TMRC - Lima belas (Beda)

32.4K 3.6K 228
                                    

"Aku senang Kaff, bisa menghiburmu dan juga teman-teman SIALANMU ini! Dan aku juga senang jadi badut dalam hidupmu, jadi ... kau puas sekarang, Kaff?"

Gebi berbalik meninggalkan mereka.
"Gebintang?" cegat Justin. Nyaris saja dia mengejar Gebi. Namun, Kaffi menahannya. Laki-laki itu memberi kode biar dia saja yang mengejar.

"Susul dia Kaff," suruh Keiko.

"Aku tau. Kalian tunggu di sini."

Kaffi mengekori Gebi. Wanita itu berjalan dengan cueknya. Sepertinya dia sudah menemukan kembali rasa percaya dirinya. Gebi tidak peduli pada tatapan-tatapan aneh orang-orang. Kaffi menjaga jarak beberapa meter di belakang. Mata itu terus mengawasi punggung kecil milik istrinya yang sekarang—tanpa rasa malu—masuk ke dalam Casino yang sontak membuat dirinya menjadi pusat perhatian.

"Apa? Kenapa kalian menatapku?" bentak Gebi, galak. "Apa aku lebih menarik dari mesin judi?"

Orang-orang itu sontak mengalihkan tatapannya ke arah lain. Gebi tidak peduli lagi. Sudah terlalu banyak kejadian hari ini yang membuatnya kehilangan rasa malu. Persetan dengan harga diri! Lagi pula, tidak ada yang mengenalnya. Dan, tidak ada nama baik yang harus dia jaga, bukan? Peduli setan dengan Kaffi dan nama baik pria itu. Toh, tidak banyak yang tahu siapa Gebi sebenarnya. Kenapa dia harus repot-repot menjaga sikap?

Gebi berpindah ke gedung sebelah. Perut kecilnya dielus karena mulai minta-minta diisi. Itu semua karena aroma gurih yang menyeruak dari dalam sana. Ia mendadak lapar. Huruf-huruf yang tergantung di atas menandakan bahwa bangunan itu adalah restoran Korea. Gebi kegirangan. Lantas berlari masuk tanpa pikir panjang.

Begitu masuk, seorang pria berumur sekitar 40 tahun dan beberapa wanita yang duduk di meja dekat pintu langsung menatapi Gebi dari ujung kaki hingga ujung rambut. Wanita-wanita itu berbisik tidak jelas sambil menutupi mulut mereka dengan kipas kecil di tangan. Si pria tertawa paling terakhir dan paling keras.

Merasa ditertawai, Gebi mendekati mereka. "Hei, kenapa kau tertawa? Baru pasang gigi, ya?"

"Ti-tidak ada, aku menertawai temanku," sanggahnya

Muka si pria memerah. Apalalgi, Gebi langsung memajukan wajahnya hingga hidung mereka nyaris tubrukan. Para wanita lain hanya menunduk.

"Lalu kenapa kau melihat ke arahku? Matamu sudah pernah dicolok pakai sumpit? Kalau belum, sini kutunjukan padamu," ancam Gebi. Giginya menggeretak keras.

Kaffi yang turut mengamati di ujung sana, menahan napasnya tegang. Dia khawatir jika Gebi berbuat yang tidak-tidak.

"Maafkan aku," ucap pria itu sungguh-sungguh. “Aku tidak akan mengulanginya lagi.”

Gebi mendengus dan berlalu. Kaffi dibuatnya bernapas lega. Paling tidak, Gebi tidak meninju kepala pria itu seperti yang ia khawatirkan. Atau malah memilin urat lehernya seperti di film-film kungfu.

Gebi menempati sebuah meja. Buku menu, sudah ia ambil dari seoran pelayan yang menghampirinya. Senyum kecil tercetak di bibir mungil Gebi. Ia berbinar mendapati deretan menu yang menggugah selera. Makanan memang mood boster terbaik bagi Gebi. Lihat, dalam sekejap, ia melupakan apapun yang ada di pikirannya saat ini.

"Tiga mangkuk ramen. Minumannya terserah kau saja!"

Pelayan itu mengangguk dan berlalu. Kaffi tertawa tanpa suara. Bersandar di sebuah meja. Sambil terus mengawasi, tangannya bersembunyi di dalam saku. Kadang, ia terkekeh, kadang juga ia waspada, tapi kebanyakan geleng-geleng menonton Gebintang pelototi balik orang-orang yang menatapnya dengan heran.

"Bagaimana, Kaff?” tanya Justin. Dia dan Keiko baru sampai dan langsung menghampiri Kaffi.

"Aku belum berani menghampirinya. Kau tau sendiri dia seperti apa?" komentar Kaffi dalam tawa.

The Marriage Roller CoasterWhere stories live. Discover now