#06

21K 1.1K 78
                                    

Alana...

"Zeroone."

Aku mengangkat wajahku. Menatap lagi Oldman yang tengah berdiri di hadapanku. Aku cukup kesulitan berkonsentrasi belakangan ini. Karena entah mengapa, sejak pertemuanku dengan gadis itu... segalanya terasa berbeda.

"Kau sepertinya tidak menyimak apa yang kukatakan nak."

Jika aku harus mengakui, maka apa yang dikatakan sang Oldman adalah benar adanya. Aku tidak seharusnya seperti ini. Gadis itu adalah manusia fana yang rentan dan lemah.

Meski aku tidak menyalahkan gadis itu sepenuhnya karena tergoda olehku. Namun, sedikit banyak aku mengakui kesalahanku. Daya tarik dari keabadian yang kumilikilah yang membuatnya seperti itu.

Aku, yang seharusnya sudah menjadi debu karena termakan usia.

Nyatanya tidak juga lekang oleh waktu. Dan malah terjebak di dalam tubuh ini. Menjadi sosok berusia dua puluh tujuh tahun untuk selamanya. Entah sampai kapan.

"Aku mendengarkanmu, Oldman."

Pada akhirnya aku menjawab lelaki tua itu. Dan menyadari apa yang tengah dipegangnya, membuatku seketika membeku.

Oh Tuhan, aku benar-benar tidak ingin melakukannya lagi.

"Master menginginkanmu untuk menandatangani kontrak ini." Papar sang Oldman.

Aku menghela napas. Tidak, nyaris aku lupa. Aku bahkan sudah tidak lagi bernapas.

"Boleh kutahu kontrak apa itu?", andai saja...

Oldman menatapku iba. "Apa kau berpikir kau bisa menolak kontrak ini setelah kau melihatnya nak?"

Ya, Oldman benar. Tidak ada yang bisa kulakukan. Aku mungkin cukup kuat. Tetapi, tetap tidak sepadan dengan mereka... Oldman atapun sang Master.

Karena kehidupanku berada di tangan mereka sepenuhnya.

Seperti tato angka yang ada di sisi jari tanganku, yang berisikan mantra kehidupan abadi. Mantra yang dengan sengaja mereka buat di tubuhku. Ketika aku masih dalam rupa manusia biasa.

Seorang suami dari seorang gadis muda. Seorang Ayah dari seorang balita mungil...

"Arghh!" rasa nyeri itu kembali datang.

"Kau melakukannya lagi Zeroone", sang Oldman menatapku tajam. Ia jelas tahu kalau aku kembali melakukan hal yang taboo.

Pandanganku tak lepas dari mulut pria tua itu yang tengah menggumamkan sesuatu. Yang kuketahui sebagai mantra.

Dengan jelas kulihat, ketika cahaya merah itu perlahan keluar dari dalam kepalaku dan menyerap masuk ke dalam jemari tangannya. Seolah Oldman tengah menyedot 'lagi' segala ingatan dari kehidupanku sebelumnya.

Detik berikutnya, ketika seluruh cahaya itu perlahan pudar. Rasa sakit di kepalaku beralih ke leherku dan tubuhku terangkat begitu saja dari lantai .

"Ohk... ma-", aku bahkan tidak mampu berbicara sepatah katapun.

Seiring dengan mulut sang Oldman yang bergerak semakin cepat, maka semakin tercekat jua tenggorokanku. Seolah jemarinya yang kurus dan keriput tengah mencengkeram batang leherku.

"Maaf, aku- tidak akan melakukannya lagi, kumohon... lepaskan", betapa menyedihkan. Aku bahkan ingin mengutuk diriku sendiri yang saat ini tengah memohon pada penyihir keparat itu.

Oldman terkekeh. Mantra yang sebelumnya ia ucapkan terlepas. Menjatuhkan tubuhku begitu saja ke lantai.

Aku berusaha bangkit tanpa melepaskan pandangan dari sang Oldman. Andai aku menemukan sebuah cara untuk melawannya.

Mr. GentlemanOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz