Aldo duduk di samping Keina dengan antusias, terdapat binar di mata hazelnya. Sementara Keina kembali memakan makanannya dengan santai, mengacuhkan kilatan menuntut penjelasan dari Aldo.

"Shit! Hentikan kebiasaan menjengkelkanmu itu, cepat katakan bagaimana bisa kau sekarang menikmati makanan ini dengan sangat damai disini," Desak Aldo sedikit mengguncang lengan Keina.

"Itu mudah," Jawab Keina tak memindahkan tatapannya pada Aldo.

"Itu tak mungkin mudah Kei," Balas Aldo ikut memakan makanan yang memang ia bawa.

"Itu mudah jika hanya harus memakai pakaian feminin untuk selamanya,"

Utara tersedak, dua manusia yang sedari tadi sibuk berceloteh tanpa menganggap adanya manusia ketiga kini menatap Utara sepenuhnya. Buru-buru ia meminum cairan bening yang Aldo sodorkan, meneguknya sampai tenggorokannya dirasa aman dari iritasi. Meletakkan gelas dengan cukup keras, matanya melotot pada Keina.

"Apa-, apa katamu? Kau? Feminim? Selamanya?," Utara mengerjap polos, mencerna serangkai kata yang keluar dari mulutnya sendiri,  hingga beberapa detik kemudian tawa Utara pecah membahana, mengingat betapa tidak mungkinnya seorang Keina berubah menjadi gadis pengoleksi rok mini dan high heels, menjepit rambutnya dengannya bando cantik, juga bersikap manis setiap harinya. Jika diukur, maka kemungkinannya adalah 0.001%. Jika itu terjadipun, dunia akan menangis terharu melihatnya.

"Jangan tertawa seperti itu. Kau harus menjaga image -mu di hadapan laki-laki," Ujar Aldo setelah beberapa saat ikut terkekeh, "Kau memang tidak pernah berubah."

Utara sedikit meredakan tawanya, memikirkan sesuatu yang mengganjal dari kata-kata Aldo. Namun, ia tak memperpanjang kesanksiannya karena ia sepertinya teringat suatu hal.

"Eh, sejak kapan kalian saling kenal?" Tanya Utara sedikit terlambat dengan pertanyaan yang ia lontarkan. Sesekali kekehanya masih terdengar nyaring ketika matanya beradu dengan Keina.

Keina memutar bola matanya malas, "princess, jangan berbicara seolah kau orang asing," Keina beranjak dari tempatnya, membiarkan Utara yang ia yakini akan memberondongnya dengan sejuta pertanyaan alih-alih bernostalgia menyembuhkan sifat pelupanya. Ia juga sedikit kesal dengan Utara yang sama sekali tidak mensyukuri rencana 'berubah menjadi lebih baik'. Maaf, tapi kata feminim membuat telinga Keina panas.

"Hai, aku Aldo," Kini kedipan sebelah mata meluncur dari Aldo untuk Utara, ia ikut beranjak dari tempatnya setelah memastikan dua jarinya sempat mengapit di pipi Utara. Sementara gadis yang tertinggal semakin berkerut heran dengan tingkah keduanya. 'Apa maksudnya?'

___Dangerous Of Utara___

Utara POV

14.00
Kegiatan tugas kelompok adalah kegiatan bullshit yang pernah ada di muka bumi. Kau tau? Karena hanya ada satu orang yang benar-benar rela mengerjakan pekerjaan ini, dan biasanya subjectnya adalah perempuan. Kau tau lagi? Aku mengatakan ini tentu karena kejadian ini tengah berlangsung menimpa gadis malang sepertiku. Julukan lelaki Jenius pada kenyataannya tidak mempengaruhi predikat kemalasan para kaum lelaki bekerja kelompok. Lagi-lagi kau tau? Aku sengaja memilihnya karena sepertinya kami akan bisa dengan mudah dan cepat menyelesaikannya dengan otaknya itu. Namun realita berkata,..

"Za! Udah dong main gamenya. Ini belum selesai, perpustakaan mau tutup," Kataku cukup keras, bodo amat dengan penjaga perpus yang mungkin akan mengusir kami.

"Kamu kerjain aja dulu, nanti kalo udah aku periksa,"

'What? Katakan sekali lagi dan aku akan menempeleng kepalamu,' kata batinku memberontak. Aku kembali melanjutkan pekerjaanku, masih memiliki kesabaran yang sebenarnya tinggal sisa-sisa. Aku menyesal telah memilihnya menjadi satu-satunya anggota kelompok, wajah polosnya memang banyak mengelabuhi. Pada dasarnya ia tetaplah lelaki menyebalkan seperti yang lainnya.

"Sini, jangan berfikiran negatif seperti prasangka burukku oke?" Ucapnya tiba-tiba mengambil laptop yang sedang aku pantengi. Apa ia baru saja membaca fikiranku? Wow, berbahaya!

Satu helaan nafas lega baru saja terhembus dari paru-paruku, senyuman lebarpun kini menghiasi wajah. Aku akan meralat semua opiniku tentangnya, menghapuskan sumpah serapah yang baru saja akan bersemayam dalam diriku.

Gaza terlihat serius dengan mata yang berlarian membaca hasil kerjaku. Menopang dagu adalah posisi termenyenangkan untuk memandangnya. Gazafa begitu tampan jika ia sedang baik seperti ini, seperti salah satu karakter komik yang biasa aku baca. Ia baik, tampan, dan pintar. ah,.. apalagi kacamata yang baru saja bertengger membuatnya semakin,...manis.

Lalu, apa sekarang aku mengaguminya? Aku rasa tak masalah. Selagi hal itu nyaman, sangat nyaman, hingga kali ini mataku terasa berat.

***

15:45
Aku tersentak menyadari betapa nyamannya tidur dengan lenganku sebagai bantalannya, dan berapa waktu yang aku habiskan untuk terlelap membuatku bertanya-tanya, kenapa ruangan ini begitu sepi dan bercahaya redup.

Kulirik arloji yang menunjukan jarum pendek menuju angka 16:00. Mataku menyapu dengan sisa-sisa kesadaran yang belum sepenuhnya kembali. Tidak ada lagi buku yang berserakan, tidak ada lagi Gaza. Hanya beberapa buku dan laptop yang sudah bertumpuk rapi.

Benar, aku tertidur ketika otakku bereksperimen ketika memandang Gaza mengerjakan tugas. Tapi, apa sebegitu teganya Gaza meninggalkan seorang gadis tertidur sendirian di ruangan seperti ini? Ah, tentu saja tidak mungkin. Kucoba untuk menyingkirkan rasa malasku untuk mencari lelaki itu, di antara rak-rak yang berjajar cukup banyak. Kukerjapkan mataku untuk mengusir pengganggu kesadaran yang belum sepenuhnya kembali.

Ruangan ini ternyata cukup menyeramkan jika menjelang sore, karena jendela bergorden banyak tertutup oleh rak dan buku yang tersusun dengan rapat. Otakku mulai lagi, membayangkan sesuatu yang memang selalu dibayangkan pada saat seperti ini. Kudengar dengan samar suara kertas yang saling bergesekan. Kuharap asal suara itu adalah Gaza dan bukan hantu atau dedemit sejenisnya. Benar  saja, lelaki itu tengah membaca buku di sudut ruangan, ia membaca ditemani beberapa buku yang tergeletak manis di sampingnya, benar-benar membuktikan jenis kutu buku yang ia miliki.

Kusunggingkan sedikit senyum manisku. Berniat menemuinya, namun,.....dengan caraku sendiri.

Celah yang tak begitu lebar diantara rak-rak tinggi memudahkan untuk menyelinap diam-diam, sepertinya moodku sedikit berlebihan hingga tersisa untuk sedikit membuatnya jengkel. Suara angin di luar sana mengiringi langkah kecilku. Diblik rak terakhir tepat di ujung ruangan senyum licikku terhempas. Kuraih sembarang buku malang, kemudian melemparnya ke atas hingga terjatuh pada lorong rak lain yang lumayan dekat dengan Gaza.

Gaza menoleh, kemudian menutup bukunya dan beranjak pergi memeriksa hasil kejailanku. Aku baru saja akan mengikutinya dari belakang berniat memberikan kejutan, tapi,..

Deg,

"Darah-" Bibirku berucap lirih diiringi senyumku yang lenyap ketika mataku benar-benar menangkap cairan kental itu menghiasi dinding dan beberapa buku.

________Dangerous Of Utara_________

To Be Continued..

____________________________

Terima kasih sudah menyempatkan diri membaca "Dangerous of Utara".
Jangan lupa tinggalkan jejak anda pada gambar bintang di bawah ini 👇.
Saran anda merupakan hal yang paling saya tunggu.
Sampai bertemu lagi di part selanjutnya.
Follow: @Musmusculus3

Mata Angin (UTARA)Where stories live. Discover now