TIGA - PLAYING WITH FIRE

4.4K 297 34
                                    



Notes: Apa kabar semuanya?? Hahahaha. Setelah direcokin banyak orang, I finally updating this story. Nggak tanggung-tanggung, 4 PART langsung ya? Biar puas! :D Saya juga udah edit part 1 sama 2, karena buat saya, 2 part itu lack of something. Silakan dibaca lagi, nggak banyak yang dirubah, tapi akan ngaruh ke part-part selanjutnya. I hope you enjoy these parts!


Meyakinkan Banyu untuk masuk, ternyata bukan hal sederhana. Akhirnya aku memintanya untuk menunggu di teras, dengan jaminan bahwa nyamuk akan menyukainya. Banyu hanya tersenyum ketika aku mengatakannya.

Begitu memasuki rumah, hal pertama yang aku lakukan adalah mengecek kamar Adam. Melihatnya sudah tertidur pulas, aku menghampirinya hanya untuk mendaratkan kecupan di kening. Keluar dari kamar Adam, aku menuju dapur untuk memasak air sambil menyiapkan satu cangkir berisi teh. Aku tahu, Banyu suka teh daripada kopi. Membuka kulkas, aku menemukan satu potong Eclair dan mengeluarkannya. Sambil menunggu air mendidih, aku berjalan ke perpustakaan dan mengambil dua buku. Tidak perlu berpikir lama untuk mengetahui buku apa yang akan disukai Banyu.

Setelah menyeduh teh dan meletakkan Eclair di atas satu piring kecil, aku menghampiri Banyu yang sedang mengecek ponselnya. Begitu melihatku, dia langsung mengerutkan kening.

"Tuh, saya merepotkan Pak Adrian."

"Sama sekali nggak."

Begitu meletakkan kue dan teh itu di atas meja, aku menyerahkan dua buku ke arah Banyu.

"Saya harap kamu suka dua buku ini."

Banyu mengangguk sambil membaca bagian belakang buku sebelum memandangku.

"Kelihatannya menarik, Pak."

"Sanget menarik. Ayo, diminum teh sama dimakan kuenya. Kamu nggak boleh pulang, kalau kue dan teh ini belum habis."

Dengan malu, Banyu menyeruput teh serta membiarkan garpu mengiris satu suapan Eclair. Aku memandangnya, terlalu berat untuk memandang sesuatu yang lain daripada wajah Banyu. Aku jelas akan punya sedikit keberanian jika Banyu bukan bagian dari Jasmine. Usianya yang masih cukup muda serta hubungan kami sebagai bawahan-atasan, sama sekali tidak membuat semuanya jauh lebih mudah.

"Enak kuenya?"

Banyu mengangguk. "Pak Adrian selalu punya selera yang bagus kalau masalah makanan."

Aku membalasnya dengan sebuah tawa kecil. "Kalau ada waktu, saya akan ajak kamu ke toko kue favorit saya. Adam suka sekali di sana. Bahkan, kalau saya kasih izin, dia akan minta ke sana tiap hari. Namun Adam tahu, terlalu banyak makan makanan manis nggak bagus buat giginya. Paling seminggu sekali kami ke sana."

Banyu hanya mengangguk.

"Kamu mau teh lagi?"

"Nggak usah, Pak. Terima kasih. Saya sudah cukup kenyang."

Mendengar dia mengganti kata 'tidak' dengan 'nggak' cukup membuatku senang. Itu berarti, dia mulai merasa rileks berada di dekatku.

"Kamu mau pulang sekarang?"

Ada keraguan di wajah Banyu, sebelum dia mengangkat wajah untuk menatapku.

"Apa Pak Adrian selalu peduli apa yang orang bilang?"

"Jika itu menyangkut Adam, maka saya peduli. Kalau saya sendiri nggak pernah terlalu mikirin pendapat orang. Kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?"

"Kalau ada pegawai Jasmine atau orang yang kenal dengan Pak Adrian, melihat saya keluar dari rumah Bapak selarut ini, mereka pasti bertanya-tanya."

SEBUAH PILIHAN HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang