"Rez.." suara yang ku kenal dekat denganku. Tangan mungilnya menepuk pundakku. Aku menoleh.

"Muna?" ada yang lucu dari tampilannya. Muna memakai baju tidur lucu dipadukan sweater milikku.

"Aku kepikiran kamu jadi balik lagi." dia duduk di sampingku.

"Kenapa tidak tidur nyenyak di apartement dan besok kamu kembali lagi?"

"Aku anaknya tapi justru kamu yang menjaga." aku hanya diam dengan perkataannya.

"Peluk!" mintanya manja. Tangan menjulur ke arahku. Dengan senang hati Munaku sayang. Aku menarik tubuhnya dalam pelukanku. Membagi kehangatan di dinginnya malam. Suasana menang sudah sangat sepi.

"Sebenarnya aku ada kamar di lantai atas tapi aku malas tidur di sana. Aku serasa sedang sakit dan dirawat sendirian." bisikku. Muna memainkan tangannya di dadaku. Pola apa yang sedang ia tulis aku tidak tahu. "Seandainya dia meninggal gimana?" tanyanya pelan.

"Setidaknya saat dia meninggal kita menemani." Muna semakin memelukku erat.

"Titik tertinggi hati bersih seorang manusia itu mau memaafkan." bisikku lagi. "Aku ngantuk." jawab Muna.

"Tidurlah sayang." aku tak henti-hentinya mengusap kepala Muna. Memberikan kecupan sayang. Ah calon istriku ini sudah bisa manja.

Sungguh aku tak menyangka. Perkenalan aneh kita berakhir seperti ini. Aku yang selalu bermain dengan aneka bonus sekarang sudah tidak lagi bermain seperti itu. Akhirnya kado spesialku datang dengan sendirinya, beserta aneka kicauan merdu.

Hingga pagi menjelang bahkan sampai malam kembali Muna tetap tidak mau bertemu dengan sang ayah. Ia dan Nizar hanya duduk di ruang tunggu saat Mama Mira masuk bersamaku.

Siang tadi aku pulang dengan Muna karena Mama Mira sudah datang dengan Nizar. Sungguh kami seperti keluarga kompak yang menunggu orangtua tersayang sedang terbujur kaku melawan penyakitnya.

Papaku bahkan selalu memantau kesehatan Om Chandra melalui suster dan dokter yang menanganinya. Itu semua atas permintaanku, papa hanya bisa terkikik saat aku selalu menghubunginya perihal tindakan yang paling tepat untuk ayah Muna. Kenyataan paling pahit yang harus kuberitahu oleh Muna dan yang lain. Papa bilang keluarga memang sudah harus siap mengikhlaskan.

Aku sudah berbicara kepada mereka dan reaksi Mama Mira yang terlihat sedih. Muna dan Nizar masih tidak bereaksi berlebih. Mereka hanya mengangguk dan memainkan ponselnya.

Anehnya dari mereka tidak ada yang mau berniat meninggalkan rumah sakit. Keduanya tetap memilih duduk di ruang tunggu seharian. Mama Mira membisikkan sesuatu kepadaku. "Biarkan mereka peka dengan sendirinya Rez. Mereka harus sadar diri sebagai anak yang hormat kepada orangtua."

"Nanti mereka akan menemui dengan kesadaran penih. Aku yakin itu." ucapku penuh keyakinan kepada Mama Mira.

"Mama pulang, sebaiknya kamu juga pulang Rez. Kamu butuh istirahat." ajak Mama Mira. Akupun mengikuti sarannya. Suster yang menjagapun sudah mengatakan kalau pasien akan mereka jaga dengan benar.

Setidaknya untuk malam ini kondisi pasien memang masih stabil.

...

Bonus Palsu Where stories live. Discover now