Chapter 20 - Kabur Bareng?

9.3K 585 3
                                    

"Hal berharga apa yang pengen kamu lakuin di hidup kamu nanti?" Tanya remaja lelaki berumur tiga belasan yang terbaring di lapangan rumput hijau.

Perempuan yang terbaring disebelahnya menoleh, bergumam sebentar. "Bahagiain orang yang aku sayang." Lalu dirinya tersenyum.

"Orang yang kamu sayang itu siapa?"

"Orang tuaku, termasuk kamu Rael." Setelah itu, bayangan perempuan tadi pergi seiring berhembusnya angin.

"Hah! Hah! Hosh!" Dengan napas yang memburu, Rafa mengambil segelas air yang berada di nakasnya lalu meminumnya.

Akhir-akhir ini dia selalu saja dihantui oleh bayang-bayang perempuan itu. Perempuan yang mungkin kini sudah tak peduli lagi kepadanya.

Rafa tersenyum kecut. Bahagia, hidupnya bahkan jauh dari kata bahagia.

Biasanya disaat-saat seperti ini, adik tirinya, Liora, selalu saja bisa menenangkan dirinya dari mimpi buruk yang selalu datang menghampirinya.

Lelaki yang terkenal sebagai berandal pun lebih takut dengan mimpi buruk, ketimbang dengan hantu. Dan itu pula yang membuatnya terjebak dengan trauma masa lalu.

Triiing!

Handphone milik Rafa berbunyi, tanda ada pesan masuk. Lalu ia membukanya, ternyata dari adiknya Liora.

Liora: kak Rafa, nanti sore tolong jenguk Tiffany ya! Aku khawatir sama dia.

Rafa mengembuskan napas.

Rafa: apa harus?

Liora: please kak... ya, ya, ya?

Rafa: iya.

Liora: makasih kak Rafa-ku tersayang :p

***

Tiffany tadi bermimpi jika ia melihat Kania dan mamanya ada di kamar inapnya, dan papanya memperkenalkan mereka sebagai calon saudara tiri Tiffany nantinya.

"Tif, Tifa bangun." Ucap Papanya membuat Tiffany terbangun.

"Haa, aduh pa," Tiffany menguap. "Masa tadi Tiffany mimpi temen Tifa bakal jadi sodara tiri." Kemudian ia terkekeh.

Papanya menaikan sebelah alisnya. "Kamu jaga sikap ya, udah ada tamu dateng." Ucap papanya membuat Tiffany menoleh kearah sofa yang tak jauh dari kasurnya.

Tiffany tertawa. Masa sih, ini gak mungkin.

"Ah papa kalau bercanda keterlaluan deh." Ucap Tiffany pada papanya lalu terkekeh.

Papanya mengerutkan kening heran. "Papa ga lagi bercanda Tif," kemudian beliau tersenyum. "Kenalin ini tante Tiara, yang bakal jadi calon ibu kamu. Dan ini anak perempuannya Kania. Papa seneng kamu jadi punya teman Tif."

Seperti tersambar petir, Tiffany diam membeku. Dia tak akan pernah mengira jika Kania akan menjadi saudara tirinya. Dan Tiffany juga sebelumnya belum pernah bertemu dengan ibu kandung Kania.

Tanpa memikirkan apapun yang akan terjadi dengannya, Tiffany melepas jarum infus yang berada di lengannya, menyebabkan darah keluar dari sana.

Papanya pun terkejut dengan apa yang dilakukan oleh putrinya, begitu pula dengan Kania dan Ibunya.

Tiffany segera berlari keluar kamar tanpa bisa dicegat oleh papanya. "TIFFANY!" Papanya berteriak.

Malam-malam seperti ini, Tiffany berjalan di koridor rumah sakit, berjalan menuju taman yang tak jauh dari kamar inapnya. Menghiraukan tatapan aneh para pengunjung yang tertuju padanya.

Entah apa yang ada di pikirannya sekarang, yang pasti hanya satu, menenangkan diri. Ia shock, tentu saja.

Di lain tempat, Rafa dengan terburu-buru dia berjalan menuju kamar inap yang dua hari lalu ia kunjungi.

Dia lupa untuk berkunjung kesini tadi sore. Ia juga harus menepati janji pada adiknya untuk pergi kesini.

Akhirnya dia sampai di depan kamar inap itu, tanpa pikir panjang ia pun mengetuk pintu itu dan membukanya perlahan. "Misi?"

Bukannya mendapatkan Tiffany yang berada di tempat tidurnya, melainkan Rafa mendapatkan sosok perempuan yang ia harus jauhi sejauh-jauhnya karena traumanya bersama dengan lelaki dan perempuan paruh baya.

Refleks Rafa mengucap. "Kania?"

Kania kenal Tiffany? Batinnya bertanya.

Kania pun bereaksi seperti itu. Heran mendapatkan Rafa yang malam-malam seperti ini berkunjung. "Rael?"

Rafa tak menjawab, tetapi ia bertanya. "Maaf, apa Tiffany ada?" Tanyanya dengan sopan pada lelaki paruh baya yang menatapnya, mungkin papa Tiffany juga heran mengapa putrinya bisa mengenal berandal sepertinya.

Papa Tiffany menggeleng. "Saya harus cari Tiffany."

Rafa menaikkan sebelah alisnya. Tiffany emang kemana?

"Tiara, Kania. Tunggu disini sebentar, saya akan cari anak saya dulu. Saya meminta maaf dengan pertemuan yang jadinya gagal karena anak saya." Ucap papa Tiffany penuh penyesalan.

"Tak apa Rio, mungkin dia shock." Ucap Ibu Kania memaklumi.

Kania yang disebelahnya hanya tersenyum tipis. Dia sendiri masih shock, dan masih belum terlalu percaya apa yang terjadi. Dari mulai, Tiffany yang akan jadi saudara tirinya, lalu perempuan itu kabur tanpa jejak, dan juga Rafael yang malam-malam datang kesini, membuat Kania heran dan bertanya-tanya.

Papa Tiffany keluar dari kamar inap dan disusul oleh Rafa. Rafa juga masih harus bertemu dengan Tiffany, seperti apa yang adiknya katakan.

Rafa dan papa Tiffany berpencar, mencari Tiffany dengan arah yang berbeda. Dan tempat yang dituju Rafa yaitu, taman.

"Ga baik loh, orang sakit keliaran malem-malem begini."

Tiffany menengok ke belakang, asal suara lelaki itu. Lalu matanya menemukan kakak Liora dengan wajah penuh seringainya. Dia pun duduk di sebelah Tiffany.

Tiffany tak menanggapi ucapan lelaki itu, dan membiarkan Rafa menebak apa yang sudah Tiffany lakukan.

Sampai mata Rafa melihat luka yang ada di lengan sebelah kanannya, Rafa menerka jika itu adalah bekas dari infusan yang ditarik paksa oleh Tiffany.

Dia mengeluarkan sapu tangan dari jaketnya dan menyodorkannya pada Tiffany, yang segera disambut oleh perempuan itu. "Makasih ya."

Rafa mengangguk, lalu menyandarkan diri pada kursi taman. Memandang langit malam yang tanpa bintang, begitu kelam. Seperti masa lalunya, dan perempuan di dalam masa lalunya kembali hadir.

Tiffany menyusut darah yang keluar dari lukanya, namun masih ada darah yang keluar sedikit-sedikit dari lukanya.

"Lo ngapain mesti cabut infusan?"

Tiffany menoleh, lalu menaikkan sebelah alisnya. "Biar bisa cepet kabur."

"Kalo kabur tuh jauh-jauh," Ucap Rafa. "Begini sih bukan kabur namanya."

Segera ia membayangkan jika dirinya pergi keluar dari rumah sakit, membuat dirinya bergidik ngeri, apalagi hari sudah terbilang malam.

"Mau kabur sama gue?" Ajak Rafa, membuat Tiffany terkejut.

a.n

Sudah seminggu ga update cerita ini, ya mumpung lagi libur seminggu akhirnya update aja deh... aku cinta rafa <3

Bubyee, baca ceritaku yang baru 'Dimension Heart' makasyiii...

ComparableWhere stories live. Discover now