Panik

6.3K 475 5
                                    

Waktu menunjukkan pukul 1 siang, aku masih berdua saja dengan Zita. Yah, bertiga sih dengan kura-kura yang membuat geger rumah ini. Bibi yang biasa membantu membersihkan rumah Zita sudah pulang sejak tadi. Tampaknya masih tidak ada tanda-tanda sisa isi rumah akan kembali dalam waktu dekat, bahkan aku sudah memasak skotel makaroni karena Zita mengeluh lapar.

"Aku gak tau kamu jago masak Den" kata Zita sambil menyuap sesendok skotel.

"Ya...gara-gara di kostan gak ada da pur aja makanya males masak" Zita hanya tersenyummendengar jawabanku, aku merebahkan diri di samping Zita yang sekarang sedang mengganti saluran TV.

"Aaa..." lagi-lagi Zita menyodorkan sesendok skotel di depan mulutku.

"Kamu nyuapin aku mulu dah" protesku sambil mengunyah skotel itu.

"Mumpung ada yang nyuapin kan? Emang di kostan ada yang nyuapin?" entah kenapa mukaku terasa berubah menjadi merah hanya karena ucapan ngaconya Zita. Dia kembali menyodorkan sesendok skotel. Duh malah mukaku rasanya tambah merah.

Aku merebut piring dan sendok yang dipegang Zita yang langsung mendapat protesan dari Zita, ganti aku yang menyodorkan sesendok skotel ke depan mulutnya. Dengan cemberut Zita memakan skotel itu. Ada bekas skotel di bibirnya. Spontan aku menyapu bekas skotel itu dengan ibu jariku, namun jemariku tak dengan segera kutarik lagi, pandangan mata kami saling bertemu. Lama. Tak ada suara kecuali presenter berita di TV.

Seperti ada angin yang menyentil dahiku, aku tersadar dan tentu saja langsung salah tingkah. Zita kelihatannya pun begitu, ada semburat merah terlihat pada kulit wajahnya yang hitam manis.

"Kamu gak suka kangen sama papa mama sama adek kamu Den?" tanya Zita memecah keheningan seraya menurunkan volume TV menjadi hampir tidak terdengar.

"Ya gimana ya, kadang suka kangen juga sih. Apalagi pas awal-awal. Tapi kalo dipikir-pikir, deketku sama keluargaku gak kaya deketmu sama keluargamu. " jelasku panjang. Karena memang itu faktanya. Aku lebih banyak bertengkar dengan bapakku karena kami sama-sama keras kepala. Dan aku rasanya lelah menjadi objek yang harus nurut-nurut saja untuk dipersalahkan. Sementara dengan ibuku, aku juga tidak terlalu banyak bercerita kecuali tentang kuliahku. Adikku? Tenang saja kami tidak pernah akur.

"Emang aku keluargaku gimana Den?" tanya Zita lagi, bingung. Mungkin tidak banyak yang menyampaikan hal ini kepadanya.

"Ya..hangat gitu loh Ta. Paham sih jadinya kenapa kamu selalu hangat ke orang-orang" kataku sambil tersenyum, memancing senyum manis Zita untuk juga muncul.

"Ah Denden mah emang paling bisa deh... Aku tuh bayanginnya papa mama kamu selalu baik ke orang-orang, selalu ramah, terus ya gitu deh" seloroh Zita sambil mengambil piring skotel dari tanganku dan mulai menyendok skotel untuk dirinya sendiri.

"Eh....emang bapak ibu gitu sih.." balasku sambil memiringkan kepala, mengingat-ingat bagaimana bapak dan ibu selalu ramah terhadap siapapun.

"Abis kamu kan juga gitu Den" Zita seolah tidak memberiku kesempatan untuk menjawab dengan menyuapiku sesendok skotel.

"Kalo kamu pulang aku mau ikut dong"

"Hmmh??" aku tak sanggup menjawab karena mulutku masih penuh dengan skotel.

"Boleh, aku kenalin sama bapak ibu entar, haha"

BUK! Zita memukulku dengan bantal kecil yang ada di sofa. Aku melotot bingung.

"Ah Den kesannya jadi kaya mau ngenalin ke calon mertua gitu deh" ujar Zita sambil tertawa. Kepikiran ya dia sama begituan, batinku.

"Terus ini aku lagi nginep di rumah calon mertua gitu?" balasku spontan, tawa Zita makin bertambah, ditambah wajahnya mulai memerah. Sepertinya mukaku juga mulai berubah warna.

"Skotelnya abis, ambil lagi ya" kata Zita sambil bangkit berdiri, ucapanku barusan diabaikan seperti biasa. Aku hanya mengangguk dan mengambil remot TV. Tahu-tahu Zita kembali lagi, menunduk, mencium pipiku lalu kembali berjalan ke dapur. Terang saja aku hanya melongo memandangi punggungnya yang semakin tidak terlihat seiring ia memasuki dapur.

Tak lama ia kembali ke ruang tamu dengan ekspresi seolah siap mengutarakan sesuatu, baru saja ia menempatkan diri di sebelahku, terdengar bel pintu berbunyi.

"Oh shit" umpatan kecilnya bisa kudengar jelas "Bentar ya Den" aku hanya mengangguk, Zita berjalan menuju pintu. Menemui tetangganya yang sepertinya mengajak Zita untuk ke rumahnya.

Zita tergopoh-gopoh kembali ke dalam rumah, mengambil amplop di atas lemari dan menghampiriku.

"Baby, wait for a minutes please I have to do some business with my neighbor. Harusnya sih papa yang ngurus tapi papa belum pulang" aku hanya menyeringai lebar sambil mengangkat jari jempolku. Zita tersenyum kecil seolah penuh rasa cemas dan kemudian berjalan keluar rumah. Paling tidak dia sudah tidak menggunakan hotpants yang membuat imanku runtuh semalaman.

Sepi. Baru aku menggila.

"Anjir gua dicium anjir anjir anjir anjir anjir" aku menenggelamkan muka ke bantal. Kucari handphoneku, kucari nama Haley di kontakku. Tanpa pikir panjang kutelpon dia, 4 kali nada tunggu berbunyi akhirnya diangkat juga.

"Halo..."

"HALEY!!" tanpa sadar aku berteriak ketika mendengar suara Haley dari seberang sana.

"BUSET DEN GAK USAH TERIAK-TERIAK!!" balas Haley tak kalah tinggi.

"Maaf maaf. Gua panik coooyyyy!! Paniiiikkk"

"Hah kenapa-kenapa???! Tenang dulu!! Lu masih di rumah Zita??? Kenapa-kenapa??"

"Panik oyyy Haleeeyyy buseeett" aku mulai berjalan bolak balik ruang tamu-dapur tanpa kusadari.

"Iya kenapa? Tenang dulu Den! Demi apapun! Tarik nafas! Tenang!" kuikuti saran Haley, tetibanya aku merasa lemas dan bersender pada tembok lalu berjongkok. "Udah? Kenapa beb? Lu masih di rumah Zita?"

"Iya"

"Terus?"

"Zita lagi keluar rumah"

"Oke makanya lu nelpon gua. Yang lainnya?"

"Sama, lagi keluar rumah juga"

"Nah oke sekarang lu bisa cerita dengan bebas, tapi tenang! Kenapa Den?"

"Aduh.. Haley... Sumpah.."

"Iyee lama bet lau langsung aje gak usah kebanyakan ini itu" logat Betawi Haley keluar karena gemas denganku yang tidak langsung pada intinya.

"Barusan gua dicium Zita... Dan tadi pagi gua nyium dia" aku membenamkan wajahku diantara kedua lututku.

"WHAT??!! OH MY GOD YOU DID WHAT SHE DID WHAT???!!" tiba-tiba Haley berteriak dengan histeris membuatku menjauhkan handphoneku dari telingaku

"Anjir sekarang elu yang panik!"

"Bukan bego! Gua seneng yeeee anjir akhirnya ada kemajuan luuuu"

"Mana kemajuaaann" aku menggeleng-gelengkan kepala.

"Itu namanya kemajuan beb! Sumpah! Btw cium apa? Bibir?!"

"Noooo! Zita nyium pipi gua"

"OMG! Lu juga nyium pipinya tadi pagi?"

"Nggak...jidat..."

"....."

"Haley?" panggilku, karena sepintas tidak terdengar suara.

"Ayam lu dasar. Oke. Tembak Den, langsung. Sumpah"

"Sekarang??"

"Iye sekarang dasar ayaaammm!!" sungut Haley. Baru saja aku bangkit berdiri aku mendengar suara Zita membuka gerbang, tak lama ia membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.

Cinta Tak Perlu DeskripsiWhere stories live. Discover now