Is This Our Last?

20.9K 1.5K 108
                                    

Haii.. Maaf janji meleset sehari..

Jangan lupa VOTEnya. Semoga suka dengan chapter ini.

NEXT Chapt kalo votenya udah 1000++ hehhee

Selamat membaca..

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

Pagi itu Lena menatap layar komputernya dengan tatapan kosong. Bahkan ia sendiri tidak mengetahui apa yang sedang ia ketikan. Dari tadi Lena seperti orang linglung, pekerjaannya beberapa kali dia ulang karena tidak fokus. Tina yang sejak tadi memperhatikan Lena akhirnya tidak tahan untuk menegurnya.

"Lena apa kau baik baik saja?" Tegur Tina yang saat itu membawakan Lena secangkir kopi panas pada gelas plastik dan menyodorkannya di meja Lena

"Lenaaa...??" sekali lagi Tina memanggilnya, Lena yang sedari tadi menatap kosong pada layar komputernya kini melonjak kaget mendengar panggilan sahabatnya itu.

"Ahh.. ya Tina ada apa?" tanya Lena bingung dengan tatapan bodohnya karena ketahuan melamun.

"Sedari tadi aku melihatmu tidak fokus, dan hanya menatap kosong pada layar komputermu.. Ada apa Lena.. Apa kau sakit? Sebaiknya kau ijin pulang saja.." Tina tampak khawatir pada sahabatnya ini, Lena tampak sangat tidak bersemangat hari ini, dan Tina sebagai sahabat sekaligus orang terdekat Lena menjadi tidak tega dan menyarankan Lena untuk segera pulang jika ia merasa tidak enak badan.

Lena kemudian mengusap keningnya yang tidak berkeringat dan tersenyum kaku lalu mulai menyibukkan diri membuka buka berkas diatas mejanya.

"Oh.. eeng.. tidak kok. Aku hanya memikirkan anakku.. tadi.. ee.. sudah minum susu belum ya?" Lena sesekali melirik wajah Tina dengan sembunyi sembunyi, tentu bukan itu yang ada dipikiran Lena. Sebelum berangkat ke kantor Lena tidak pernah lupa memberikan Leon ASInya. Tina mengerutkan alisnya mencoba mencari kejujuran di mata Lena ynag sedari tadi bergerak gerak menghindari tatapannya. Tina tahu Lena sedang berbohong, karena Lena sama sekali tidak pandai berbohong.

"Kau tidak pernah lupa memberikan Leon ASImu sebelum berangkat Lena..." gumam Tina dan langsung membuat lidah Lena kelu karena merasa Tina sudah tahu bahwa dirinya tadi berbohong.

"Kau kenapa sayang? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Tina memegang pundak Lena yang tampak tegang dengan berkas berkas di tangannya.

Lena menghela nafas panjang dan menghembuskannya penuh kepedihan. Lena mengangguk dan memejamkan matanya menahan perasaan, tangannya mulai memijik tulang hidungnya sendiri .

"Apa masalah Mr. Romeo?" tanya Tina begitu tiba tiba, membuat Lena membuka matanya dengan kaget lalu menatap Tina dengan tatapan terkejut.

Bagaimana Tina bisa tahu? Oh tidak...

"Ap...Apa maksudmu Tina?? Tentu saja itu tidak benar.." Ucap Lena terbata bata, matanya kembali bergerak gerik ketempat lain menjauhi tatapan Tina.

Berulang kali Lena menelan air liurnya, tenggorokannya terasa sangat kering kali ini, dia takut jika Tina sudah mencium hubungannya dengan Romeo yang sudah terjalin selama beberapa bulan ini.

"Heii.. Aku ini sahabatmu Lena.. Aku sudah mengenalmu bahkan jauh sebelum kau bekerja disini" Tina memang mengenal Lena lama sebelum Lena akhirnya memutuskan bekerja di perusahaan raksasa ini. Bahkan saat Lena mengandung Leon, Tinalah satu satunya kerabat dekat Lena selain bi Inah yang mau membantu dan mengurusnya hingga Leon lahir. Bahkan hingga Lena bekerja di Marcuss Inc Group, semua adalah rujukan dari Tina.

Where Is My RomeoDonde viven las historias. Descúbrelo ahora