Perpisahan dan Pertemuan.

40.6K 2.7K 251
                                    

"Jadi apa keputusanmu?" pertanyaan ini sebagai keputusan akhir dari sekian banyak pertanyaan yang sudah mereka lewati. Berusaha mencari jalan keluar di tengah satu perbedaan yang sejak dulu mereka lupakan dan coba hindari namun pada akhirnya harus mereka ingat dan hadapi.

Komitmen sehati. Ternyata mereka belum sampai pada kata selaras dan sepenanggungan. Mereka tidak memiliknya.

Adalah Alvina seorang gadis ceria yang sedang bertaruh memutuskan kelanjutan masadepannya dengan sang tunangan Dimas. Janji suci mereka mengalami kemunduran lagi. Titik awal perbedaan mereka kembali dipermasalahkan.

Waktu semakin dekat saat mereka hendak menyatakan janji suci di sebuah ikatan abadi. Namun sekali lagi, ikatan mereka belum lengkap jika satu perbedaan itu tidak bisa terjalin.

"Maaf Vina aku tetap pada pendirianku. Tinggal di kota kelahiranku setelah menikah." ucap Dimas lugas.

Mereka berdiri di tengah kerumunan orang. Seakan tidak memperdulikan di mana mereka berada. Di trotoar jalan, tempat ramai para manusia sedang berlalu lalang. Siang itu, akhirnya mereka kembali bertemu. Di mana tempat itu menjadi sejarah awal pertemuan mereka.

Trotoar jalan di sekitar daerah pusat perkantoran ibukota. Jarak kantor mereka hanya bersebrangan di depannya.

Mungkinkah ini sebagai akhir dari semuanya? Alvina tidak punya pilihan dan memang tidak akan mau memilih. Ia putri tunggal dari kedua orangtuanya. Dimas sangat tahu itu, Alvina tidak akan bisa meninggalkan kedua orangtuanya, walaupun tidak ada paksaan dari mereka.

Tetapi kenapa ia tidak mau berjuang? Seolah ia hanya ingin Dimas yang berjuang meyakinkan hatinya? Atau jangan-jangan memang hatinya yang masih ragu dengan komitmen ini?

Dimas kembali menatap mata Alvina. Di tengah tubrukan dan makian beberapa pengguna jalan karena mereka berdua mengganggu alur kaki berpijak.

"Maaf." Alvina menggeleng lemah. Satu tetes air mata keluar tanpa terhindari. Dimas mengangguk pasrah. Ini mungkin memang akhir dari perjalanan cinta mereka? Sudah tidak bisa dicari jalan temunya. Sudah saatnya mereka pasrah, mungkin mereka tidak bisa berjodoh. Lalu cinta mereka bagaimana?

Cinta? Pantaskah ini dikatakan cinta? Tidak ada pengorbanan bahkan berjuang mencari titik persamaan dari mereka. Mungkin hanya sebatas ucapan tetapi belum sampai ke perjuangan.

Cinta saja bukan berarti berjodoh.

"Semoga kamu bahagia dengan jodohmu kelak." ucap Dimas pelan mendekat. Jarak mereka semakin menempel, ditambah senggolan di kanan kiri bahu. Ini memang waktu jam makan siang, lalu lalang dipastikan ramai.

"Maaf." ucap Alvina sekali lagi. Dimas kembali mengangguk sambil mengusap linangan air mata Alvina. Ia tidak lagi memperdulikan tatapan menyelidik orang-orang, banyak dari mereka yang berhenti ingin menatap mereka berdua sehingga kembali memperparah mandeknya alur lalu lalang di sana.

Ini tontonan gratis.

"Bye." ucap Dimas pelan. Ia mundur dari tubuh Alvina. Goyangan di bahu kanan kiri Alvina tak ia perdulikan lagi. Saatnya Dimas melangkah ke tempat seharusnya. Menjauh dan meninggalkan Alvina.

Inilah saatnya, mereka berpisah selamanya.

Dimas berjalan ke arah depan. Menyebrang melintasi boulevard penghubung dua jalan besar. Tempat awal mereka bertemu. Awal ia menolong seorang gadis yang tak bisa menyebrang jalan. Wajah si gadis kikuk yang takut melangkah. Maka dengan keberaniaan tanpa bisa dicegah ia menggandeng tangan gadis yang tak ia kenal sebelumnya melangkah melewati jalanan itu.

Awal dari pertemuan mereka. Dan sekarang menjadi akhir dari semuanya.

Alvina menatap Dimas melewati boulevard itu dengan mata nanar. Suaranya pelan berbisik. "Berbaliklah! Tatap mataku. Berbaliklah.." pintanya lirih. Dimas tidak berbalik, punggung itu tetap kokoh menatap pemandangan di depannya.

My Apple Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang