#11

15.4K 969 55
                                    

"JANGAN!"

Kesadaran membangunkanku dari mimpi yang mengerikan. Napasku terengah, peluh membanjiri hampir seluruh tubuhku. Aku mengusap wajah seraya menyandarkan kepalaku- sebenarnya siapa pria itu? Mengapa aku selalu memimpikannya.

Terlebih, makhluk itu, bisa berubah?!- Tuhan, aku pasti sudah gila.

Jam alarm dari ponselku tiba-tiba berbunyi. Mengingatkanku akan pesta yang sebentar lagi akan berlangsung.

Ya, aku harus segera bersiap-siap atau Ibu akan marah padaku. Kusingkap selimut tebal yang menyelubungi sebagian tubuhku dan berjalan menuju kamar mandi. Melangkah dengan setengah terhuyung.

Sungguh, aku tidak ingin lagi bermimpi seperti itu. Karena... rasanya benar-benar membuat dadaku sesak. Hatiku terasa pedih saat kembali mengingat apa yang pria itu katakan. Seolah, aku bisa merasakan betapa tersiksanya pria itu.

Alana... sayangku...

Suara itu lagi. Buru-buru kuputar kran shower hingga air mulai berjatuhan begitu saja. Membasahi seluruh tubuhku. Kuharap, dengan ini segala hal tentang mimpi itu akan buyar bersamaan dengan air yang secara perlahan turun dari tubuhku.

Cinta matiku....

"Tidak!" aku menutup telingaku kuat-kuat. Kenapa suara itu terus saja terdengar ditelingaku.

Segalanya mulai terasa berputar di dalam kepalaku, menyingkap gumpalan kabut yang selalu hadir setiap kali mimpi itu berakhir. "Siapa-" aku mencengkeram rambutku. Baru saja, aku seperti teringat akan sesuatu.

Kau tidak akan pernah bisa mencintaiku Lana!

"Stop!" tapi suara itu tetap tidak berhenti.

Kita tidak akan pernah bisa bersama-

"Hentikan- aku tidak mau mendengarnya lagi."

Aku adalah Strigoi, Lana...

"Hentikan!"

AKU ADALAH STRIGOI, LANA.

"STOP IT, ZEROONE!!!" kedua mataku terbelalak. Zeroone?- mengapa aku bisa mengucapkan nama itu...

Tubuhku gemetar tak terkendali. Kembali kuputar kran itu lalu mengambil kimono yang tersampir di dekatku untuk kukenakan. Berjalan keluar dengan tertatih.

Zeroone. Zeroone. Zeroone.

Nama itu berputar di dalam kepalaku bagaikan sebuah mantra. Apakah suara-suara itu adalah nyata. Tidak, aku yakin- semua itu bukanlah ilusi. Dan, strigoi? Apa itu sebenarnya.

Aku bergegas mengambil ponselku, untuk mencari kata itu. Mungkin saja segalanya hanya mimpi buruk belaka dan strigoi, bukanlah kata yang memiliki arti. Meski nyatanya dugaanku rupanya salah.

Teramat salah. Kata itu, Strigoi, benar-benar ada. Ponsel itu terlepas begitu saja dari genggamanku setelah aku mengetahui makhluk apa itu.

Strigoi adalah sebuah jiwa yang dibangkitkan dari kematian. Sosok makhluk abadi yang kuat dan bertahan hidup dengan meminum darah manusia. Strigoi memiliki kemampuan untuk merubah diri mereka menyerupai binatang agar bisa mengintai mangsa-

Hanya sebatas itu saja aku sanggup membacanya, karena segalanya kini terasa amat mengerikan bagiku.

Mengapa makhluk itu, Zeroone, datang ke dalam mimpiku?

Tok Tok

"Lana, kau sudah siap sayang?"

Suara Joanna mengejutkanku. "Y-ya, sebentar lagi aku keluar." Jawabku. Dan suara langkah kaki ibuku mulai terdengar menjauh.

Aku berusaha melupakan sejenak kejadian aneh yang menimpaku dan bergegas berpakaian. Mengambil gaun merah dengan belahan dada rendah yang sudah di siapkan ibuku. Sebenarnya, aku kurang menyukai gaun ini, entah mengapa aku merasa akan terlihat seperti wanita murahan jika memakainya.

Andai saja aku bisa menentukan sendiri apa yang kumau.

***

Benjamin Caezar.

Aku memperhatikan daftar nama para tamu undangan. Dan hanya satu nama itulah yang belum pernah kudengar. Mengingat aku dengan cukup baik mampu mengingat begitu banyak rekan bisnis Ayahku, rasanya nama ini terlalu asing.

Apakah orang ini pengusaha baru, ataukah pengusaha asing yang memang baru bekerja sama dengan perusahaan kami.

Oh shit! gaun ini rasanya sangat tidak nyaman.

Ingin sekali rasanya aku bakar gaun sialan ini.

"Lana my dear."

Aku kembali menegakkan tubuhku saat mendengar suara itu. Dan kulihat, Joanna tengah menggandeng seorang pria tampan ke arahku. Tidak bisa dikatakan terlalu tinggi namun sekilas kulihat pria itu cukup merawat tubuhnya.

"Evan Williams, pria tampan yang sebentar lagi akan bertunangan denganmu."

Great- sudah kuduga. Aku menyambut tangan Evan yang terulur padaku. "Alana Duncan." Ujarku memperkenalkan diri. Meski tanpa aku harus menyebutkan nama lengkapku pun, Evan sudah mengetahui tentang diriku, bahkan mungkin termasuk berapa ukuran bra yang kukenakan.

"Sesuai dengan yang dikatakan semua orang, kau secantik dan seanggun namamu, Alana," puji Evan. Seulas senyum ia pamerkan padaku.

Aku membalas senyumannya semampuku. Evan memang tampan, tapi- dengan jelas kusadari kalau Evan, tidak cukup mampu untuk memikatku. Ahh, betapa sombongnya aku.

Kecuali- saat kusadari kalau seisi ruangan mendadak hening. Dan seluruh pandangan teralih ke satu titik. Tepatnya ke pintu masuk.

Aku menarik tanganku dari genggaman Evan dengan cukup mengejutkan. Kasar bisa dibilang. Dan semuanya karena sosok itu.

Yang tengah berjalan menuruni tangga, dengan penuh wibawa dan arogansi yang tinggi. Ya, aku dapat melihatnya jelas hanya dengan sekali lihat. Betapa pria itu sangat menyadari bahwa kehadirannya kini menjadi pusat sorotan.

Secara samar aku mulai menyadari satu hal. Pria itu, adalah pria yang bertemu denganku di pesawat, dan aku- entah karena sangat terpesona atau apa, malah menanyakan siapa namanya.

Tubuhku mulai gemetar ketika pria itu dengan santainya melenggang ke arahku. Sial! Kenapa dia menuju kesini...

Aku spontan berbalik dan meraih segelas wine yang di bawa oleh salah seorang pelayan lalu meneguknya tanpa tersisa. Kemudian aku meraih gelas lainnya dan meneguknya lagi, juga tanpa sisa.

Jangan sampai pria itu mengenaliku, jangan sampai... Oh Tuhan, kumohon jangan sampai ia mengenaliku.

"Lana."

Aku menelan ludah dengan susah payah saat mendengar suara Joanna yang memanggilku.

"Alana..." kali ini Evan yang memanggilku. Kali ini aku tidak menunggu panggilan ke tiga untuk berbalik.

Aku menjawab tanpa mengangkat wajahku sama sekali. "Y-ya, maaf mendadak aku agak haus." Good, alasan yang benar-benar masuk akal. Haus dan menenggak dua gelas wine sekaligus untuk menghilangkan dahaga.

Ya, memang benar. Tadi tenggorokanku memang terasa kering, tapi sekarang. Setelah aku memberanikan diri untuk mengangkat wajahku. Tenggorokanku seolah sekarat karena tercekik.

"My dear Lana, perkenalkan. Seorang pengusaha berlian ternama yang berasal dari Romania, Mr. Benjamin Caezar." Joanna menatapku dan pria itu secara bergantian.

Jadi... dia yang bernama Benjamin Caezar...

Mr. Benjamin mengulurkan tangannya padaku. "Halo Miss. Lana, senang berjumpa denganmu."

***

Tbc.

Mr. GentlemanHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin