TMRC - Enam belas (Seseorang)

36.3K 3.4K 313
                                    

Orang lama di cerita ini, pasti sudah sering dengar aku bilang kalau cerita ini kutulis pas aku masih SMA. Haha. Kelas 1, mungkin. Dan karena waktu itu belum punya laptop, jadi tulis di dalam buku catatan. Itu udah lama sekali. Bertahun-tahun lalu. Pas kuliah, aku langsung ngetik ulang di laptop :D

Jadi, baca cerita ini, bikin aku agak bergidik. Beberapa hal sudah nggak relate. Banyak sekali yang berubah dan bertentangan dgn prinsip menulisku juga. Banyak paham yg sudah nggak kupakai lagi. Banyak candaan yg mungkin waktu itu lucu, sekarang bisa dianggap rasis. Pokoknya banyak yg berbeda.
Bahkan sesederhana cara berkomunikasi Gebi Kaffi yg waktu itu aku tulis msh pakai SMS, skrg ke WA 😂
Kuharap kalian masih enjoy. Dan kalau ada yg protes bbrp hal, sepertinya aku malas buat ladenin.

Omong2, beberapa part lagi, aku udah berhenti post dan langsung mau upload ebook-nya di Google Play Book. Tapi, yang mau cepat, kalian bisa mesen di aku juga ebook-nya.

Tapi, aku penasaran satu hal: kalau aku bukukan ini, masih ada yg mau beli fisikknya nggak, sih? Dia akan tebel banget. Bisa2 jadi dua😂


****

Gebi memutuskan untuk keluar kamar. Begitu berjalan melewati tangga utama yang terhubung ke lantai dua tempat diadakannya pesta peresmian, Gebi mendengar suara riuh dan alunan musik. Penasaran, diberanikan diri mengecek keadaan di bawah. Dia turun melewati beberapa anak tangga dan menyapukan pandangannya ke dalam ruangan yang sudah penuh itu. Banyak orang terkenal di sana—maksudnya yang Gebi kenal dari televisi. Seperti artis-artis, pejabat penting, seniman-seniman, juga kaum sosialita dan para pengusaha. Gebi menangkap sosok Kaffi, besama Keiko dan para kliennya yang terkenal.

"Dia bahkan tidak memakan apapun. Awas saja kalau pulang nanti dia merepotkanku," cibir Gebi. 

Sebuah tepukan di pundak membuat Gebi terlonjak kaget. Pelakunya Justin. Pria itu bersama beberapa orang, lalu dengan israyat, dia meminta mereka turun lebih dulu.

"Sedang apa kau di sini?" tanya Gebi, sewot.

Justin tersenyum. “Harusnya aku yang tanya, kenapa kau berdiri di sini seperti pencuri? Apa kau menguntit suamimu?"

"Bicara apa kau ini?"

Justin terkekeh pelan lalu mengamati penampilan Gebi. "Kenapa tidak ikut bergabung? Cepat ganti bajumu, bergabunglah dengan suamimu."

"Tidak!" tolak Gebi. "Aku tidak bisa."

"Kenapa?"

"Aku tidak punya baju resmi. Maksudku, aku lupa membawanya."

Pria itu terdiam sejenak. Tampak berpikir. "Kalau begitu, ayo ikut aku." Tanpa aba-aba dia beranjak. Membiarkan Gebi mengekor dengan bingung.

Mereka sampai di sebuah ruangan. Mata Gebi terbelalak kagum. Ada banyak sekali pakaian dan aksesoris di sana.

"Ini apa, Just?" tanya Gebi tidak bisa menyembunyikan penasarannya.

"Ini wardrobe untuk model-model yang bekerja di agensi ibuku. Hari ini, mereka akan jadi bagian dari pameran koleksi terbaru brand pakaian kakakku.” Pria itu membuka tangannya, mempersilakan. “Kau boleh memilih sesuatu yang bisa kau pakai."

"Jangan konyol, itu bukan punyaku. Aku bisa dikira pencuri."

Justin tertawa kecil. "Pencuri? Ada ribuan baju di sini. Tidak ada yang bisa mengenalinya. Lagi pula, siapa yang berani menuduhmu pencuri kalau aku yang menyuruhmu?"

The Marriage Roller CoasterWhere stories live. Discover now