TIGA - PLAYING WITH FIRE

Începe de la început
                                    

"Saya justru akan ngundang mereka masuk. Kasih mereka teh sama biskuit," candaku.

Banyu hanya tersenyum tipis. "Saya cuma takut, ada yang ngira saya karyawan favorit Bapak, karena saya nggak pernah lihat Pak Adrian pinjemin buku atau DVD ke karyawan lain."

"Banyu, kita nggak pernah bisa ngontrol apa yang orang pikirkan. Kalau setiap orang sibuk sama apa yang dipikirkan orang lain, hidup ini pasti jadi kacau sekali. Tinggal lama di Eropa, bikin saya cukup kebal sama omongan orang. Memang, ada yang bilang sesuatu ke kamu?"

Banyu terdiam. Dari mukanya, jelas sekali dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi masih ada keraguan, apakah dia harus mengatakannya atau tidak. Aku menunggunya. Salah satu kelemahan pria seperti Banyu, yang usianya masih berada di awal 20-an, adalah betapa mudahnya menebak pikiran mereka hanya dari bahasa tubuh.

"Ada rumor yang bilang kalau Pak Adrian...."

"Kalau saya apa, Banyu?"

"Kalau Bapak... gay."

Jadi, perasaanku selama ini memang bukan tanpa alasan. Perceraianku dengan Kara, pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan. Aku hanya bisa diam. Bagaimana aku menjelaskannya ke Banyu?

"Kamu percaya?"

"Saya nggak tahu Pak. Karena saya sendiri juga masih bingung dengan diri saya sendiri."

Jawaban Banyu membuatku sedikit terkejut.

"Asalkan Adam nggak tahu, saya nggak masalah orang mau nyebar rumor seperti apa tentang saya, Banyu. Nggak masalah, apakah rumor itu benar atau salah. Adam masih terlalu kecil untuk tahu hal rumit seperti itu."

"Jadi, rumor itu... benar?"

"Benar atau nggak, itu terserah persepsi orang. Saya nggak akan bilang itu salah. Saya memang pernah menikah dan memiliki Adam, adalah hal terbaik dalah hidup saya. Namun, saya juga nggak mau bohong ke kamu tentang diri saya yang sebenarnya."

"Pak Adrian... nggak pernah bingung?"

"Kenapa saya berbeda?"

Banyu mengangguk.

"Saya sadar sejak kecil, Banyu. London seperti ngasih saya keberanian untuk jujur dan nggak pernah ada kebingungan itu. Makanya, saya milih untuk tetap tinggal di sana selepas kuliah. Jauh lebih mudah daripada harus pulang dan berpura-pura."

"Mungkin, saya harus ke sana biar nggak bingung lagi."

"Kamu sedang dalam fase mencari tahu tentang diri kamu, Banyu. Nggak ada siapa pun yang bisa bantu, selain diri kamu sendiri. Just follow your heart."

"Kesannya mudah ya Pak?"

"Apanya yang mudah?"

"Pepatah just follow your heart itu."

"Memang mudah, Banyu. Buat saya, itu pepatah paling gampang buat dijalani."

Banyu hanya mengangguk.

"Saya harus pulang, Pak. Sudah larut. Saya nggak mau ganggu istirahat Pak Adrian."

Begitu dia bangkit dari kursi, aku menghampirinya.

"Terima kasih karena kamu nggak langsung lari atau ketakutan, karena apa yang saya ceritakan ke kamu."

"Saya justru yang harus berterima kasih, karena Pak Adrian mau jujur ke saya."

"Saya boleh peluk kamu?"

Ada keraguan terpancar dari wajah Banyu, tetapi kemudian dia mengangguk. Lenganku langsung memeluknya, berharap dia tidak merasa risih dengan apa yang aku lakukan.

SEBUAH PILIHAN HATIUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum