan nada penuh ancaman. Namun tatapan mata nya yang serupa lelehan madu menjelaskan bahwa pria itu sama sekali tidak marah. "Itu bagus, aku akan senang jika melihatmu mati, Justin brengsek Bieber."

"Ah, iyakah? Seingatku setahun lalu kau menangis tersedu-sedu di tengah kerumunan perang saat aku hampir mati." Justin tertawa, dan entah sejak kapan Alena sudah berhenti menangis. Bahkan gadis kecil itu justru telah tertidur. Entahlah, mungkin perdebatan antara Abigail dan Justin terdengar seperti nyanyian atau dongeng bagi nya.

"Bodoh, bukan kah itu kau? Karna hampir membunuh gadis yang katanya sangat kau cintai?"

"Hentikan, Abby. Kau tau aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bunuh diri ketika mengingat masa-masa itu."

Abigail terkekeh, "Bukankah bernostalgia sedikit terdengar menarik?"


1 year ago


"Aku bisa menjelaskan semua nya." Elderittuo berujar tegas, wanita setengah baya itu menarik nafas dalam-dalam, memejamkan mata seolah itu dapat membuat nya lebih baik, dan ia menghembuskan nafas dengan kasar. Memandang sendu pada Justin, Eleanor, dan Abigail secara bergantian. "Abigail memang puteri kandungku."

"Aku tau," Abigail melirih, gadis itu hampir menangis, namun sebuah lengan besar yang dilapisi kain putih melingkar di sekeliling bahu belakang nya, dan dalam sedetik, Justin menarik tubuh Abigail untuk merapat dengan tubuh nya. "Ya, dan soal mimpi itu... itu bohong. Aku berbohong agar Jordan tidak mengetahui keberadaan mu, karna kau tau? Aku sudah berniat menggugurkan mu ketika kau masih berusia dua bulan di dalam kandungan. Dan jika Jordan mendengar berita lahir nya seorang bayi dari Calester, dia tentu tau bahwa itu adalah kau. Dan dia akan membunuh mu untuk melindungi pencitraan nya."

Wrong EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang