Nyetrum

6.6K 500 7
                                    

Jam 4 pagi aku terbangun, Zita sepertinya sudah terjaga sejak tadi namun tidak beranjak dari kasur. Ia sibuk membalas chat-chat yang masuk ke handphone-nya sepertinya. Menyadari aku juga sudah terjaga, ia menolehkan kepala ke arahku, tersenyum dan membelai kepalaku. Aku balas tersenyum, jauh di dalam hatiku aku merasa senang ketika Zita membelai atau mengelus kepalaku. Terasa lembut dan menentramkan hati. Kemudian ia kembali sibuk dengan handphonenya. Aku beranjak ke kamar mandi untuk menuntaskan panggilan alam.

Di kamar mandi otakku berputar cepat, memikirkan setelah ini aku harus apa. Kalau sedang menginap di rumah orang pasti aku selalu bingung harus melakukan apa. Ditambah sekarang aku ada di rumah Zita, keluar dari pintu ini aku harus 'menghadapi' Zita. Lagi-lagi aku bingung harus berlaku seperti apa.

Aku menghela nafas dan membuka pintu kamar mandi yang ada di dalam kamar Zita ini, terjadilah sesuai apa yang seharusnya terjadi. Zita masih tak beranjak sama sekali dari tempatnya tadi, hanya saja selimut sudah disingkapkannya. Kakinya yang jenjang terlihat dengan jelas. Dengan langkah yang konyol aku duduk di atas kasur di samping Zita. Ia tersenyum seraya menoleh ke arahku.

"Mau mindahin kura-kuranya sekarang?"

"Yakali. Aku gak mau salah pegang terus digigit Ta, sumpah" aku berpura-pura mau menggigit lengan Zita, kontan saja Zita tertawa dan berusaha menghindariku. Baru kemudian aku menyadari..kenapa cara bercanda kami macam orang pacaran...

"Yaudah mau ngapain sekarang?" tanya Zita masih dengan tersenyum. Aku merasakan keambiguan di dalam kata-katanya.

"Ngoreksi nilai, uhuy" tumpukan kertas di meja memanggil untuk dikoreksi.

"Ih!" aku segera menoleh ke arah Zita yang langsung memasang wajah cemberut. "Masih pagiiiiiiiii!!" Aku tidak membalas barang sepatah kata, hanya memamerkan gigi-gigiku lalu duduk di kursi dan mulai mengoreksi nilai.

Zita mencharge kembali handphone-nya dan berdiri di belakangku lalu mengacak-acak rambutku. Aku sok cuek, karena memang tanggung. Tinggal 3 koreksian lagi danpekerjaanku selesai. Zita masih tidak beranjak dari tempatnya, tampaknya memperhatikan bagaimana aku dengan sesuka hati membulatkan kata-kata yang salah ejaannya, tidak pada tempatnya, dan sebagainya. Ketika semua koreksian selesai Zita langsung menarik lenganku, spontan aku terkejut.

"Temenin"

"Ke?"

"Ke pulau mimpi lagi!" aku tertawa, rupanya anak ini masih mengantuk. Tapi untuk apa harus mengajakku tidur juga...... Pikiranku yang melayang-layang membuat detak jantungku kembali tidak teratur.

"Kamu gak kedinginan apa pake celana pendek sama kaos tipis gitu?" tanyaku sok berani, secara aku memang belum pernah melihat Zita berpakaian seperti ini sekalipun di kostannya.

"Nggak dong, kan aku selalu anget. Hahaha, percaya gak?" selorohnya sambil merentangkan tangan, maksudnya apa...? Minta dipeluk kah?

"Percaya lah..." kataku sambil menyenderkan tubuhku yang sedari tadi memunggungi Zita ke tubuhnya, ia tertawa kecil lalu menyenderkan tubuhnya ke kepala kasur yang mentok dengan tembok setelah menerima tubuhku.

"Santai aja Den gak usah tegang" kata Zita yang tangannya sudah dikalungkan di perutku.

Gimana gak tegang, deg-degan gua kampret. Rutukku dalam hati. Akhirnya aku berusaha rikeks, Zita kembali tertawa kecil. Meski nafasku mulai naik turun aku merasakan kenyamanan yang luar biasa. Aku yakin kasur dengan kualitas dan harga paling mahal sekalipun tidak ada yang menyamai nyamannya bersandar pada dekapan tubuh Zita.

"Pusing gak sih jadi asdos?" tanyanya lembut dengan nada yang penuh kehati-hatian.

"Inget gak waktu kamu ketemu aku minggu lalu, waktu kamu bilang mukaku kusut banget?"

"Oh yang di depan fotokopian? Iya kenapa?"

"Itu aku abis dimarah-marahin dosen-dosen gara-gara salah ngasih softfile ke percetakan buku. Padahal aku cuma dikasih flashdisk terus disuruh ke percetakan. Ya memang salahku sih gak ngecek isi flashdisk-nya. Tapi kalo pun dicek juga aku gak tau kan itu isinya bener atau nggak"

"Ya ampuunn terus gimana?" ujar Zita sedikit menggoncangkan tubuhku.

"Ya aku dimarahin, hahaha. Keluar dari kantor ya langsung ketemu kamu itu"

"Ya ampun Deenn terus gitu-gitu kamu gak mau cerita. Kan aku bingung ini anak kenapa suram banget auranya. Ditanya kenapa gak jawab. Diajak makan baru bisa ketawa lagi" seloroh Zita panjang, baru paham dengan apa yang terjadi sebenarnya.

"Sebetulnya mah aku bisa ketawa lagi bukan karena kamu ajak makan" kataku sambil mengumpulkan keberanian untuk mengucapkan kata-kata selanjutnya.

"Loh terus?"

"Karena dipeluk sama dipuk-puk sama kamu Ta makanya aku bisa ketawa lagi. Hahahaha" tawaku terdengar canggung, takut mendengar reaksi jawaban dari Zita yang sepertinya mematung.

Tidak ada jawaban, tapi tangan kirinya kembali membelai kepalaku dengan lembut. Aku ikut terdiam. Tangannya melonggar, aku menarik tubuhku pelan. Merasa suasana tiba-tiba menjadi dingin, salah kah bicaraku tadi? Terlalu blak-blakan kah? Bahkan aku tidak berani menatap wajah Zita.

"Den" panggil Zita, aku menoleh perlahan, ia langsung memelukku. "kamu itu nyetrum deh" sesaat aku bingung dengan pernyataan Zita barusan.

"Nyetrum?" pertanyaanku tak berbalas. Malah ia menempelkan pipinya ke pipiku, wangi rambutnya kembali semerbak, jantungku serasa mau copot karena berdetak terlalu keras. "Tadi katanya pengen tidur lagi?"

"Iya" jawabnya singkat, tidak melepas pelukan tapi malah mengayun-ayunkan badannya sehingga badanku ikut terbawa, membuaiku ke rasa yang paling nyaman.

"Yaudah tidur" kataku sambil memutar badan secara perlahan dan merebahkan tubuhnya ke kasur. Ia masih tidak melepas pelukannya, aku menahan diri agar tidak menindihnya. Perlahan ia baru melonggarkan tangannya, menatapku dengan tatapan yang aneh. Seperti ada yang ingin disampaikannya tapi tidak terucap. Aku tidak mempedulikan jantungku yang terus berdebar, aku mendekatkan wajahku ke wajahnya dan mengecup dahinya. Setelahnya aku langsung merebahkan tubuhku disampingnya dan memejamkan mata.

Cinta Tak Perlu DeskripsiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang