ENAM - HE FOUND ME

4K 316 58
                                    


"Kenapa tiba-tiba kamu ingin keluar dari Jasmine, Banyu? Apakah saya melakukan sesuatu yang nggak kamu suka?" tanyaku dengan nada terkejut yang tidak mampu aku sembunyikan karena mendengar bahwa Banyu ingin berhenti dari Jasmine.

Ini sebuah risky move sebenarnya. Mengajaknya makan malam di The Bistrot, bukan hanya berpotensi kami akan diketahui salah satu karyawan Jasmine, tetapi juga memberikan kesan ke Banyu, kalau dia spesial. He is indeed, special, but I will never take any of my employee to Bistrot.

"Justru sebaliknya, Pak Adrian. Kalau saya keluar dari Jasmine, paling nggak, ketakutan dan kekhawatiran saya berkurang. Bapak mengajak saya ke sini pun, ini udah nggak pantas. Orang punya telinga dan mata, Pak Adrian. Saya nggak yakin sanggup denger orang ngomong jelek tentang Bapak, karena saya tahu, Pak Adrian bukan orang yang pantas dijelek-jelekkan, sekalipun di depan muka Bapak."

Seharusnya, aku lega jika Banyu ingin keluar dari Jasmine. Semuanya akan jauh lebih mudah jika hubungan atasan-bawahan kami putus. Namun, aku tidak ingin dia mengorbankan Jasmine, jika yang dikhawatirkannya hanyalah omongan jelek orang tentangku.

"Kamu udah punya pandangan mau kerja di mana? Udah mulai ngelamar ke mana?"

Banyu menggeleng. "Saya yakin, Bali nggak akan pernah kehabisan stok lowongan kerja, Pak. Bapak jangan khawatir."

Aku menghela napas. "Banyu, saya nggak mau kamu keluar dari Jasmine karena saya. Itu namanya kamu berkorban buat sesuatu yang... kamu nggak tahu, apakah akan terbayar atau nggak. Saya akan kasih izin, kalau kamu udah dapat pekerjaan baru, tapi itu karena kamu ingin sesuatu yang lebih baik buat hidup kamu, bukan karena saya. Kamu nggak perlu meninggalkan Jasmine supaya segalanya jauh lebih mudah. Saya bisa ngeyakinin kamu, kalau semuanya nggak akan pernah mudah. Hidup nggak sesederhana itu. Kamu pikir lagi ya?"

Aku memandang Banyu yang sepertinya tidak menduga akan mendapatkan jawaban seperti itu dariku. Aku bisa memahami alasan dia ingin melakukan itu. Ingin sekali rasanya mengulurkan tangan untuk menggenggam miliknya. Menghindarkannya dari rasa takut.

"Saya kira, Pak Adrian akan setuju."

"Sekarang, saya tanya ke kamu. Apakah... kamu ingin kita punya sesuatu yang nggak akan pernah terjadi, kalau kamu tetap di Jasmine?"

Mata kami bertemu. Aku perlu mengetahuinya, perlu mendapat jawaban darinya. Sekarang, aku masih berdiri di daerah abu-abu. Jawaban Banyu, akan membuatku berani melangkah ke daerah yang lebih jelas. Hitam atau putih. Atau tetap berada di area abu-abu ini.

Banyu seperti menimbang. Aku bisa memahami, dia pasti terkejut dengan pertanyaanku. Tetapi aku harus menanyakannya, karena kerumitan yang sedang melandaku saat ini. Kara dan Chris. Seperti sebuah tuntutan memang. And I don't like pushing him to answer it now. But, I need to. I have to.

"Yang saya tahu, saya lebih ingin dekat dengan Pak Adrian."

Meski bukan jawaban sepeti itu yang aku harapkan, aku tidak akan memaksanya lagi. Untuk saat ini, kata 'dekat' cukup untukku mengetahui apa yang Banyu inginkan. Aku menghargai keberaniannya.

"Banyu, kamu masih muda. Saya akan ngerasa bersalah, kalau jadi penghalang, apa pun itu yang menjadi mimpi kamu. Jangan ngerasa berutang apa pun sama saya atau Adam. Saya senang, kamu ingin lebih dekat sama saya. Saya akan senang, kalau kamu sering main ke rumah sekadar nonton film klasik sama saya. Hanya saja, saat ini saya perlu kepastian, Banyu. Hidup saya sedang kalut, karena Kara akan datang buat jemput Adam. Fokus saya sekarang, sama Adam. Tolong, jangan anggap ini penolakan dari saya. Kehadiran kamu justru ngasih saya semangat, ngasih saya harapan. Tapi, saya nggak mau lagi bermain dengan hati, Banyu. Saya lelah."

SEBUAH PILIHAN HATIWhere stories live. Discover now