Chapter 16 - Kambuh

10.8K 673 7
                                    

Benar kata Rama, Darrel tak pernah segila ini sebelumnya. Darrel mengembuskan napas, sebenarnya ketika masalah Gia dia tak seperti ini.

Darrel duduk di sebelah Damar, lalu tak lama kedua temannya datang dan duduk di depannya.

Darrel menumpukan kepalanya pada lengannya. Lalu seseorang menyenggol lengannya. Darrel mendongak, dengan malas ia menatap perempuan di hadapannya.

"Rel lo udah jadian bukan?" Tanya perempuan itu, Darrel lupa namanya.

"Hah, sama siapa?" Tanya Darrel, berpura-pura tak tahu.

"Sama adek kelas, namanya Kania 'kan? Iya 'kan lo jadian?" Tanya perempuan itu beruntun, Darrel cukup lelah mendengarnya.

Mengangkat kedua bahunya, Darrel berkata. "Tanya aja ke dia sendiri."

Perempuan tersebut tersenyum sumringah. "Oke deh kalau gitu. Makasih ya Rel."

"Si Gisa diapain sama lo sampe senyum-senyum begitu?" Damar menyenggol lengan Darrel.

"Gue cium."

Damar menggeleng-geleng. "Gue kasian sama calon istri lo di masa depan, semoga aja dia tabah punya suami kaya lo."

Darrel terbahak. "Gue juga tau diri kali Mar."

***

Tiffany masuk ke rumahnya begitu saja tanpa membuka sepatunya terlebih dahulu. Kebetulan Bik Inah yang sedang melewat menegurnya.

"Duh duh, Non Tifa. Udah Bibik bilang berapa kali, buka dulu toh sepatunya kalo masuk ke rumah." Tegur Bik Inah.

Tiffany terkekeh membalas teguran kepada wanita paruh baya yang sudah merawatnya semenjak kecil. "Tifa lupa Bik."

Bik Inah hanya menggeleng setelah itu melesat ke dapur.

Setelah menaruh sepatunya di rak sepatu yang berada dekat pintu utama, Tiffany melenggang menuju dapur. Merasa serat dengan tenggorokannya, Tiffany mengambil jus jeruk yang berada di kulkas.

Sambil meminum, dia membaca post-it yang ditempel di pintu kulkas.

Tifa, Papa pergi kerja dulu. Jaga kesehatanmu baik-baik. Jangan lupa diminum obatnya, dan jangan makan sembarangan.

Se-Minggu lagi bakal ada pertemuan, dan kamu harus ikut. Papa sudah belikan dress buat kamu, yang Papa taro di kamar kamu. Papa sayang kamu.

Dari,

Papa.

Tiffany menaruh gelas bekas ia minum di westafel, lalu menaruh post-itnya di counter dapur. Dia segera berlari menuju kamarnya, lalu menutup pintunya.

Seperti yang tertulis tadi, Papanya menaruh dress untuknya di kamar. Tiffany membuka kotak yang berada di ranjangnya. Ia mengeluarkan dress yang terdapat dalam kotak tersebut.

Tiffany bercermin, sambil menyocokkan dress itu dengan badannya.  Menurutnya dress ini sangat bagus, Papanya tak pernah lupa jika ia menyukai warna biru.

Segera Tiffany taruh kembali dress itu di kotak. Lalu Tiffany mengganti baju seragamnya dengan kaus kebesaran dan celana pendeknya.

Tok. Tok. Tok.

Suara ketukan pintu berasal dari balkon. Tiffany memutar kedua bola matanya jengah.

ComparableWhere stories live. Discover now