TMRC - Delapan

41K 3.5K 67
                                    

Gebintang menatap nanar kapal kecil di hadapannya dengan mata yang kosong tak terbaca. Angin laut menampar wajah bodohnya. Kaffi sudah naik lebih dulu ke kapal itu dan meneriakinya beberapa kali namun gadis itu masih bergeming dalam posisi.

"Mau sampai kapan kau di situ?" Kaffi memanggil dengan tangan yang dilambaikan ke udara. "Cepat ke sini!"

Gebi tidak menjawab dia masih mematung. Ransel di depan dadanya dipeluk semakin erat. 

Tak kunjung direspons, Kaffi berteriak frustrasi, "Woiiiiii!"

Baru setelah melihat wajah Kaffi yang sudah memerah, Gebintang melempar pertanyaan, "Ini apa, Kaff?" tanyanya tidak mengerti.

"Bahkan kapal, pun, kau tidak tahu?" cibir Kaffi. Rasa-rasanya dia akan turun dan menampar wajah tolol Gebintang yang hanya berdiri tapi melemparkan pertanyaan-pertanyaan bodoh.

"Bodoh! Maksudku, untuk apa?" Gebi masih belum puas.

"Berisik! Cepat naik ke sini atau aku akan meninggalkanmu."

Dengan bingung Gebi naik ke kapal kecil itu mengekori Kaffi. Suaminya itu malah dengan cuek meninggalkan Gebi dengan langkah lebar lalu masuk ke ruangan yang tidak terlalu besar di hadapannya.

"Selamat sore, Tuan. Selamat datang, Nona. Bagaimana kabar Anda?" sapa seorang pria berumur sekitar 50-tahunan. Postur tubuh dan wajah pria itu meneriaki bangsa asing. Gebintang bahkan bisa menyimpulkan bahwa pria ini berkebangsaan Inggris. Itu terdengar jelas dari cara bicara maupun aksen British yang terkoar dari ucapannya.

"Selamat sore." Kaffi mengingat-ingat nama pria ini namun gagal. Baru setelah membaca ulang pesan Justin, akhirnya ia  mengingat lagi nama lelaki gagah ini: Captain George.

"Selamat sore, Capt. Kami baik. Bagaimana denganmu?"

George tersenyum ramah. "Tidak pernah lebih baik dari ini."

Walaupun kebingungan melihat interaksi dua pria ini. Gebintang hanya melempar senyum sopannya.

"Mari saya antar ke kamar Anda," ajak George. Pria itu berjalan lebih dulu. Kaffi mengangguk lalu mengekori pria itu.

Menyusuri sebuah ruangan yang bernuansa putih, mata Gebi bergulir liar menyapu seisi ruangan itu. Ia mencari jawaban atas rasa penasarannya. Gebi menduga-duga, kalau tidak salah, ini seperti sebuah kamar kemudi karena ia bisa melihat sebuah kotak bertuliskan Global Positioning Satelite atau GPS dan kompas besar juga peta yang tertempel di dinding sebelah kiri.

Di depan, ada perangkat komando ruang mesin dan juga radio komunikasI; Berdiri juga sebuah roda kemudi kapal berwarna coklat dengan sentuhan keemasan.
Mereka naik lagi ke dek atas melewati beberapa anak tangga dengan undakan tidak lebih dari 10 susun lalu sampai pada koridor panjang yang terbuka.

"Di sini ada dua kursi santai." George mulai memberikan penjelasan. "Dan ini meja untuk makan malam. Semua keperluan sudah kami sediakan di pantry kecil itu." Pria itu menunjuk sebuah ruangan di ujung kapal. "Nanti, setelah pukul 18.00, pelayan akan mengantarkan makan malam Anda. Tidak akan ada yang naik ke sini, Tuan. Ini sepenuhnya daerah Anda dan istri. Tapi, kalau Anda membutuhkan sesuatu, Anda bisa menekan bel di situ. Dan mari saya antar ke kamar Anda."

Kaffi hanya mengangguk kemudian mengekori George sampai di sebuah pintu besar berwarna coklat.

"Ini kamar Anda." George membuka pintu, dan Gebi langsung tersenyum begitu melihat interior kamar. Pandangan gadis itu beralih ke ranjang besar yang sudah dihiasi dengan kelopak bunga mawar dan ditata berbentuk hati.

"Ini kamar mandi," lanjut George. Begitu membuka pintu kamar mandi, Gebintang mencium wewangian aroma therapy yang menyeruak. Suasana kamar mandi tidak jauh beda dengan kamar tidur karena masih dihiasi dengan kelopak bunga mawar di seluruh lantai. Juga lilin-lilin kecil yang tertutup gelas kaca.

The Marriage Roller CoasterWhere stories live. Discover now