Part 22.1 -Don't Leave Him

Start from the beginning
                                    

Valeria baru mengetahui bahwa kakak Sean bernama Michelle Martadinata yang berselisih usia 3 tahun dengan Sean. Sean memang pernah menceritakan bahwa ia memiliki seorang kakak perempuan yang sudah meninggal.

Dan sekarang Sean mengatakan bahwa ia menemui Rosalyn di Kanada untuk membahas tentang Michelle?

"Maaf, Sean...Bukankah kau pernah mengatakan kakakmu sudah meninggal?" Valeria mengerutkan alis.

Raut wajah Sean terlihat serius sehingga Valeria merasa bersalah menanyakannya. "Iya. Dia memang sudah meninggal. Suaminya baru-baru ini juga meninggal, sehingga Rosalyn pindah ke Kanada. Hanya saja Rosalyn mengatakan Michelle hamil saat kabur dari Rusia dan...aku tidak tahu apakah ia sempat melahirkan anak sebelum ia meninggal."

Sean menceritakan bahwa suami Michelle amat sangat kaya dan memiliki harta yang tidak akan habis hingga tujuh generasi. Selain kaya, keluarganya itu juga masih ada keturunan bangsawan. Michelle yang saat itu berusia 22 tahun menikah dengannya karena dipaksa ayahnya. Di sana Michelle tidak bahagia, apalagi setelah suaminya ringan tangan padanya.

Rosalyn yang kasihan pada Michelle membantunya melarikan diri dan menyuruhnya pergi ke Perancis dengan uang yang diberikannya. Tapi Michelle tidak pernah ke Perancis.

Sean dan keluarganya terkejut menerima kabar hilangnya Michelle dan mencari keberadaan Michelle tanpa hasil. Setahun kemudian, mereka menerima kabar dari sebuah rumah sakit di negeri Sakura tentang keberadaan Michelle disana dan sedang sekarat karena pneumonia.

"Dan saat kami menyusulnya kesana, ia sudah tiada." Sean menatapnya kembali. "Jika anak Michelle masih hidup, itu berarti aku memiliki seorang keponakan yang terlunta-lunta entah dimana, Valeria. Dan Rosalyn menitipkanku 'sesuatu' yang harus diberikannya pada anak Michelle."

Cerita Sean terdengar sedih, tetapi Sean tidak menunjukkan ekspresi apapun "Sean, kau pasti sangat menyayangi Michelle bukan?"

Valeria tidak bisa membayangkan jika harus kehilangan saudaranya. Meski Kak Jean, Felix dan dirinya sering bertengkar saat kecil dulu, tapi mereka saling menyayangi.

"Sangat..." Sean hanya mengucapkan sepatah kata itu.

Valeria terdiam karena tidak tahu harus berkata apa-apa lagi. Ia akhirnya spontan memeluk Sean. "Sean, kalau kau sedih, kau boleh menangis, kok."

"Apa maksudmu?" Sean yang terkejut karena Valeria memeluknya hanya tertawa pelan. Valeria menatapnya. "Aku ini laki-laki, Valeria. Hanya wanita yang menangis untuk hal-hal yang bersifat emosional." lanjutnya.

"Tapi bukankah ceritamu sangat sedih? Aku pasti akan menangis jika sampai kehilangan orang yang kusayangi. Apa kau tidak pernah menangis?"

Sean merasa Valeria sangat beruntung lahir dan dibesarkan oleh keluarga yang mencintainya. Masa kecil dan remaja Sean dilalui dengan penuh kepahitan dan selama itu pula ia menghabiskan air matanya. Ia tidak pernah menangis lagi setelahnya. Tapi ia tidak ingat kapan itu mulai terjadi.

Ia tidak menjawab pertanyaan Valeria dan hanya mengacak-acak rambut gadis itu dengan gemas. Valeria menatapnya kebingungan.

Valeria tidak ingin mendesak Sean tentang kepribadiannya terlalu mendalam karena sepertinya Sean terlihat tidak ingin membicarakannya. Ia hanya tersenyum sambil menghibur Sean.

"Sean, kau pasti akan menemukan keponakanmu jika memang ia ada." Valeria tersenyum simpul.

Sean hanya mengangguk.

Valeria memeluknya kembali sambil mengerutkan alis.

Ia tidak habis pikir mengapa Sean tidak menjelaskan saja sejak awal. Memang sih ceritanya agak ribet dan membuat Valeria berpikir sedikit lebih berat, tapi ia mengerti. Jika ceritanya seperti ini tentunya Valeria tidak perlu sampai berlarut-larut memikirkan Sean mencari wanita lain. Sean memang aneh.

(END) SEAN AND VALERIAWhere stories live. Discover now