Crazone _ 2

17 3 0
                                    

"Ka, tuker tempat duduk." Pinta Alvin tapi lebih seperti paksaan.

"Lah? Kenapa emang?" Tanya Raka bingung. Tidak biasanya temannya ini ingin duduk di dekat tembok. Ditambah, dia harusnya senang duduk di belakang Keyra yang notabene adalah gebetannya.

Alvin hanya bisa nyengir kemudian menunjuk seorang perempuan yang sudah duduk di depan meja Raka. Setelah mengikuti arah tunjuk Alvin, Raka pun manggut-manggut paham. Kemudian beranjak pindah tempat duduk.

"Jangan dijailin. Kasihan anak orang." Bisik Raka kepada Alvin. Raka sudah tau kenapa Alvin ingin duduk di belakang Nada. Sudah pasti karena Alvin ingin menjahili Nada bahkan ketika jam pelajaran sedang berlangsung.

"Tau aja lo." Balas Alvin ketika pantatnya sudah mencium kursi yang tadi diduduki Raka.

"Lo nggak bosen ngejahilin Nada?" Tanya Raka sambil memainkan ponselnya.

"Nggak bakal bosen gue." Jawab Alvin sambil tangannya beranjak mendekati rambut Nada yang tergerai bebas. Rambut hitam legam yang baunya sudah sangat dihafali Alvin.

"Jangan-jangan lo suka ya sama Nada?" Tanya Raka jahil. Dia terkekeh.

Alvin yang mendengar pertanyaan Raka hanya mendengus pelan, "Lo nggak lupa kan kalo gue suka sama Keyra?"

Raka menggeleng.

"Yaudah berarti gue nggak suka sama si Nada. Lagian siapa juga yang mau macarin anak macan kayak dia. Gue bisa dicabik-cabik kalo ketahuan selingkuh." Ujar Alvin.

"Ooh.. Jadi lo bukan cowok setia? Seorang Alvin ternyata orangnya suka selingkuh." Sahut Raka manggut-manggut paham.

"Ya gak gitu juga bego!" Balas Alvin sambil menoyor kepala Raka, "Gue cowok setia. Buktinya gue masih mau sahabatan ama ni orang." Lanjut Alvin sambil menunjuk Nada.

Nada yang daritadi jadi bahan pembicaraan dua orang laki-laki di belakangnya itu hanya diam tidak menanggapi. Bagaimana dia ingin menanggapi kalau dirinya kini sedang sibuk dengan game di ponselnya. Lagipula, suara lagu yang ada di headseatnya lebih menarik daripada suara bass dua cowok di belakangnya.

***

Saat jam pelajaran berlangsung, tangan Alvin tidak berhenti memainkan rambut Nada. Entah melintirnya, meniupnya, atau menariknya sekalipun. Nada yang geram dengan Alvin pun kemudian menengok ke arah Alvin.

"Apa sih, Al?" Tanya Nada ketus.

"Rambut lo bagus, Na." Ucap Alvin sekenanya sambil masih memegangi rambut Nada.

"Ck, kalo rambut gue mah emang bagus." Balas Nada kemudian berbalik memerhatikan penjelasan Pak Rudi.

"Jadi cewek jangan kepedean. Entar gak ada yang naksir loh." Ledek Alvin sambil sedikit mendekatkan kepalanya di telinga Nada agar orang yang dia ajak bicara dapat mendengar apa yang dia ucapkan.

Saking tidak tahannya Nada dengan Alvin, dia pun menyenggol lengan teman sebangkunya yang tidak lain adalah Keyra. Cewek yang ditaksir Alvin akhir-akhir ini.

Keyra yang merasa lengannya disenggol pun menoleh dengan tatapan bertanya -ada apa?

"Dipanggil Alvin tuh, Ra." Bisik Nada sambil senyam senyum tidak jelas. Keyra yang mendengar ucapan Nada pun manggut-manggut paham seolah biasa saja. Padahal kini kupu-kupu di perutnya sedang beterbangan ketika mengetahui bahwa Alvin ingin bicara dengannya.

Dengan perlahan, Keyra menengok ke arah Alvin, "Ada apa, Vin? Kata Nada lo tadi manggil gue."

Alvin yang merasa diajak bicara oleh Keyra pun salah tingkah. Dia tidak merasa jika dirinya tadi memanggil Keyra. Pasti ini semua ulah Nada. Alvin hanya bisa menggaruk-garuk tengkuknya, "Eh, anu. Emmm." Alvin mencari sebuah objek yang pantas dijadikan bahan pembicaraaan, "eh iya. Kumis Pak Rudi keren ya?" Ucap Alvin.

Keyra yang mendengar pertanyaan Alvin pun hanya bisa menahan tawanya. Sedangkan Alvin yang baru saja menyadari tentang kalimat yang dia lontarkan barusan merasa bahwa dirinya bodoh. Bagaimana bisa dia mempermalukan dirinya sendiri di depan cewek yang dia suka. Ini namanya bunuh diri.

Bukan hanya Keyra yang mendengar pertanyaan Alvin barusan. Raka dan Nada juga mendengarnya. Mereka ingin tertawa terpingkal-pingkal. Apalagi jika dilihat-lihat kumis Pak Rudi tidak ada bagusnya. Alvin memang konyol.

"Alvin bego." Ledek Nada di depan wajah Alvin yang mulai memerah karena malu.

"Anjir." Desis Alvin.

***

"Asli, Al! Lo tadi malu-maluin. Di depan gebetan sendiri lagi. Parah lo!" Ledek Nada lagi. Alvin dan Nada sekarang sedang berada di dalam mobil milik Alvin. Mereka berdua dalam perjalanan pulang. Hari ini, Alvin ingin menginap di rumah Nada.

Tangan kiri Alvin yang bebas segera menjitak kepala Nada, "Sialan ya lo! Anak kecil nggak tau diri." Balas Alvin kesal. Sedangkan Nada yang mendapatkan omelan dari Alvin hanya bisa tertawa.

"Ketawa aja terus." Ketus Alvin lagi.

Nada mencoba untuk menghentikan tawanya. Walaupun cukup sulit, tapi Nada tetap mencoba, "Iya deh gue berhenti ketawa. Habisan lucu sih lo!" Ujar Nada dengan sedikit tawa yang masih tersisa.

Sesampainya di garasi rumah Nada, Alvin segera mematikan mesin mobilnya. Sebelum Alvin keluar, tangannya terlebih dahulu dicekal oleh Nada, "Al?" Panggil Nada.

"Apa, Na?" Jawab Alvin sambil menatap sahabatnya itu.

"Gue capek." Ucap Nada dengan wajah lesu.

Alvin yang sudah paham dengan maksud Nada pun segera keluar kemudian berjalan menuju sisi kiri mobil. Tangannya membuka pintu mobil yang berada di sebelah Nada. Setelah pintu berhasil terbuka, Alvin segera memosisikan tubuhnya sedikit berjongkok membelakangi Nada. Tangan Nada pun segera meraih pundak Alvin. Yah seperti inilah jika Nada berucap kalau dia lelah. Itu tandanya Nada meminta untuk digendong.

"Badan lo kayak kapas, Na." Ungkap Alvin ketika mereka berhasil memasuki rumah Nada.

"Gue nggak gemuk-gemuk sih. Yaudah lah gakpapa. Kan biar lo gak keberatan juga kalo gue minta gendong." Balas Nada dengan dagu yang menempel di pundak Alvin.

"Tapi nggak selamanya juga lo minta gendong ke gue, Na. Entar kalo suami lo nanti cemburu gimana?"

"Enggak ah, nggak bakal cemburu." Jawab Nada sambil terkekeh. Tidak sengaja, Nada teringat tentang perasaannya yang salah. Dia salah menaruh hati kepada seseorang yang kini sedang menggendong tubuhnya.

Cukup lama Nada merasakan perasaan itu. Mungkin bisa dibilang semenjak dia berada di bangku SMP. Dia tahu kalau setitik perasaan itu tidak seharusnya dia miliki. Karena dia juga tahu, jika perasaan itu semakin besar, maka semakin besar pula kemungkinan persahabatannya akan hancur. Nada tidak ingin semua itu terjadi seperti novel-novel yang sering dia baca. Meskipun dia tahu bahwa perasaannya sekarang ini memang sudah mirip dengan novel-novel yang ia baca.





***

CrazoneHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin