Aku terkikik sambil berjalan, sekedar pemberitahuan saat Muna menyicil hutang aku memang menerimanya. Tetapi keesokannya aku mencari tahu tanpa sepengetahuan Muna. Tante Mira akhirnya berkata jujur kalau Muna meminta jaminan rumah Surabaya. Aku mengembalikan kembali uang itu kepada Tante Mira dan berpesan agar Muna tidak tahu. Muna tetap berkerja denganku.

"Jangan meragukan niat tulus Muna." aku mengangguk dan memegang tangannya.

"Tante saja yang masuk." ucapku pelan. Lebih baik menunggu di depan ruang perawatan khusus Om Chandra. Aku rasa Tante Mira butuh waktu berdua dengan mantan suaminya.

Lama kumenunggu akhirnya Tante Mira keluar dengan linangan air mata. Mungkin berat baginya melihat kondisi lemah mantan suaminya. Biar bagaimanapun mereka pernah menjalin hubungan indah yang menghasilkan dua buah hati. Pasti masih terselip rasa sayang di hati Tante Mira.

"Ayo.." ajak Tante Mira memeluk lenganku. Kurasakan langkah Tante Mira sangat pelan.

"Sabar Tante. Semua sudah jalannya." dia hanya mengangguk, akupun menarik tubuhnya dalam rangkulan. Aku tahu dia butuh pelukan. Sungguh tidak ada maksud apa-apa, aku hanya mencoba menganggap Tante Mira orangtuaku juga. Sosok ibu yang sudah lama tak kuingat seperti apa kehangatannya.

"Rez.. Tante mau Muna dan Nizar bertemu dengan papanya!" ucapnya lirih. Kami masih berjalan pelan.

"Rezky akan usahakan." aku terus merangkul Tante Mira.

"Tante pulang saja sama Nizar dan Muna! Nanti kalau ada kabar apapun aku akan memberi tahu." ajakku lembut. Mereka butuh istirahat.

"Ma-ma, kamu panggil aku mama seperti Muna dan Nizar." dia menatapku dengan wajah yang masih sembab. Aku mengangguk bahagia. Kelembutan seorang ibu yang sudah lama tak kudapatkan.

Pasti ada harapan dibalik sebuah penderitaan.

"Muna, temani mama kamu dan Nizar istirahat di apartement!" perintahku saat kami sudah mendekati Muna dan Nizar.

"Iya Nizar seharian ini sibuk mengurus tugas-tugas akhir sekolah. Kami pulang dulu yah Nak Rezky. Mama sangat bahagia Muna memilih kamu." ucap Tante Mira, oups Mama Mira.

"Kamu pulang sekalian bersama kita Rez, ada suster yang menjaga!" ajak Muna. Aku menggeleng, "Antarkan mama dan Nizar sana." aku mengacak rambutnya. "Kamu juga butuh istirahat."

"Zar jaga mama dan Muna." aku menepuk pundak Nizar. Hei ada yang aneh dari dirinya. Dia lebih pendiam dan tatanan rambutnya sudah kembali normal. Dia seperti tentara yang baru saja berlatih.

"Oke hyung, jangan khawatir aku akan menjaga sampai titik darah penghabisan dua dewi paling berarti di hati ini.." jawabnya biasa saja. Ah aku lupa kadar ketengilan dirinya pasti masih melekat. Dia calon adik iparku dan akan menjadi orang kepercayaanku.

Setelah Muna dan yang lainnya pergi aku duduk di sofa ruang tunggu. Ada beberapa orang yang juga menunggu di sana. Waktu sudah menunjukan tengah malam. Aku sudah meminta kepada beberapa perawat untuk menjaga  Om Chandra lebih teliti. Dan memang Om Chandra dipantau khusus atas permintaanku.

Kebetulan papaku sedang pergi keluar kota, walaupun atas permintaanku ia memantau dari jarak jauh. Beberapa tindakan atas perintah papa.

Bonus Palsu Where stories live. Discover now