"Iya, terimakasih Hanny." Hanny tersenyum manis lalu duduk di belakang meja yang ada di depan ruang Prilly.

Prilly melihat kearah jendela kaca ruangan Al, namun Al sudah tidak berada ditempat duduknya. Prilly lalu tersenyum tidak jelas dan masuk kedalam ruangannya.

Seperti yang di katakan Hanny tadi, seluruh dewan redaksi dan juga Prilly sedang menunggu kedatangan CEO muda pemimpin perusahaan itu. Tak berapa lama seorang wanita berkacamata dan berkulit putih membukakan pintu untuk big bosnya. Al masuk ke dalam ruangan itu, semua orang yang tadinya duduk santai segera merapikan penampilannya dan duduk tegap. Al melangkah mantap menuju kursi kebesarannya, saat dia ingin duduk jantungnya kembali berdetak abnormal kala melihat wanita cantik duduk deretan kedua dari sebelah kanannya. Al menghela nafas panjang untuk mengurangi rasa sesak di dadanya.

"Tuhan, jangan lakukan ini di jantungku. Ada apa dengan jantungku saat melihat wanita itu?" Al membatin sambil mengalihkan pandangannya kearah lain.

"Tuhan, kenapa perasaan ini hadir kembali setelah sekian lama mati?" Prilly membatin sambil mengalihkan pandangannya menatap map yang ada di depannya. Prilly, menghela nafas panjang mencoba menormalkan detak jantungnya.

"Apa bisa kita mulai pertemuan kali ini?" Al mengawali pembicaraan siang itu.

Sesi perkenalan siang itu berjalan lancar. Prilly mendapat arahan dari Hanny tentang tugas dan wewenangnya di kantor tersebut. Hal yang harus Prilly perhatikan adalah Mengawasi semua kegiatan proses produksi yang berlangsung. Mengkoordinir dan mengarahkan setiap bawahannya serta menentukan pembagian tugas bagi setiap bawahannya.

Entah mengapa mata Al tidak pernah lepas dari pandangan wanita cantik yang secara tidak langsung sudah mengetuk pintu gerbang hatinya. Al semakin merasa kagum dengan Prilly saat dia dengan cepat memahami pekerjaan dan tugas yang akan di laksanakan di perusahaan itu.

"Jadi saya nanti mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan produksi agar dapat mengetahui kekurangan dan penyimpangan atau kesalahan, sehingga segera dapat dilakukan perbaikan untuk kegiatan berikutnya? Iya, begitu?" Prilly menatap Hanny untuk memperjelas tugas selanjutnya.

Al tersenyum sangat tipis saat melihat kecerdasan Prilly tersebut. Prilly melirik Al yang sedari tadi memperhatikannya.

"Dan setelah semua selesai, Nona Prilly bisa menyerahkan langsung laporannya kepada Mister Al. Nanti, agar Mister Al mengecek ulang hasil kerja Nona, dan memproses lebih lanjut," lanjut Vini menambahi penjelasan dari Hanny.

"Baiklah ... saya paham sekarang." Prilly merasa salah tingkah saat menyadari bahwa Al sedari tadi memperhatikannya.

"Baiklah, semua tugas sudah Nona Prilly pahami. Jadi pertemuan ini sudah bisa di akhiri," ucap Vini.

Al berdiri dari duduknya lalu mengarahkan tangannya kepada Prilly. Prilly yang tadinya duduk, kini dia ikut berdiri dan menerima tangan Al untuk berjabat tangan. Ada getaran hebat di dalam hati mereka saat kulit keduanya bergesekan, hati mereka menghangat dan merasa nyaman.

"Selamat bekerja di kantor pusat Mardika Group. Semoga Anda merasa nyaman dan betah di sini." Al mempererat tautan tangannya pada Prilly.

"Terimakasih," ucap Prilly membalas genggaman erat tangan Al.

Al melepas genggamannya, ada rasa ketidak relaan di hatinya, saat tangan Prilly lepas dari tautannya. Al segera keluar dari ruangan itu, di ikuti Vini berjalan dibelakangnya. Prilly yang melihat punggung Al keluar dari ruang tersebut, entah mengapa hatinya merasa tidak rela.

"Nona Prilly, pertemuan sudah selesai. Kita bisa kembali ke ruangan," ajak Hanny lalu Prilly mengangguk.

Sebelum Prilly keluar dari ruangan tersebut, dia terlebih dulu berpamitan dengan rekan kerjanya yang baru saja dia kenal. Prilly melangkah lebar, keluar dari ruang tersebut lalu menuju ke ruangannya. Sebelum masuk ke dalam ruangannya, entah mengapa dia mendapat dorongan dari hatinya untuk menoleh ke ruang Al. Senyum tersungging di bibir tipisnya saat melihat Al sedang serius bekerja.

"Mister Al, apa kamu akan membuka pintu hatiku yang sudah lama tertutup dan menjadi obat penawar luka yang masih membekas di hati ini?" Prilly membatin sambil memandang Al yang saat ini sedang serius menelpon.

***

Semua karyawan sudah terlihat meninggalkan kantor, karena jam sudah menunjukan pukul 17.00 WIB. Prilly segera mengemasi barang-barangnya lalu keluar dari ruangannya. Saat Prilly membuka pintu ternyata, entah memang sudah takdir atau hanya kebetulan saja, Al juga sedang membuka pintu. Jantung mereka kembali berdetak cepat. Al berusaha bersikap tenang dan menutup pintunya begitu juga dengan Prilly. Keduanya berjalan menuju ke arah lift. Rasa canggung menghinggapi keduanya, hingga pintu lift terbuka. Al dan Prilly bersama melangkah masuk kedalam lift. Mereka masih saja diam seribu bahasa, hingga tiba-tiba lift macet dan lampu padam.

"Aaaaaaa ...!!!" pekik Prilly yang tidak sadar memeluk lengan Al.

Deg ... deg ... deg ... serrrrrr ....

Jantung Al seketika berdetak hebat dan aliran darahnya berdesir dari ujung kepala hingga ujung kakinya.

"Aku takut gelap," ucap Prilly terdengar bergetar menahan tangis.

Al yang merasa kasihan langsung memeluk Prilly, memberi kenyamanan agar Prilly merasa aman.

"Jangan takut, ada aku di sini." Al mempererat pelukannya dan mencoba menekan-nekan tombol lift itu asal.

Al merasa di dalam lift itu pengap hingga dia sulit sekali untuk bernafas. Apa lagi Prilly memeluknya era, Al tidak tega jika melepas pelukan Prilly karena dia sudah menangis. Al menggedor-gedor pintu lift hingga tangannya merasa sakit. Al semakin panik saat udara di dalam lift itu semakin panas dan pasokan oksigen semakin menepis.

"Siapa pun yang di luar sana, tolong!!!" Al berteriak keras, sambil masih memeluk Prilly yang mulai melemas karena takut dan menangis.

Ada seorang satpam yang kebetulan berkeliling mengecek gedung, melewati depan lift. Saat mendengar ada teriakan dari dalam lift dia segera menghampiri sumber suara.

"Tolong!!! Kami terjebak di dalam lift!!!" teriakan Al terdengar jelas di telinga satpam itu.

"Tunggu ... saya mencari bantuan!!!" teriak satpam itu keras membalas teriakan Al.

Satpam itu segera berlari mencari bantuan. Al yang sudah sedikit lega karena akan mendapat bantuan, mencoba melepaskan tangan Prilly. Namun Prilly yang sangat ketakutan, tidak mau melepas pelukannya.

"Jangan lepaskan aku. Aku takut sendiri." Prilly berkata lirih sambil menangis, membuat Al tidak tega melepaskannya.

"Aku tidak akan melepaskanmu dan membiarkanmu sendiri. Aku di sini untuk menemanimu." Al membalas pelukan Prilly.

Cinta itu datang bagaikan pencuri. Tidak memandang siapa dan dimana dia akan mencuri hati. Tanpa kita sadari cinta akan tumbuh di jantung hati, seiring berjalannya waktu. Semua sudah di gariskan oleh Takdir Tuhan.

###########

Maminya Melon

Terimakasih untuk vote dan komennya ya?

Ini adalah hasil kolaborasi dua orang yang sama-sama somplak, antara anak dan emak yang setiap malam lembur untuk belajar bersama. Semoga hasilnya tidak mengecewakan.

Love you all ....
Muuuuuaaaahhhhh

TAKDIR (Komplet)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang