DUA

11.2K 932 76
                                    

Saat hati berkata siap, saat itu pula kau tak bisa menghindari sebuah takdir. Menuliskan sebuah kisah dalam selembar kertas putih dengan pena kehidupan.

***

Al dan Prilly terbebas dari lift yang macet, ada petugas satpam membantu membuka paksa lift itu. Prilly masih saja mendekap Al dan menutup matanya, dia belum sadar kalau mereka sudah terbebas.

"Kita sudah aman, Nona." Al mengusap pipi Prilly yang masih bersembunyi di dada bidangnya.

Dia mengerjapkan matanya, berusaha menyesuaikan diri melihat dalam gelap tanpa melepas genggamannya di lengan Al.

"Kita keluar sekarang ya." Al menuntunnya untuk keluar dari gedung megah itu.

Prilly belum terbiasa dengan keadaan kantor barunya, jadi dia tak ingin jauh-jauh dari Al. Mereka berdua diikuti sampai ke lobi oleh satpam yang menolong mereka.

"Kamu mau aku antar pulang, Nona?" tawar Al.

"Ah, tidak Mister terima kasih. Lebih baik saya pulang dengan taksi."

Prilly tersadar dari sikap yang dilakukannya tadi. Rasa yang pernah hilang kembali muncul, rasa yang hampir mati juga mulai kembali mencuat ke permukaan. Luka itu tetap ada, tapi rasa nyaman tak lagi bisa di pungkiri. Laki-laki di hadapannya saat ini berhasil membuat hatinya tergerak untuk meninggalkan luka lalu.

"Baiklah, hati-hati di jalan." Al melangkah menjauh meninggalkan Prilly yang masih diam mematung di tempatnya.

Rasa tak rela meninggalkannya seorang diri di kantor yang sudah mulai sepi, serta hujan yang mulai turun membasahi bumi ini, membuatnya terdiam dan melipat tangannya di atas kemudi. Al tetap diam menunggu sampai gadis yang tadi ditinggalkan mendapatkan tumpangan untuk pulang.

Al diam-diam melajukan mobilnya mengikuti taksi yang ditumpangi Prilly. Hatinya tergerak untuk mengikuti dia sampai tujuan untuk sekadar memastikan bahwa dia baik-baik saja dan selamat.

***

Prilly sampai di rumah, melepaskan blazer yang masih dikenakannya dan duduk di sofa ruang tengah.

"Gimana hari pertama kerjanya?" Dandy menghampiri adik kecilnya yang terlihat lesu.

"Masih penyesuaian, Bang," ucap Prilly dengan mata terpejam.

"Istirahat di kamar sekalian biar nggak keganggu. Abang udah siapin makanan buat kamu."

"Iya sebentar."

Prilly tinggal dengan kakak kandungnya yang kebetulan tinggal di kota di mana dia dipindahtugaskan. Dia beranjak untuk pindah ke kamarnya, kamar yang didominasi warna putih membuatnya terasa nyaman untuk berlama-lama di dalam.

Rasa nyeri tiba-tiba muncul di dalam hati, saat berusaha untuk tetap bertahan pada sebuah cinta yang begitu diagungkan. Namun, cinta itu perlahan mulai hilang, bukan karena tak setia, tapi karena keadaan yang mengharuskannya tetap bertahan tanpa cinta yang mulai meninggalkan.

Memori Prilly kembali satu tahun lalu, saat laki-lakinya begitu membuatnya merasa istimewa dan menjadikannya wanita paling bahagia di dunia. Hanya dalam hitungan hari dia membuat Prilly merasa tak tentu arah, kabar tak ada, pertemuan pun tak lagi di jadikan yang utama. Dia hilang bagaikan di telan bumi, pergi tanpa pesan dan alasan, hanya meninggalkan keresahan yang mendalam di hati.

Prilly menepis bayang-bayang itu, hatinya sudah tertutup untuk dia yang memilih pergi. Mencoba menata kembali kehidupan yang sempat dia tinggalkan dan berteman dengan keterpurukan yang mendalam.

TAKDIR (Komplet)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang