Misterius

5.4K 423 1
                                    

"Kita mau kemana dah?” tanyaku pada Zita sesaat setelah berpisah dengan Paula. Ia langsung menuju restoran tempatnya berkumpul dengan teman-temannya.

“Ada deh…” Zita tersenyum penuh misteri, tangan kiri nya menggamit lengan kananku dengan santai. Aku hanya mengikuti kemana kaki Zita melangkah membawa kami pergi.

Tak lama kami memasuki sebuah department store. Aku hanya menaikkan alisku saat pandangan kami bertemu. Seperti dugaanku Zita sedang mencari pakaian baru, entah untuk apa.

“Jadi, kamu butuh temen shopping nih sebenernya?” kataku sok tahu, mencoba membuat kesimpulan hanya berdasar asumsi singkatku.

“Kalo shopping doang sama Ul juga bisa kok”

“Lah terus?” lagi-lagi Zita hanya tersenyum misterius.

“Kamu gak mau beli apa gitu? Baju, celana, sepatu, apa kek?”

“Nggak ah, orang banyaknya bajuku di Jogja semua kok” jawabku. Memang benar kebanyakan pakaianku kutinggalkan di Jogja, tapi pada dasarnya aku tidak pernah punya minat untuk berbelanja di tempat seperti ini.

Setelah menemaninya memutari setengah dari department store dan beberapa saran tidak solutifku saat menjawabi kebingungan Zita akan baju pilihannya, sekarang ia sedang mengantri membayar belanjaannya ketik mataku menangkap sepasang remaja peremuan yang sedang bergandengan tangan dengan mesra. Yang satu sangat feminim dengan rambut panjang, make up serta pernak-pernik mentereng lainnya . Yang satunya berambut super pendek bahkan rambut sebelah kanannya dicukur habis, berbagai macam anting memenuhi kedua telinganya dan bundelan gelang memenuhi kedua tangannya. Kayanya gua gak gitu-gitu amat...kayanya Zita make up pake lip gloss doang.. Komentarku dalam hati. Pasangan itu melintas di depanku setelah si rambut panjang mengajak si rambut-dicukur-sebelah melihat pakaian di bagian lain. Yang membuatku iri dari mereka hanyalah bagaimana mereka sudah bisa saling menyandang predikat pacar dari satu sama lain. Aku teringat Haley yang pasti tidak akan membalas chatku kalau tidak berisi berita yang ingin dia dengar.

“Den” sebuah suara memanggilku, aku membalikkan badan.

“Innallilahiiiii” responku singkat setelah melihat Ratna, teman sejurusanku yang berdiri di belakangku. “Lu ngapain disini?” sambungku.

“Lah elu yang ngapain disini? Rumah gua emang Bekasi kan?!” ah, masuk akal juga kata-katanya.

“Gua….lagi nemenin Zita belanja. Tuh orangnya lagi bayar di kasir” kataku seraya menunjuk Zita yang sedang menyelesaikan transaksinya. Ratna memang mengenal Zita, tapi aku tidak menyebukan kalau aku menginap di rumahnya.

“Oh…gua kira lu bosen di kostan terus main kemari Den. Hahaha”

“Mending gua pulang ke Jogja sekalian! Haha. Lu sama siapa deh ke sini?” pertanyaanku dijawab dengan tolehan kepala Ratna, menunjuk pada Setyo yang sedang memilih celana. Setyo adalah pacar Ratna dan juga teman sejurusanku. “ Ya beres banget, ketemunya elu-elu lagi!” candaku pada Ratna.

“Den, udah? Loh? Ratna??? Ratnaaaaaaa !!” seketika Zita dan Ratna heboh bagaikan teman yang tidak bertemu sekian tahun.

***

“Den, tunggu disini bentar aja mau gak?” pinta Zita, sekarang kami sedang duduk di kursi-kursi yang disediakan di foodcourt.

“Boleh, kamu mau kemana?” tanyaku bingung.

“Toilet Den, bentar yaaaa” katanya lalu pergi, dalam hitungan detik sosoknya sudah tidak terlihat lagi. Aku menghela nafas dan mengeluarkan handphone-ku, mengirim chat Line ke Trisna teman sekostanku. Kepentingannya hanya menanyakan kabar Jirot. Aku hanya khawatir Jirot berulah dan menyusahkan Trisna.

“Jirot sehat kok Den, ini lagi makan pisang. Udah lu seneng-seneng aja disana” balas Trisna, ia juga mengirimi foto Jirot sedang menggerogoti pisang. Aku tersenyum, membalas chat Trisna seperlunya dan kemudian membuka aplikasi Instagram di handphoneku.

Zita men-tag selfie kami kemarin. Foto pertama yang ki ambil lah yang diuploadnya, pose netral kalau menurutku. Captionnya juga demikian, ”Have fun all day long!”. Tapi komentar-komentar yang ada membuatku ingin tertawa terbahak-bahak, dan beberapa komentar membuatku ingin menjedotkan kepalaku ke meja sekeras-kerasnya.

“Denden?” komentar Gadis, teman sejurusanku.

“Lagi dimana lau berdua?” komentar Rina, teman sejurusan Zita.

“Ahh kak Zita cantik!” komentar Rahma, adik kelasku di jurusan yang ngefans dengan Zita.

“ZITA PUNYA PACAR BARU KOK GAK NGOMONG-NGOMONG SIH” komentar dari seseorang yang be rnama Nadia. Mungkin teman Zita.

“Official nih!? MAKAN-MAKAN JANGAN LUPA” komentar paling kampret buatku tentu saja datangnya dari Wawa. Sial kau beruang kutub.

Aku hanya senyam-senyum saja membaca komentar-komentar lain yang rata-rata menanyakan kami pergi kemana. Aku iseng merefresh kolom komentar, ada komentar yang baru saja dikirim Haley dan membuatku gatal untuk mengiriminya chat secara bertubi-tubi. Kampret dasar penguin Alaska malah komen pake emot love, kampreeeetttt. Aku memukul-mukul meja dengan gemas.

Karena bosan aku memperhatikan keadaan sekitar, memperhatikan orang-orang yang hilir mudik membeli makanan, para pelayan yang mengantarkan makanan, yang membersihkan piring kotor, dan lainnya. Aku tidak tahu persisnya berapa lama Zita pergi, tapi belum terlihat lagi batang hidung gadis manis berbaju polo merah itu.

“ Ta, kamu kekunci di kamar mandi?” aku mengirimkan chat pada Zita. Semenit, dua menit, tidak berbalas. Karena takut dikira tidak sabaran aku tidak mengirimi chat lainnya. Karena setelah kuperhatikan aku tidak menemukan tanda penunjuk kamar mandi di area fodcourt ini. Mungkin kamar mandinya jauh, berbeda lantai atau lainnya.

Akhirnya aku mulai mempertanyakan kamar mandi mana yang ia datangi. Lamanya sudah hampir sama ketika aku disuruh untuk menunggu dosen selesai rapat minggu lalu. Katanya 5 menit lagi tapi nyatanya 30 menit kemudian baru selesai. Tapi rasanya ini sudah lebih dari 30 menit. Aku bimbang antara tetap menunggu atau mengirim chat lagi, nanti dikira aku tidak mempercayainya. Tapi kalau ada sesuatu terjadi padanya bagaimana? Duh.

Paula juga tak terdengar kabarnya. Ah, tapi kalau Paula sudah beda acara denganku. Toh dia pasti bersama dengan teman-temannya.

“Duh iki bocah ngendi toh ya??” sungutku karena mulai merasa tidak tenang, walau aku yakin Zita baik-baik saja. Akhirnya aku mengeluarkan earphone dan mendengarkan musik untuk sedikit mengurangi keresahanku. Kantong belanja Zita ditinggal di kursi di sebelahku. Tadi Zita membeli baju atasan baru, bahkan aku tidak bertanya untuk apa. Karena kurasa Zita bukan orang sepertiku yang membeli pakaian baru hanya ketika butuh untuk sesuatu yang penting.

“Den lama ya?” sebuah tangan menepukku dari belakang, aku hampir melompat karena kaget. Zita menduduki kursi di sebelahku, terkandung rasa bersalah di senyumnya.

“Kamu kekunci di kamar mandi apa gimana?” tanyaku sambil melepaskan earphone dan kembali memasukkannya ke dalam tas.

“Ehehehehehe” Zita hanya terkekeh seolah menyembunyikan sesuatu, tampaknya ia membawa sebuah bungkusan kecil namun langsung dimasukkan ke dalam tasnya. Misterius.

Cinta Tak Perlu DeskripsiDove le storie prendono vita. Scoprilo ora