Because I Love You Alvin!(part2)

Mulai dari awal
                                    

Tak lama setelah itu, tanganku mulai meraba piano cokelat yang mengkilat. Rasanya aku bangga bisa menyentuhnya. Dan ia, si anggun yang mewah, selalu bahagia saat orang-orang menyentunya. Menekan tuts-tuts hitam putih yang begitu lembut yang ia miliki.

Aku duduk di hadapannya. Memainkan sedikit lagu untuk memecahkan kaca-kaca keheningan di sekitarku. Dan piano itu tersenyum.

"Malam sunyi kuimpikanmu.

Kulukiskan kita bersama

namun slalu aku bertanya adakah aku di mimpimu

di hatiku terukir namamu

cinta rindu berarus satu.

Namun slalu aku bertanya

adakah aku di hatimu.

Tlah ku nyanyikan alunan-alunan senduku.

Tlah kubisikan cerita-cerita gelapku.

tlah ku abaikan mimpi-mimpi dan ambisiku.

Tapi mengapa kutakan bisa, sentuh hatimu."

Belum sempat aku menyelesaikan laguku. Permainan pianoku terhenti saat sadar Alvin berdiri di luar kelas. Mengamati ruangan ini dan mengamatiku. Kali ini tatapannya padaku, bukan lagi saat melihat 2 rumus fisika asing. Tapi, ribuan rumus fisika dan kimia. Ia benar-benar terlihat bingung melihatku.

"Alvin!" panggilku berjalan mendekati Alvin. Alvin berlari meninggalkanku. Dan aku kembali duduk lemas di tempat Alvin tadi. Tak tahu apa yang Alvin fikirkan tentangku saat ini.

*

12 Desember 2015

Aku gak boleh menyerah. Alvin harus tahu aku begitu mencintainya sebelum waktu benar-benar habis. Dan cukup 3 hari kuabaikan dengan keputus asaanku. Selanjutnya aku akan mulai menjalankan rencanaku seperti semula.

Seperti saat ini. Aku sudah berdiri tegak di ambang pintu kamar Alvin. Untuk sepersekian detik aku melihat Alvin berdiri di depan cermin. Tak lama setelah itu, ia berlari ke arahku.

"Stop!" perintahku. Alvin berdiri di hadapanku. Memandangku tentunya dengan pandangan Alvin biasanya terhadapku. "Kau sudah begitu tampan, bawalah motormu sendiri!" perintahku mengamati Alvin yang memang tampak sempurna dengan kemeja kotak-kotak lengan pendek yang menempel di tubuhnya.

Alvin mengangguk. Bukan anggukan setuju. Tapi, ia segera berbalik dan meraih kunci motornya yang ia simpan di meja belajarnya.

"Kak!" panggil Alvin berdiri di samping Angel yang tampak sibuk dengan berkas-berkas skripsinya.

Angel menoleh."Ya, Al?!"

"aku mau bertemu seseorang dan bawa motor sendiri!" jelas Alvin.

Angel melotot. "Hah? Tapi, kamu udah lama gak menggunakan motor. Apa tidak akan terjadi sesuatu?" tanya Angel cemas.

"Hanya sedikit kaku. Tenang saja!" jawab Alvin santai.

Aku mengangguk menyetujui. "tenang aja Kak. Alvin kan tipe orang yang berhati-hati dalam segala hal. Ia punya perhitungan yang waahh...." Pujiku tertawa pelan.

Angel tersenyum. "Ya sudah asal kamu berjanji gak akan kenapa-napa.!"

"Siipp!" Alvin mengacungkan jempolnya menyetujui. Kemudian berlalu meninggalkan Angel. Aku mengikutinya dari belakang.

"Siapa yang akan kamu temui?" tanyaku begitu cagiva merah itu melaju dengan kecepatan normal. Aku tahu ia akan sangat berhati-hati. Apalagi setelah ia vakum menggunakan kendaraan beroda dua itu.

Alvin tidak menjawab. Ia tersenyum dan aku melihat senyuman itu di balik kaca spion. Ia sangat tampan. Rasa ingin memilikipun benar-benar menyeruak dalam hatiku.

Perlahan kulingkarkan tanganku di pinggang Alvin. Alvin terhenyak. Kaget dengan aksiku. Tapi, ia tetap focus pada kemudinya. Sampai saat pandanganku tertuju pada sebuah jeep hitam yang mepet-mepet ke arah motor Alvin. Aku tidak peduli dan tetap pada posisiku.

Alvin sedikit kehilangan konsentrasi. Hingga mau tidak mau motornya menabrak pembatas jalan. Tidak terlalu parah memang, karena saat itu motor Alvin berjalan tidak terlalu cepat. Tapi, cukup membuat tangan Alvin dan kepalanya berdarah.

Aku menata diriku sendiri. Tak ada luka sekecil apapun. Aneh. Dengan segera aku menghampiri Alvin yang duduk lemas di saming motornya.

"Alvin!" panggilku. "Ada yang sakit?" entah bodoh atau apa, aku bertanya demikian padahal sudah jelas Alvin terluka.

"Aargghh!" erang Alvin pelan, meletakkan tangannya di dadanya. Aku sempat melihat stank motor membentur bagian dada laki-laki itu.

Aku diam terpaku.

"Ya Tuhan, Alvin! kamu tidak apa-apa kan?" pekik seorang gadis menghampiri Alvin. Gadis itu lagi. Aku mundur beberapa langkah.

"aku sudah menduga terjadi sesuatu yang buruk sama kamu! Perasaan aku gak enak banget tadi." Ujar si gadis sambil mencoba memapah Alvin untuk lebih menepi.

"aku tidak apa-apa." Lirih Alvin memfokuskan pandangannya ke arahku. Ia menatapku kesal. Dan aku memilih berlari, meninggalkan tempatku. Aku benar-benar hilang arah dan tidak tahu harus melakukan apa lagi. Tapi, aku tidak ingin menyerah. Apapun caranya, Alvin harus tahu.

Queen Of Sad Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang