Bahkan dengan Travis pun, aku membutuhkan waktu hampir selama sepuluh tahun untuk lebih mengenalnya dan memutuskan untuk bersedia menjadi kekasihnya.

Dan kini, Oh God-kupandangi para wanita yang masih sibuk bercinta itu- aku merasa kalau aku seolah tidak ada bedanya dengan mereka.

Bagaimana mungkin. Hanya dalam waktu kurang dari satu jam, aku sudah merasa kalau ada ikatan yang kuat di antara kami.

Rasa ini... entahlah aku tidak mampu menjabarkannya secara detail. Tetapi apakah kalian pernah merasakan hal yang sama seperti diriku. Ketika waktu seolah berhenti dan merasa sesak saat berhadapan dengan seorang pria yang baru kalian temui.

***

Kami baru saja melewati lorong pertama ketika secara tiba-tiba Zeroone menghentikan langkah dan nyaris membuat hidungku membentur punggungnya yang keras.

"Apa? Ada apa? Kenapa kau berhenti", aku mendongak menatapnya.

Zeroone tidak menjawabku. Pria itu hanya diam sambil menatap lurus ke depan yang membuatku mau tidak mau mengikuti arah pandangnya.

Dan rupanya, sosok itulah yang tengah di tatapnya. Seorang pria bertubuh tinggi berambut pirang yang tengah berdiri di hadapan kami. Aku belum pernah melihat pria ini sejak kedatanganku ke tempat ini. Namun, setidaknya hanya dengan melihat warna topeng yang dikenakannya, aku bisa langsung mengetahui kalau pria ini sepertinya memiliki kelas yang sama dengan Zeroone.

"Wah, apa aku tidak salah lihat?" pria itu membuka omongan.

Aku beralih menatap Zeroone. Oh bad, entah mengapa aku merasa kalau pria itu bukanlah temannya. Terlebih ketika saat ini Zeroone menggenggam tanganku dengan begitu erat hingga nyaris meremukkan tanganku.

"Ze, Zeroone... tanganku", aku berusaha mengecilkan volume suaraku. Meski aku tahu situasinya tidak tepat, tetapi aku harus benar-benar melakukannya sebelum tangan kananku tidak lagi berbentuk.

Zeroone melihatku, tampak terkejut. Dan pegangannya sedikit mengendur meski nyatanya, pria itu tetap tidak melepaskan tangannya. "Maafkan aku, tetapi di tempat ini. Kau tidak boleh luput dari pengawasanku."

Lagi. Apakah semua ini karena peraturan.

"Dan begitulah rulesnya."

See. Benar saja dugaanku. Ada apa sebenarnya, peraturan macam apa yang di maksud olehnya. Mengapa mereka semua selalu menyebutkan hal itu.

"Peraturan?"

Aku menoleh bersamaan dengan Zeroone. Dan si pirang kini berjalan menghampiri kami, mendekatkan wajahnya hingga berjarak beberapa sentimeter saja dengan Zeroone.

"Apa aku tidak salah dengar", suara si pirang terdengar mengintimidasi. "sejak kapan kau begitu patuh pada peraturan Zeroone?"

Wajah Zeroone sedikit terangkat seolah tengah memamerkan keangkuhannya. "Kurasa oldman tidak akan senang jika mendengar kau berkata seperti itu."

Si pirang tersenyum sinis kemudian menyentuh name tag Zeroone yang tersemat di saku jasnya. "Kenapa? Apa kau menjadi seperti ini karena-benda ini."

Kurasakan Zeroone kembali mencengkeram tanganku. Sial, kalau semakin lama seperti ini, tidak hanya tanganku yang akan menjadi tidak berbentuk namun tulang jemariku pun akan hancur menjadi serpihan.

"Zeroone, bisakah kita pergi saja. Aku harus bergegas." Ya, lebih baik aku menyela pembicaraan mereka di banding aku harus menjadi korban.

Dan syukurlah, karena Zeroone sepertinya menyetujui permintaanku. Pria itu memutuskan untuk mengacuhkan si pirang tadi dan terus berjalan melewatinya.

Mr. GentlemanWhere stories live. Discover now