Pandanganku mengerjap, nafasku tersengal, dan tubuhku berkeringat.
Lagi, aku bermimpi buruk tentang itu lagi.
Kenapa kau tidak mencariku?
Suara itu terus terngiang di telingaku. Aku buru-buru menyambar liontinku dan membukanya. Melodi itu menyeruak, menghapuskan bisikan itu dari pikiranku.
Aku menghembuskan nafas. Lega.
Aku mengambil kertas dalam liontin, kertas yang berisikan pesan yang selama ini kuabaikan.
'Carilah bayanganku'
Apa ini pertanda bahwa sudah waktunya aku mencari pengirim pesan ini?
*
"Hime!"
"Hime!"
"Hime-chwaaaan!"
Aku mengerjapkan mataku dan menoleh ke Minami yang menatapku kesal. "Eh, Minami? Ada apa?" tanyaku polos.
Aku bisa melihatnya mendengus kesal, seraya duduk di bangku di hadapanku.
"Kau aneh sekali hari ini, bahkan kata Aoki, kau terus-terusan diam tidak bicara apapun. Apa kau masih sakit?" tanyanya menatapku cemas.
Aku menggeleng pelan, seraya mengeluarkan liontinku. "Tidak, aku baik-baik saja."
Minami menatap liontinku dan memandangku heran. "Apa ada masalah dengan liontin itu? Atau terjadi sesuatu?"
Ya Minami, ya.
Aku menggeleng seraya membuka liontinku. "Tidak." Melodi liontin ini indah, selalu indah.
Aku bisa mendengar helaan nafasnya, dan suara decitan kursi yang menandakan ia beranjak dari kursinya. "Aku tak tau apa yang terjadi, tapi lebih baik kau ke UKS dan tenangkan pikiranmu. Jam sepuluh kita akan berangkat ke SMA Hinomi untuk rapat, kau tau 'kan?"
Aku mengangguk.
Langkah kaki Minami terdengar semakin samar direndam keributan di kelas. Aku yakin ia sudah menjauh, seperti ke kantin atau apalah. Ini masih jam delapan, jam pelajaran, dan karena guru-guru sedang rapat, semua kelaspun bebas dari pelajaran yang melelahkan.
Aku menatap foto yang ada di dalam liontinku lekat-lekat.
Setelah diperhatikan lagi, gaya rambut foto orang ini dan orang yang kutemui itu berbeda. Sayang sekali aku tidak bisa memastikan wajahnya.
Ya ampun. Sebenarnya siapa orang yang harus kucari ini?
ESTÁS LEYENDO
Melody
Novela Juvenil"Aku mencarimu, mengapa kau tak mencariku?" Dia menggenggam erat tanganku, menempelkannya pada pipinya. Aku terperangah lalu tersenyum setulus mungkin. Kugenggam tangannya yang lain dan menempelkannya pada pipiku. "Maafkan aku. Walau begitu, aku sel...
