TMRC - Dua Puluh Tujuh - Di sini... Baik-Baik Saja

Start from the beginning
                                    

"Ceroboh sekali!" omel Mark. "Bagaimana bisa kau melupakan hal sepenting ini?" Dia melepas sarung tangan yang dipakainya dan menyerahkan pada Gebi. “Pakailah."

Gebintang melirik tidak berminat. "Tidak perlu. Kau pakai saja. Aku belum butuh," tolaknya tegas.

 "Itu kode" seru Mark dengan seringai jahil. "Aku tau kau meminta aku yang memakaikannya untukmu, kan?" goda pria itu seraya menarik tangan Gebi dari persembunyian. Dia coba memakaikan untuk Gebi.

Percobaan itu ditangkis Gebi. Direbutnya sarung tangan itu. "Biar aku saja," katanya, "kau pikir aku sudi melakukan adegan yang berpotensi membuat muntahku berceceran di jalanan?"

Mark terkekeh lalu menepuk-nepuk kepala Gebi. "Good girl. Itu baru pacarku."

Gebi tak menggubris. Sudah terlalu biasa dengan candaan Mark. Hampir setiap hari pria itu terus menggodanya seperti ini. Mark adalah teman kampus dan juga rekan dari kelas Fellowship. Gebi mengenal Mark karena mereka sama-sama mengambil tiga kelas yang sama sekaligus yaitu Multimedia Journalism, Broadcast Journalism, dan Radio Tv journalisme. Mark adalah pria berkebangsaan Inggris tapi bukan dari kota Bournemounth.  Ia berasal dari Derbyshure, Edensor. Sebuah desa terpencil di Inggris.

"Sayang kau makan apa?" tanya Mark di sela-sela langkah mereka membelah jalan menuju gerbang kampus.

Gebi menusuk-nusuk hidungnya yang perih saat bernapas karena udara di awal musim dingin yang sangat menusuk. Mungkin kalau disuruh memilih, bakso adalah makanan pertama yang terlintas di kepala Gebi saat ini. Namun, cepat-cepat ia menepis dari pikirannya. Bagaimana mungkin dia mendapatkan makanan Indonesia di tempat ini? “Apa pun yang hangat dan berkuah," cetusnya.

"Chineze food?" usul Mark.

Gebi menyetujuinya dengan anggukan kecil. Saat beberapa langkah lagi masuk ke sebuah restoran Cina, Gebi terlihat memikirkan sesuatu. Ia lantas berhenti. "Mark?"

"Ada apa?"

"Bisakah kita mengganti menu makan malam kita?"

Kerutan-kerutan muncul di dahi Mark. "Memangnya kenapa?

Gebi memeriksa arloji. "Aku masih punya waktu satu setengah jam lagi sebelum bekerja. Bagaimana kalau kita ke apartemenmu saja? Aku akan memasakan kau masakan Indonesia," tawarnya besemangat.

Mark hanya mengangguk menuruti termasuk juga menemani Gebi berbelanja bahan untuk memasak dan juga membayar belanjaannya dengan suka rela.

***

Dari balik meja makan, Mark sesekali menutup hidung karena mencium bau menyengat di dapur apartemennya. Dalam hati dia bertanya, benda apa sebenarnya yang di masak gadis itu? Kenapa baunya sangat mengerikan? Dia tidak yakin umurnya akan bertahan lebih panjang selepas mengkonsumsi itu. Tapi semua rasa sangsinya itu ditepisnya jauh-jauh. Mark berusaha terlihat biasa di depan Gebi yang sangat excited memasak untuknya.

"Bagaimana aromanya?” Gebi penasaran.

"Luar biasa!" puji Mark menahan muntah yang sudah menggaruk-garuk kerongkongannya. "Kurasa makananmu akan lezat!" Mark berusaha terdengar setulus mungkin.

"Tentu saja. Ini namanya Soto."

"Soto," beo pria itu. Dan Gebi terbahak mendengarnya. Aksen British-nya terlalu kental dan sangat aneh saat menyebut penggalan kata dalam Bahasa.

Dua mangkuk soto sudah disajikan Gebi. Mereka berdua duduk berhadapan di meja makan kecil tersebut. Gebi menghirup sebentar sebelum melahap sotonya sementara Mark terlihat sangat tertekan seperti dipaksa akan memakan bangkai bekicot yang sudah difermentasi ratusan tahun.

The Marriage Roller CoasterWhere stories live. Discover now