The Truth

575 62 1
                                    

Key terhenyak saat Ariz menyatakan bahwa Hariz adalah kakaknya.

Jadi selama ini Hariz tu punya kembaran? Kok dia gapernah cerita?

Ariz yang sedari tadi memperhatikan Key yang wajahnya berubah 180° mulai berbicara lagi. "Sya.. Jangan disini deh. Cape jongkok."

Key hanya mengangguk lalu bangkit berdiri dan melangkah menjauhi makam Hariz dan mengikuti Ariz.

Mereka duduk di salah satu bangku yang dulu pernah diduduki ia dan Gladys.

Ariz memperhatikan tangan kiri Key yang tercetak darah kering. Ia menyentuhnya lalu berdiri. "Lo diem disini dulu." dan ia pergi meninggalkan Key.

Key hanya diam mematung dan menuruti perkataan Ariz untuk tetap duduk disana.

Beberapa menit kemudian, Ariz datang sambil membawa kantung plastik yang isinya betadine, kapas, dan plester.

Ariz langsung mengobati tangan Key. Key pun hanya diam dan sedikit meringis karena rasa perihnya menjalar saat Ariz menempelkan kapas yang sudah diteteskan betadine ke bekas infusannya.

Setelah menempelkan plester, Ariz membereskan peralatannya. "Lo gila atau gimana si? Kalo infeksi gimana?"

"Lebih gila lo, meluk cewe yang baru lo kenal." Key menekan kata meluk.

"Yaela, cemburu ya? Gue refleks. Gabisa liat cewe nangis."

Key memutar bola mata kesal. "Pret."

"Udah kali cemburunya." Ariz terkekeh saat melihat Key memalingkan wajahnya.

"Udah buruan katanya mau jelasin semuanya?" Key langsung to the point karena ia tak suka bertele tele.

"Oke, mau mulai dari mana?" Ariz membetulkan letak duduknya menjadi menghadap Key.

"Hariz abang lo? Kok gue gapernah tau? Gue udah temenan sama dia pas SMP, tapi kenapa baru tau kalo dia punya kembaran?" Key juga merubah posisi duduknya.

"Iya Hariz abang gue. Kita cuma beda 5 menit. Kek upin ipin gitu lah. Soal lo gapernah tau itu karena gue ada di Aussie. Emang dia gapernah cerita? Wah parah." Ariz berdecak.

"Terus kenapa lo menyamarkan nama jadi Z segala?"

Ariz mengehembuskan nafasnya. "Abang gue yang nyuruh. Katanya diumpetin dulu identitasnya. Nanti kalo udah waktunya mah gue bakal cerita. Kek sekarang."

"Terus kenapa kemaren lo tiba tiba cuek?" Key menatap Ariz yang kini menunduk.

"Gue suka sama lo Key. Dan gue tau kalo lo anggep gue Hariz kan? Makanya gue pengen liat, lo sebenarnya anggep gue itu Hariz atau Ariz."

Jantung Key berdetak sangat cepat seperti habis berlari. Nafasnya pun tercekat. "Lo-- suka sama gue?"

"Iya. Dari awal pas abang gue ngasih tau foto lo ke gue pas video call dulu. Gue udah tertarik sama lo. Apalagi dia sering ceriya tentang lo. But, gue kan gak kenal lo. Makanya pas abang gue ngirim email yang isinya nyuruh gue kesini buat hibur lo, gue seneng banget." Ariz tetap menunduk tak ingin menatap Key.

"Hariz udah punya firasat kalo dia--"

"Bisa dibilang begitu." Ariz memotong cepat.

"Yaudah itu penjelasannya. Lo boleh benci sama gue kok. Gue udah siap nerima konsekuennya" Ariz bangkit dan ingin berjalan pergi. Namun cekalan tangan Key membuatnya berhenti.

"Ya?"

"Gue juga suka sama lo."

×××

When? (#2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang