Chapter 15

602 36 3
                                    

Hari ketiga (setelah) syuting


Sesuai dengan yang direncanakan, sehabis syuting Rob akan tinggal dengan Kris. Proses syuting hari ini sangat buruk. Rob bersikap sangat tidak profesional hari ini hanya karena dia terkejut, dan mungkin sedikit cemburu mengetahui jika Kris ternyata sudah punya kekasih.

Jadi, sudah jelas dia melakukan banyak kesalahan. Dia bahkan seringkali menghidari sentuhan Kris saat proses syuting tanpa alasan yang jelas. Semua orang meneriakinya, semua orang mengumpat dan mengutuknya karena sikapnya itu. Dan itu tidak-apa-apa. Dia masih bisa terima.

Yang tidakbisa dia terima adalah ketidakadilan yang dilemparkan Kris ke wajahnya! Dia sudah membiarkan Kris tahu segala sesuatu tentang Cindy, tapi di sisi lain, dia bahkan tidak tahu secuilpun mengenai kehidupan asmara Kris. Untuk itu, dia berhak untuk marah, 'kan?

Wajar saja kalau dia sekarang bersikap berbeda ke Kris, meskipun mereka berdua akan tinggal bersama. Butuh hampir empat belas jam bagi mereka untuk menyelesaikan syuting hari ini karena 'sikap' Rob yang berbeda itu. Tapi jangan salahkan hal ini semua ke Rob. Dan, yah, seperti sudah direncanakan, Rob langsung pulang ke apartemen Kris.

"Kris, kau antarkan Rob ke kamarnya. Aku akan memasakkan makan malam untuk kita semua." Suzzan langsung menaruh barang-barangnya di sofa dan kemudian berlari menuju dapur.

Rob dan Kris hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkahnya. Suzzan benar-benar ajaib. Wanita itu selalu bisa bergerak lebih cepat daripada orang lain.

"Ayo, Rob." Kris tanpa membuang waktu lagi, mengantar Rob ke lantai dua. Di sana, tepat di samping ruangan yang di pintunya dihiasi stiker bertuliskan 'K's-Room. Stay away! Don't knock! Or I'll break your arms!' kamarnya disiapkan. Kesan pertama yang Rob rasakan ketika melihat ruangan yang sebentar lagi akan menjadi kamarnya adalah rapi.

"Wow.. ini nyaman." Rob tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memberikan komentar seperti itu.

Bagaimana tidak, ranjang ukuran king size di kamar ini terlihat sangat mengundang. Balkonnya menawarkan pemandangan malam kota yang sangat indah. Juga terdapat perpustakaan mini di sudut ruangan. Tom tentunya sudah memindahkan semua koleksi buku-buku Rob ke sini.

Ada juga karpet besar berwarna hitam yang mengelilingi ranjang, memeberikan kesan maskulin dan 'misterius' di kamar ini. Semua koleksi suit & tie, bahkan sepatu-sepatuku di taruh dengan rapi di lemari transparan yang berada di sisi kanan ruangan.

Semua pakaianku seperti sedang dipajang di toko pakaian saja, batin Rob. Dia merasa geli sendiri. Sebelumnya dia tidak pernah menata kamarnya seperti ini. Dan dia menyuakainya.

"Sudah kuduga kau akan suka kamarmu ditata seperti ini. Kau tidak akan percaya berapa banyak uang yang aku dan Suzzan keluarkan untuk menyewa jasa desain interior." Kata Kris tiba-tiba. Rob sendiri merasa skeptis jika penataan kamarnya ini semahal itu.

"Nanti aku suruh Tom untuk mengganti uang kalian," ucap Rob dengan malas.

"Sebaiknya begitu."

Tanpa memedulikan Kris, Rob langsung merebahkan diri di atas ranjang.

"Ahh.. nyamannya," desanya. Merasa benar-benar puas dengan kamarnya yang sekarang. Rob lalu menepuk-nepuk sisi kiri ranjang, meminta Kris untuk ikut berbaring di sampingnya. Dia pikir sudah saatnya dia menyerah untuk mencoba menjadi orang asing bagi Kris. Dia tidak sanggup lagi.

Awalnya Kris nampak ragu, tapi akhirnya ia melompat dan bergelung ke dalam pelukan Rob. Tanpa canggung Rob mengusap-usap punggungnya, sesekali mencium ubun-ubun kepalanya.

"Kau belum cerita kalau kau sudah punya—" Rob menghentikan kalimatnya. Sepertinya Kris belum siap untuk menceritakannya. Gadis itu malah mengeratkan pelukannya.

"please.." Rob berbisik di telinganya. "Aku berhak tahu, Kris." Kris sontak melepaskan pelukannya dan memunggungi Rob.

"Beri aku waktu. Aku harus memikirkan dari mana sebaiknya aku memulainya," pintanya. Rob menahan erangannya.

Dasar perempuan!

Jelas sudah, tidak ada yang bisa dia lakukan selain menunggu. Sesekali dia memainkan rambut panjang Kris, hanya untuk 'membunuh' waktu.

"Michel dan aku pernah bermain dalam satu film." Akhrinya Kris mulai bercerita. Masih tetap memunggungi Rob. Rob sendiri juga masih tetap memainkan rambut Kris.

"Hanya film pendek, orangtuaku seharusnya tidak tahu mengenai proyek film itu, tapi entah bagaimana mereka bisa tahu. Dan sialnya lagi, Michel kurang bisa memberikan kesan yang bagus ke orang tuaku. Jadilah, aku dilarang bekerja lagi dengan Michel. Ibuku, terutama, sejak saat itu memperhatikan betul film apa yang akan aku bintangi, dan siapa lawan mainku."

"Memangnya waktu itu apa yang dilakukan Michel hingga orangtuamu bersikap seperti itu?" tanya Rob penasaran.

"Dia.. dia menceritakan riwayatnya yang pernah dipenjara karena—" Kris sekarang terlihat enggan untuk melanjutkan

"Karena apa?" Rob mencoba untuk mendesaknya.

"Pernah tidak sengaja membunuh orang dengan pistolnya." Rob menahan napasnya sendiri mendengar hal itu.

"Apa?! Sungguh?!" Rob bertanya lagi untuk memastikan.

"Ya.. karena itu orangtuaku tidak suka, bahkan takut dengan Michel," aku Kris.

"Apa kau yakin itu benar-benar tidak di sengaja? Maksudku, apa kau percaya dia tidak bersalah?" tanya Rob lagi. Dia sekarang benar-benar tertarik dengan cerita ini.

"Well, Michel kira orang itu perampok. Tapi aku 'kan tidak ada di sana waktu itu, jadi.."

"Oke. Aku mengerti sekarang. Terima kasih sudah mau cerita." Rob akhirnya memutuskan bahwa pembicaraan berat ini harus diakhiri. Kris lalu membalikkan badannya, matanya menatap Rob nanar.

"Ini bukan masalah penting yang harus aku bagi padamu. Lagipula, kau tahu sendiri aku belum parcaya, bahkan aku tidak yakin apa yang aku rasakan ke Michel. Yang aku tahu, apa pun yang terjadi padanya, dia tetap cinta pertamaku," kata Kris, mengakhiri ceritanya.

Rob tersenyum mendengarnya. Ini salah satu yang dia suka dari Kris. Ia selalu menghargai orang-orang di sekitarnya. Tidak peduli jika orang itu pernah mengecewakannya.

Memang tidak ada manusia yang sempurna, yang membuat manusia itu sempurna adalah bagaimana dia menerima kekurangan orang lain dan memperbaiki kekurangan dirinya sendiri.

Tanpa Rob sadari, jari-jarinya sudah mengusap lembut pipi Kris.

"Rob.." Kris bermaksud memperingatkan Rob bahwa sentuhan fisiknya sudah membuat Kris tidak nyaman.

"Sshh... diam." Rob langsung memungut bibirnya, merasakan lidah Kris dimulutnya. Awalnya lembut, tapi lama-lama mereka berdua sudah berada di high tempo.

"Rob.." desahnya di sela-sela ciuman mereka.

"Fuck me! NOW!" pintanya.    

Rob & Kris [PUBLISHED IN A BOOK] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang