DELAPAN - HOW I MET HER

2.6K 230 15
                                    

"Kiss me, Adrian!"

Riuh manusia di sekeliling serta hentakan Me And My Imagination dari album terbaru Sophie Ellis-Bextor, menggema memenuhi dance floor KOKO, salah satu night club yang ada di Camden. This is nonsense, Adrian. Nonsense!

Aku masih tidak paham kenapa Kara memintaku untuk menciumnya. Pertemuan kami di pesta Claire tadi jelas sebuah kebetulan. Menemukan orang Indonesia di London memang bukan perkara sulit, tapi menemukan wanita seperti Kara, bukanlah sesuatu yang mudah. To be honest with you, Kara is every man's dream. Rambut hitam legam sebahu, wajah ovalnya jelas menunjukkan dia berdarah campuran, tubuh kecilnya justru membuat tampilan Kara semakin menarik. In short, she's gorgeous. Apalagi dengan little blue dress yang membalutnya sekarang. She's a head turner when we entered KOKO.

Namun semua yang dimiliki Kara itu tidak punya pengaruh untukku. I have Chris at home.

Pertengkaranku dengan Chris bukanlah sesuatu yang baru. Setelah lima tahun, argumen di antara kami seperti menjadi sesuatu yang normal. Every couple argues. Namun, apa yang terjadi tadi malam adalah pertengkaran terhebat kami sejak ... aku bahkan tidak bisa mengingat dengan pasti kapan terakhir kali kami saling mendiamkan satu sama lain selama satu hari. No goodnight kiss, no morning kiss, no text, no call. Nothing. Jika bisa, aku lebih memilih untuk ada di rumah bersama Chris sekarang, bergelung bersamanya di sofa, dan mengakhirinya dengan mengabaikan apa pun yang kami tonton di televisi. We argued over something ... petty.

Ronan, mantan Chris mengiriminya pesan singkat semalam. Tidak ada yang perlu diributkan sebenarnya, selain ada kata-kata 'Thanks for last night. It brought back a lot of memories' di penghujung pesan itu. Cemburu yang biasanya bisa aku redam, lepas kendali. Aku menuntut penjelasan dari Chris, yang tentu saja menjelaskan tidak terjadi apa-apa semalam antara dirinya dan Ronan. Aku bukan orang yang suka mengetahui semua yang dilakukan Chris karena aku percaya dengannya. Kami sadar punya kehidupan masing-masing meski sedang menjalin hubungan. We have our own lives, our own circle of friends. Ketika aku meminta penjelasan lebih, kami mulai kehilangan kendali atas emosi masing-masing. We accused each other. And it was nasty. In the end, he left the house and didn't come back until 3 AM. Ketika aku berangkat ke kantor, Chris belum bangun dan aku tidak ingin membangunkannya. I sent him message, just saying good morning and told him I already prepared his breakfast. No reply. No call the whole day.

Aku memang sengaja mengajak Chris untuk datang ke pesta Claire. Rekan baru di kantorku itu baru saja ditransfer ke London dari kantor cabang yang ada di Berlin. Jika Chris mengabaikan pesanku seharian, ajakan ke pesta Claire jelaslah sesuatu yang tidak mungkin. So, I went straightly from the office and there, I met Kara.

Kara adalah wanita yang cerdas. Ayahnya yang memang asli Inggris dan ibunya yang asli Jakarta sudah tinggal di London sejak dia lulus SD. She's spent her life in London ever since. Kami membicarakan banyak hal. Mulai dari kebiasaanya pergi ke warung mi ayam langganannya setiap kali pulang ke Jakarta, rasa kangennya yang kadang-kadang impulsif untuk makan soto ayam, dan bagaimana dia bisa kenal dengan Claire. Selera musik kami bisa dibilang mirip, hingga ketika Claire melanjutkan pestanya ke KOKO, dengan sedikit memaksa, Kara memintaku untuk ikut.

So, here I am.

And Kara asked me to kiss her.

Aku medekatkan wajahku untuk berbisik di telinganya. "What?"

"Kiss me!" teriaknya.

Entah sudah berapa gelas tequila yang dihabiskannya, sementara aku baru menghabiskan dua gelas martini. Not too strong dan aku masih sangat sadar.

SEBUAH PILIHAN HATIWhere stories live. Discover now