Chapter 2

806 65 3
                                    

Sebenarnya hari ini Rob seharusnya menemui Kristy—aktris muda itu, dan manajernya di studio. Tapi dia tidak bisa meninggalkan Cindy sekarang. Jadi dia meminta kepada manajernya Kristy itu untuk menemuinya di rumah sakit tempat Cindy dirawat saja. Sebut saja dirinya egois, Rob tidak akan peduli akan hal itu. Cindy prioritasnya sekarang.

Kemarin, setelah mendengar kabar dari Tom bahwa Cindy kecelakaan, Rob langsung ke rumah sakit tanpa membuang waktu lagi. Dan sekarang dia kelelahan, kurang tidur, lapar, dan jujur saja.. dia belum mandi dari kemarin.

Bisa dibilang keadaan Rob benar-benar kacau sekarang. Melihat kondisi Cindy seperti ini, membuat dirinya dikuasai rasa takut. Bagaimana jika kondisinya tambah parah? Bagaimana jika ia tidak kunjung sembuh?

Bagaiimana jika.. bagaimana jika...

Memikirkan segala kemungkinan itu membuat Rob semakin lelah. Akhirnya dia memutuskan untuk tidur sejenak di samping Cindy sambil menunggu Kristy dan manajernya.

Tapi, baru lima menit dia berusaha untuk tidur, Rob sudah mendengar suara pintu di belakangnya dibuka oleh seseorang. Tapi dia memutuskan untuk tidak peduli dan tetap tidak beranjak dari sisi Cindy.

"Rob? Cindy.. astaga!" Itu suara Suzzan. Ternyata ia sudah datang. Rob bisa merasakan tangan Suzzan meremas pundaknya. Itu membuatnya sedikit merasa nyaman. Setidaknya dia jadi yakin bahwa bukan dirinya saja yang ikut merasakan penderitaan Cindy.

Rob memang mengenal Suzzan, meskipun dia dan Suzzan tidak terlalu akrab sebagai teman. Mereka pernah berada dalam satu proyek film yang sama sebelum ini. Tentu saja waktu itu Suzzan masih belum menangani Kristy.

Rob masih ingat aktris yang ditangani Suzzan waktu itu namanya Emma Rawles. Aktris yang memiliki kecantikan wanita Asia. Wajahnya sulit untuk dilupakan. Dan Suzzan, sangat pemilih mengenai para aktris yang akan ditanganinya.

Rob juga masih ingat, dulu Suzzan pernah mengatakan semua aktris yang ia tangani bukan hanya harus pandai bersandiwara dan berakting di depan kamera, tetapi juga harus memiliki sesuatu yang tidak dapat dilupakan oleh semua orang.

Entah itu wajahnya, karya-karyanya, atau apapun itu. Dan Suzzan tidak mau menangani para aktor. Only the girls. Menurutnya para gadis itu lebih menyenangkan, dan lebih mudah untuk diajak bekerja sama.

"Bagaimana keadaanya?" Suzzan akhirnya bertanya. Memecahkan kesunyian yang sedari tadi mengelilingi mereka.

"Masih lemah. Kemarin dokter bilang, ia butuh perawatan di sini selama minimal dua minggu." Jawab Rob dengan suara yang serak, dan matanya masih terpejam.

"Tapi kondisinya tidak mungkin memburuk 'kan Rob?" Suzzan bertanya lagi.

"Kata dokter kemungkinan itu ada, Suzzan. Ia kehilangan banyak sekali darah. Sepertinya ia juga mengalami gegar otak. Tangan kiri dan dua tulang rusuknya patah. Aku takut Suzzan.. bagaimana jika ia tidak bisa di sembuhkan—maksudku, bagaimana jika nanti ia cacat?"

Rob tidak bisa menahannya lagi. Jika dia tidak membagi apa yang dia rasakan saat ini dengan orang lain, dia mungkin bisa gila!

"Ia akan baik-baik saja, Rob. Ayo, kita makan dulu. Kau pasti belum makan dari kemarin, 'kan?" Sikap Suzaan yang seperti ini mengingatkan Rob akan ibunya. Tanpa sadar sudut bibirnya terangkat sedikit.

"Ya. Aku harus makan sesuatu. Aku harus tetap sehat untuk Cindy." Suzzan tersenyum mendengarnya. Ia kemudian mengacak-acak rambut Rob dengan lembut.

"Kris, tolong aku menyiapkan makanan yang aku bawa. Kita akan makan di sini."

Kris.. Kristy? Gadis itu... di mana ia? Sedari tadi aku hanya melihat Suzzan. Rob membatin penasaran. Terlalu penasaran. Rob kemudian membalikkan badannya, mengikuti arah pandangan Suzzan tertuju.

Dan di sanalah ia, berdiri di ambang pintu. Iamirip dewi aprhodite berdiri seperti itu. Hanya saja penampilannya lebih agakberantakan, dan mungil. Dan ia menatap Rob dengan.. terharu?    

Rob & Kris [PUBLISHED IN A BOOK] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang