Alasan Sebenarnya

6.6K 507 3
                                    

Selesai mandi aku memandangi kamar Zita sambil mengeringkan rambutku dengan handuk. Kamar sebesar ini bisa dipakai untuk latihan futsal menurutku. Banyak poster-poster yang aku yakin merupakan hasil dari buah karya Zita terpampang di dinding. Dia memang sering diminta teman-temannya untuk membuat desain poster. Aku memandang ke arah tasku, yang sebetulnya penuh dengan koreksian yang harus kukerjakan malam ini. Duh, nasib asdos.

Tiba-tiba mataku tertuju pada 1 ranjang besar yang memang sudah sedari tadi aku lihat, nalarku baru menyadari satu hal. Jadi, nanti gua tidur satu kasur sama Zita??. Lalu dengan bodohnya aku panik sendiri. Hebat.

"Den mandinya udah? Makan yuk?" Zita membuka pintu kamar, dan aku melongo melihatnya yang hanya mengenakan kaus putih tipis dan hotpants super pendek.

"Hah...eh udah......iya ayo ayo..." kesekian kalinya aku gelagapan hari itu. Seterusnya aku hanya berharap imanku dikuatkan melihat Zita dengan pesona memikat alaminya yang seolah moncar kemana-mana.

Setelah menggantung handuk aku berjalan menuju meja makan, Om Satria sudah pulang juga rupanya. Aku masih belum menanyakan dengan apa beliau bisa sampai ke rumah. Kami makan bersama dalam 1 meja. Keluarga Zita hanya ada 4 orang tapi ada 6 kursi pada meja makannya.

"Ayo Den makannya jangan malu-malu ya, nambah lagi nanti" Om Satria mempersilahkanku untuk menambah bahkan di saat aku masih belum mengambil piring.

"Om tadi pulangnya gimana deh Om?" tanyaku tanpa tedeng aling- aling, aku lebih tertarik bertanya tentang bagaimana cara Om Satria pulang, tidak mempedulikan semur kentang yang sudah melambai-lambai ke arahku.

"Ya pokoknya tadi om pulang ke rumah kok Den, hahahaha" duh bapak dan anak sama saja. Apabila ada emot air mata yang bisa mengucur deras muncul ditambah aura suram disekitarku seperti di komik-komik Jepang, itu akan sangat membantu menegaskan ekspresiku sekarang.

"Kak Denden, kuliah di Sastra Indonesia itu susah gak sih?" tanya Paula mendadak, sebentar lagi ia akan melanjutkan studi ke jenjang kuliah memang.

"Ya..dinikmati aja sih, seru kok. Haha"

"Ya seru lah, orang Denden asdos kok. Disayang dosen ya Den? Hahaha" timpal Zita. Om Satria dan Tante Verna ikut menimpali. Menceritakan pengalaman mereka ketika kuliah dulu, ketika bertemu di saat sebuah kompetisi antar fakultas, ketika awalnya mereka saling bermusuhan tapi akhirnya dekat juga. Aku hanya tertawa dan sesekali menimpali, kehangatan keluarga ini sangat terasa.

Selesai makan aku mengangkut piring-piring dan gelas-gelas kotor, seperti kebiasaanku di rumah dan di mana pun aku mencuci semua piring dan gelas kotor tersebut.

"DEEENN!! Gak usah iiihhh besok aja pas bibi dateng" Zita mencegahku membilas piring yang sudah kusabuni.

"Terus ini semaleman di bak cucian terus gitu?" balasku sok sengit.

"Udah ih udah, kesini dulu yuk aku mau minta tolong" seketika kekukuhanku untuk tetap mencuci piring goyah karena Zita memeluk lenganku. Wangi tubuhnya semerbak masuk ke hidungku. Aku pasrah kembali ditarik-tarik oleh Zita. Ia membawaku ke halaman belakang. Ada kolam kecil ketika ia membuka pintu menuju halaman. Aku masih tidak bisa menebak apa yang ingin Zita tunjukkan kepadaku.

Kami berhenti di depan kolam. Aku melihat ada ikan berenang-renang dan...apa itu yang hitam berenang di dasar kolam?

"Ta itu apa dah?" kataku otomatis berjongkok mendekati kolam, mencoba melihat gumpalan hitam yang seperti kumpulan daun tapi bergerak. Kurangnya pencahayaan sangat tidak mendukung keinginanku melihat dengan jelas entah benda apa itu.

"Itu yang mau aku tanyain ke kamu Den, makanya aku ngajak kamu pulang" ujar Zita seraya ikut berjongkok di sampingku.

"Jadi kamu ngajak aku ke rumahmu jauh-jauh cuma buat ngeliat itu ada benda apa di kolammu?" tanyaku dengan ekspresi datar.

"Iya" jawabnya singkat dengan ekspresi polos...tapi manis...

"Untung kamu cantik Ta..." gumamku pelan sambil mengeluarkan senter handphone.

"Apa?" Zita merangsek ke arahku karena tidak mendengar gumamanku.

"Nggaaakk" kataku sok cuek, padahal aku yakin mukaku merah. Aku menyenteri kolam untuk menghindari kecanggunganku. Zita turut memperhatikan dengan seksama ke arah kolam.

"Abis kamu kan ngerti hewan-hewan gini Den. Aku gak tau itu apaan, kemaren kebawa banjir kayanya tau-tau ada disitu" kata Zita memberi penjelasan, akhirnya ia menjelaskan maksud sejatinya mengajakku ke rumahnya bahkan sampai menginap.

"Mentang-mentang aku suka bawa musang ke kampus ya..." jawabku lirih menyebutkan soal Jirot, musang peliharaanku yang sekarang kutitipkan ke temanku yang lain karena aku menginap di rumah Zita.

"Iya, makanya kadang aku gak mau meluk kamu. Entar taunya ada musang menclok minta dipeluk juga kan gak lucu" aku menoleh menatap wajah Zita dengan tatapan tidak percaya. Tidak percaya mendengar pengakuannya, ada saat-saat tertentu bila kami bertemu Zita selalu memelukku entah kenapa. Seketika aku tersadar, jarak antara wajah kami kurang dari sejengkal, jantungku langsung menaikkan temponya.

"Eh ehhm..ada serokan atau apa gak gitu? Kayanya itu kura-kura deh..." aku berdalih menebar pandanganku ke sekitar kolam mencari benda apapun untuk kucelupkan ke dalam kolam.

"Itu ada kayu Den!" Zita menun juk pada sebuah kayu panjang di sampingku. Langsung kuambil kayu itu, kucelupkan ke dalam kolam dan kupakai untuk mencolek terduga kura-kura itu. GREP! Kayu langsung digigit oleh hewan ituyang benar ternyata adalah kura-kura.

"WHOAAAA!!!" teriakku dan Zita spontan karena kaget, lalu kami tertawa bersama.

"Ta itu kayanya kura-kura ganas deh, jenis snapper-snapperan. Hahahahaha. Itu udah berapa lama disini? Ada ikan yang pernah ilang gak? Kalo ada kayanya dimakan dia deh. Haha" jelasku panjang pada Zita yang masih tidak bisa mengendalikan tawanya, ia membenamkan wajahnya ke lenganku masih dengan tertawa.

"Kak kenapaaa????" Paula membuka pintu dengan tergesa-gesa , sepertinya karena mendengar teriakan kami tadi.

"Tuh Ul, kamu punya kura-kura ganas Ul. Haha" rupanya aku sukses membuat Paula bingung.

"Ul itu udah berapa lama kura-kuranya di situ? Kata Denden itu kura-kura"

"Ohh itu kura-kura, udah ada 2 minggu deh kak. Ikan-ikannya malah jadi abis masa kak"

"Ya jelas orang dia makanin ikan. Ada bak kosong gak? Besok pagi kita pindah deh kasian ikannya"

Cinta Tak Perlu DeskripsiWhere stories live. Discover now