19 - hancur

3.8K 676 234
                                    

sekarang sudah memasuki jam pelajaran kedua, dimana bukan pelajaran bu rini lagi melainkan bu alvi. aku mengelap airmata yang masih tersisa di pipiku kilat, lalu kembali ke kursiku.

aku berjalan kearah kursiku sambil menunduk, cukup sudah aku menjadi tontonan kelas hari ini. aku merasa malu pada diriku sendiri.

BRUK!

aku menabrak seseorang yang sedang berjalan dari arah berlawanan, aku mengangkat kepalaku melihat kearah wajahnya. mengetehui siapa yang baru saja aku tabrak, aku tersenyum lemah.

"v-vi, lu--"

"berantakan? hancur?" potongku saat gege baru saja ingin melanjutkan ucapannya.

iya, yang aku tabrak adalah gege. gege menganga sedikit melihat jawabanku yang tampaknya sangat pasrah. aku yang tidak merasa mendapatkan respon lebih akhirnya lebih memilih untuk berjalan lagi, tapi pada saat itu juga gege menarik tanganku, lalu membawaku kedalam pelukannya.

"gua bakal selalu ada buat lu, vi. tenang aja." dengan itu, gege mendaratkan bibirnya di keningku. aku memejamkan mataku menikmati kecupan singkat itu.

terasa salah, tapi entah bagaimana, juga terasa benar.

• • •

"bersiap! memberi salam!" ucap ketua kelas kami. ini sudah jam pelajaran terakhir yang berarti kami akan pulang sekarang.

"selamat siang, bu! terimakasih, bu!" ucap kami serempak yang dibalas dengan senyuman lembut dan sapaan balik darinya.

murid-murid langsung berhamburan keluar kelas. aku membereskan buku-bukuku kedalam tas, sedangkan calum di sebelahku hanya diam sambil menatap kosong ke depan. ngomong-ngomong, calum memang sudah kembali lagi ke kelas saat jam pelajaran bu alvi.

setelah selesai memasukkan semua bukuku, aku mendengar calum yang mulai membuka pembicaraan setelah sedaritadi kami hanya berdiam-diaman karena tidak tau apa yang harus dibicarakan setelah kejadian tersebut. dan entah kenapa, karena kejadian tadi, aku sama sekali tidak ingin berbicara dengan calum.

"a-avi, gua--"

"save your words, hood." ucapku dengan tatapan tajam kearah dua matanya yang sedang menatap kedua mataku lemah. tersirat perasaan bersalah yang sangat besar dimatanya.

"aku ngehancurin semuanya kan, vi?" ucal calum pelan yang kemudian membuang mukanya dariku, lalu menatap kosong kedepan lagi. ia sempat terdiam sebentar sebelum akhirnya berkata lagi.

"aku ngehancurin semuanya kan, vi? iya kan?!" teriak calum kencang sambil menggebrak mejanya. ia menendang mejanya sampai jatuh kebawah dan menimbulkan bunyi yang kencang. tidak puas dengan itu, ia berdiri lalu melempar kursi kesana kemari mengeluarkan emosinya, beruntung kelas sudah tinggal kita berdua.

aku menggelengkan kepalaku pelan sambil menggigit bibir bawahku ketakutan. seluruh badanku bergetar, dan dengan itu aku merasakan airmataku yang mulai berjatuhan lagi.

"ca-calum." panggilku pelan, aku merasa tenggorokanku yang sangat kering membuatku susah untuk berbicara.

"kenapa juga gua mikir lu masih mau ngomong sama gua, setelah apa yang gua lakuin ke lu? kenapa jing, kenapa?!" calum mengoceh lagi sambil menendang-nendangi semua objek yang dilihatnya. melihatnya hancur seperti itu sama saja menambahkan sakit di hatiku.

aku memberanikan diriku untuk berjalan kearah calum yang kurasa masih diambang emosinya. calum masih tetap menendang-nendang semua benda yang ada.

aku bisa melihat jelas kalau calum sangat hancur, aku bisa melihat dari wajahnya yang sangat memerah, airmata yang terus berjatuhan dengan deras, rambutnya yang berantakan tak teratur, ia sangat-sangat hancur.

aku berjalan kearah depan calum, menyesuaikan sebisa mungkin sehingga aku bisa berhadapan dengan calum. saat calum merasa aku yang ada di depannya, ia berhenti. aku hanya mendengar suara tangisan yang keluar dari mulut calum, ia sedikit menundukkan kepalanya, tapi aku masih bisa melihat jelas wajah calum.

aku memegang dagunya dengan jari telunjuk dan ibu jariku, aku mengangkat wajahnya pelan agar ia bisa bertatapan langsung dengan mataku.

sakit, rasanya hatiku ditusuk beribu-ribu jarum saat melihat tatapannya yang sangat lelah. ia hancur, ia berantakan, ia tidak tau harus apa, itu semua bisa langsung terlihat ketika aku melihat matanya. aku memindahkan posisi tanganku menjadi menangkup kedua pipinya.

"aku selalu ngehancurin semua yang ada di deket aku, vi. aku ngehancurin semuanya vi, semuanya." ucap calum lemah sambil menatap kedua mataku, air mata terus berjatuhan di pipinya, membuatku dadaku semakin sesak, aku bahkan sulit bernafas karena hatiku yang sangat sakit.

"tapi kamu gaperlu ragu soal aku sayang sama kamu atau enggak. karena jawabannya udah pasti sayang, vi. kamu tau itu." calum berbicara lagi, ia menegaskan kata-kata 'sayang' saat mengucapkannya.

aku tidak bisa menjawab apa-apa selain menangguk lemah kearah calum. aku sama hancurnya dengan calum sekarang, aku dan calum sama-sama tidak bisa berpikir jernih.

"aku sayang ka--" aku memotong ucapan calum dengan melumat bibirnya, bibir kami saling beradu satu sama lain. bukan, bukan ciuman yang penuh gairah, melainkan ciuman yang lembut, yang membuatku ingin melakukannya setiap saat.

tapi kemudian aku sadar, kalau aku tidak bisa semudah ini memaafkannya. aku juga sama hancurnya dengannya, aku tidak bisa langsung begitu saja kembali lagi pada calum. pada akhirnya aku tau kalau kita berdua butuh waktu untuk menenangkan diri masing-masing.

aku menarik bibirku cepat, lalu menatap kearah calum yang menatapku dengan tatapan kecewa, setelah itu aku pergi melewatinya tanpa berucap sepatah katapun, sebelum aku benar-benar pergi, ia berkata.

"vi, walaupun kalo nantinya kamu bakal benci sama aku. aku bakal tetep sayang sama kamu kayak hari pertama aku jatuh cinta sama kamu, aku bakal tetep sayang sama kamu, vi. jangan pernah ragu sama cinta aku. "

pada akhirnya kita semua tau, kalau kata 'sayang' dan 'cinta' bukanlah sebuah kata yang dipergunakan untuk main-main.





heelllaa
enggak kok belom baikan, hehe :)
vomments ya

sekelas [cth]Where stories live. Discover now