dua puluh dua

923 58 0
                                    

a/n

mungkin ada yang bingung kenapa chapter dua puluh satu nggak bisa dibaca/dibuka padahal ada notifikasi update. Chapter dua puluh satu sampai selesai kemungkinan akan saya private. Hanya bisa dibaca oleh followers. Jadi, kalau masih mau tetap baca, ya silahkan follow saya.

Kalau sudah follow, tetapi masih nggak bisa dibuka, coba refresh lagi app/web nya. Log out lalu log in lagi. setelah itu, chapter dua puluh satu pasti muncul.

Kalau berkenan, tolong juga di-vote, memang saya tulis Arga dan Senja dari rasa iseng, tetapi tidak ada salahnya kan meminta apresiasi?

Terima kasih, selamat membaca.

***

SENJA

Senja berulang kali mengumpat dalam hati ketika Ia dihadapkan situasi genting seperti sekarang. Ia baru saja kembali ke sekolah, dari LBB. Dan jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul setengah 6 sore. Ah, harusnya Ia tadi tidak usah repot-repot kembali ke sekolah hanya karena sebuah buku tulis.

Jika saja besok tidak ada pengambilan nilai portofolio Biologi, Ia tidak akan mau menempuh jarak kembali ke sekolah. Hal tersebut sudah membuat waktunya terbuang tersisa, dan juga uang sakunya terkuras. Senja mengerang sebal sambil mendudukkan diri ke bangku halte. Hari ini sepertinya Ia terpaksa menggunakan bus kota dan bukannya angkot.

"Bareng aku aja, mau nggak?"

Senja sontak menoleh ke arah sumber suara. Hampir terjungkal jatuh dari tempat duduknya, karena tidak percaya dengan apa yang kini sedang dilihatnya. "Nggak usah," jawab Senja kemudian.

"Udah jam setengah 6. Nggak aman kalau kamu naik angkutan umum sendirian jam segini."

"Selama ini juga aman-aman aja."

Penghasil suara tadi menghela napas panjang, dan memutuskan untuk duduk di sebelah Senja. Membuat cewek itu menggeser tempat duduknya sehingga kini ada jarak di antara mereka.

"Terserah lah kalau kamu masih marah. Tapi, pulangnya bareng aku, ya? Nggak usah ngomong sama aku sepanjang perjalanan, juga nggak papa. Yang penting aku tahu kamu selamat sampai tujuan."

Senja menoleh, menatap wajah seseorang yang akhir-akhir ini selalu Ia hindari. Arga menyunggingkan senyum yang terlihat lelah. Setelah Senja amat-amati lagi, cowok itu terlihat lebih pucat. Lingkaran hitam di bawah matanya juga semakin ketara.

***

ARGA

Arga kesulitan menahan senyumnya ketika Senja sudah duduk di sampingnya di dalam mobil. Cewek satu ittu akhirnya meruntuhkan pertahanannya dan setuju untuk pulang bersama.

"Akhir-akhir ini capek terus, ya, Ja?"

"Hm."

"Jangan lupa istirahat yang cukup, ya."

Senja tidak menjawab.

"Makannya juga. Kamu kan suka lupa makan."

"Ya." Senja menjawab singkat. Setelah ada hening yang menengahi mereka selama beberapa saat, Senja melanjutkan. "Kamu juga."

Arga tersenyum makin lebar.

"Jangan anter pulang ke rumah," ucap Senja. "Ke Rumah Sakit Kasih Ibu."

Arga memutar setirnya dan mengambil jalan yang berbeda dengan jalan yang menuju ke rumah Senja. "Kenapa? Siapa yang sakit?"

Selama ini—selama Arga dan Senja dalam masa perang dingin—Arga tidak pernah berhenti mengawasi Alvin. Bahkan kini, lebih perhatian dari sebelumnya. Cowok itu menghabiskan waktu hampir setiap hari dengan adiknya. Mengerjakan buku latihan soal Ujian Nasional sambil mendengarkan Alvin bercerita tentang teman barunya, menyalin catatan Fisika Rama sambil menemani Alvin menikmati makan malam, atau se-simple membaca buku Biologi sambil menemani bocah kecil itu hingga tertidur. Mengenai orang tua asuh yang, cepat atau lambat, harus segera ditemukan, Arga belum siap. Ia belum bisa tidak bertemu adik kecilnya itu barang sehari-dua hari.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang