DUA BELAS - COMING HOME

2.5K 244 90
                                    


I cried.

Meringkuk di tempat tidur Adam sembari memeluk buku gambar yang diberikan Adam tadi, entah sudah berapa lama aku menghabiskan waktu di kamar ini. Ada beberapa gambar yang membuat tangisku tidak bisa tertahan lagi. Dua piring yang bertuliskan SARAPAN DENGAN PAPA di atasnya, gambar bunga yang bertuliskan JASMINE, gambar kami berdua bergandengan tangan, bahkan ada gambar Banyu di sana. Namun, tulisan ADAM SAYANG PAPA di halaman terakhirlah yang membuat semua emosi yang aku tahan akhirnya jebol. Entah kapan terakhir kali aku menangis seperti ini. Aku sudah merindukannya.

"Adrian?"

Aku mengangkat wajah dan melihat Chris sudah berdiri di ambang pintu. Aku berusaha untuk duduk, tetapi aku tidak sanggup. Aku hanya menelan ludah ketika perlahan Chris berjalan mendekatiku. Mendudukkan dirinya di lantai, Chris menatapku.

"Bagaimana kamu masuk, Chris?" tanyaku sambil menyeka air mata.

"You didn't lock the door, Adrian. Aku mencoba memanggil nama kamu, tapi tidak ada jawaban. I hope you don't mind. Aku ... aku tidak bisa tenang karena kamu tidak membalas pesan atau mengangkat teleponku."

Aku mengangguk pelan. "I've missed him already."

"I know. That's why I'm here." Chris kemudian mengulurkan tangan untuk menggenggam milikku. "Have you eaten yet?"

Aku menggeleng. "Aku nggak lapar."

"You have to eat. Let me cook you something to eat, okay?" Aku hanya diam. "I'll be back."

Dengan itu, Chris mengecup genggaman tangan kami sebelum beranjak dari hadapanku. Begitu mendengar langkah kakinya menuruni tangga, aku mengeringkan air mata yang masih tersisa dan berusaha duduk. Menyandarkan punggung ke tembok, aku mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kamar Adam. Aku memang akan terbiasa tanpa keberadaannya di sini, tapi berapa lama akan sampai di titik itu, aku tidak tahu.

Lenganku terulur untuk mengambil satu foto yang terpasang di atas nakas. Foto kami bertiga yang diambil ketika Adam masih berusia dua tahun. Siapa pun yang melihat foto ini, akan mengira kami adalah keluarga kecil yang bahagia. Terkadang, aku bertanya kepada diri sendiri, seandainya aku bukan seorang homoseksual, apakah aku akan bisa bahagia bersama Kara? Sudah terlalu lama aku nyaman dengan seksualitasku, tetapi kehadiran Adam membuatku sering mempertanyakan kemungkinan itu. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, aku belajar untuk tidak menghukum diri sendiri dengan memikirkannya. Adam adalah kebahagiaan yang tidak pernah aku sangka akan hadir dalam hidupku. Sejak berpisah dengan Kara, aku seperti diingatkan kenapa semua ini harus terjadi. Siapa pun pria yang aku cintai—sekalipun pria itu Chris—Adam akan tetap mendapatkan porsi terbesar dariku. And it's something that will never change.

Aku menoleh ketika melihat Chris kembali ke kamar dengan satu baki. Ketika akhirnya dia mencapai tempat tidur, dia meletakkan baki itu di atas tempat tidur.

"Aku tidak mau memasak sesuatu yang memakan waktu lama, Adrian. I hope it's enough."

"Kamu nggak harus melakukan ini, Chris."

"All you have to do now, is eat. You can complaint or lecturing me with your speech later. Okay?"

Aku hanya bisa tersenyum. "Thanks, Chris.'

"And that one also. You can save your thank you for later."

Aku mengangkat piring yang berisi spaghetti dengan saus jamur. Aku tertegun. Ini adalah makanan yang diminta Adam di bandara tadi. Aku menarik napas dalam, berusaha untuk tidak menangis di hadapan Chris.

SEBUAH PILIHAN HATIOn viuen les histories. Descobreix ara