Traktiran

5.1K 372 3
                                    

Zita menghampiriku dengan membawa helm berwarna hijau di tangannya. Aku tersenyum sambil menyalakan motorku dan memakai helmku sendiri.

“Aku baru keramas Den, huhuhu” katanya sambil memakai helm dengan tidak ikhlas.

“Ya daripada kena tilang sama polisi Ta” timpalku sambil menyeringai, Zita berpura-pura menyeka air matanya yang bahkan tidak keluar sama sekali.

“Kan kamu tau Den aku keramasnya lama” aku tak berkutik, tidak tahu harus menjawab apa.

“Ya…..”

“Yaudah yuk berangkat, udah mau mendung” kata Zita seraya naik ke atas motor.

Motorku segera kupacu. Sore ini tiba-tiba kami berdua ada janji traktiran dengan Haley, hitung-hitung bentuk terima kasih sekalian membagi kebahagiaan terlepas bahwa dia adalah dalang dibalik ini semua. Walau tidak semua memang. Sejujurnya kantongku sedang agak kering karena sudah mendekati penghujung bulan. Gajiku sebagai asdos baru ditransfer awal bulan dan fee dari pekerjaan lepasku sebagai pengajar les bahasa Indonesia juga belum ada kabarnya. Apalagi beasiswaku, tidak ada kejelasan kapan akan cair. Tapi aku selalu percaya Gusti ora sare, Tuhan tidak tidur. Banyak hal yang selalu bisa kusyukuri seperti gadis yang sedang kubonceng sekarang misalnya, dan pasti akan ada hal lain yang bisa kusyukuri dengan segera.

Masuk ke jalan raya ada polisi yang sedang mengatur lalu lintas dan ada polisi yang berjaga di pinggir jalan. Tahu-tahu salah satu polisi yang berjaga di pinggir jalan melambaikan tangan ke arahku. Rasanya darahku langsung surut dan jantungku berhenti berdetak, perlahan-lahan motor kupinggirkan ke kiri.

“Bukan kamu!! Itu!! Hoi hoi!!” polisi itu mengejar remaja tanggung yang mengendarai motor tapi tidak memakai helm dan berusaha kabur, sedari tadi remaja tanggung itu berlindung di belakang motorku agar tidak terlihat polisi rupanya.

“Berarti kita aman ya pak?” tanya Zita dari belakang.

“Lanjut jalan!” kata polisi yang lain sementara polisi yang tadi langsung menginterogasi remaja tanggung tadi.

Satu hal lagi yang bisa disyukuri, bukan aku yang benar-benar diburon polisi untuk ditilang. Motor kupacu dengan kecepatan yang sedikit lebih pelan dari kecepatanku tadi.

“Mini heart attack ya Den? Hihihi” goda Zita dari belakang, setengah meledek juga.

“Iyalah Ta, buset….” Zita memelukku dari belakang, berusaha menenangkanku. Tangan kiriku memegang tangannya yang melingkar di perutku.

Dari jauh sudah terlihat tempat -semacam foodcourt- yang kami tuju, Zita dan Haley yang mengusulkan tempat itu karena banyak pilihan makanan. Sedangkan aku sudah lama tahu tempat itu tapi belum pernah ke sana sama sekali, menurut cerita dari teman-temanku minimal harus sedia 30 ribu hanya untuk makanannya saja, belum termasuk minum dan lain-lain. Untuk anak rantau sepertiku 30 ribu sudah cukup untuk makan 2 hari. Tapi lagi-lagi, kuanggap ini sebagai bentuk syukur. Toh jarang-jarang juga.

Tukang parkir langsung mengarahkanku untuk masuk ke slot parkir. Zita turun terlebih dahulu dan membuka helmnya.

“Taro mana Den?”

“Sini” kataku sambil mengambil helm Zita dan mencantolkannya di atas kaca spion.

Kami memasuki tempat semacam foodcourt yang bernama Makan Pinggir Jalan ini. Namanya Makan Pinggir Jalan, harganya gak pinggir jalan, huft. Tempatnya cukup luas dan pengunjung lumayan ramai, kebanyakan pemuda-pemudi sebayaku, dan kebanyakan datang berkelompok dengan teman-temannya. Sedangkan konter-konter makanan berjejer memanjang dengan berbagai macam menu yang ditawarkan.

“Haley mana? Katanya duluan?” tanyaku pada Zita.

“ Gak tau nih..” kata Zita sambil mengeluarkan hapenya “Itu Haley!” seru Zita pelan saat melihat Haley sudah duduk di pojokan sambil memainkan handphonenya.

“Pojokan lagi…..” protesku saat aku dan Zita bergabung dengan Haley yang menyambut kami dengan senyum lebar.

“Elah protes aja lu Den!”

“Motor lu mana Lay? Kok gua gak liat sih” tanya Zita.

“Itu tuh samping motor lu” kata Haley sambil menunjuk motor Scoopy yang sudah terparkir lebih dulu di samping motorku. Bahkan aku tidak menyadarinya.

“Ganti motor lagi Lay???” Zita mendelikkan matanya, aku hanya mengikuti alur pembicaraan karena belum pernah melihat motor Haley sebelumnya.

“Motor adek guaaaaa!”

Cinta Tak Perlu DeskripsiWhere stories live. Discover now