"Siapa dia Rez?" tanyanya penasaran.

"Eh tapi tunggu sebentar, mbak akan menyuruh pengurus rumah untuk menyiapkan kamar untuk kamu. Kebetulan mas-mu belum pulang, dia masih ada kesibukan di Malang. Mungkin minggu depan baru pulang."

"Iya nggak masalah mbak. Aku hanya butuh bantuan mbak." aku memegang tangan kakakku. Dia terlihat bingung.

"Apa?"

"Aku mau melamar anak gadis kesayanganku." jelasku yakin. Mbak Selina melebarkan matanya. Aku tahu dia terkejut.

Jelas saja terkejut, adik kecilnya ini punya predikat buaya terhadap wanita. Kebrengsekanku dengan wanita bukan rahasia umum lagi. Dua kakakku cukup tahu. Terlebih aku pernah mengganggu suster tempat di mana kakak pernah bertugas. Jika Mbak Selina pernah menegurku untuk tidak kembali bermain dengan beberapa suster di rumah sakit di mana ia berkerja. Lain lagi dengan kakak perempuan ke duaku. Dia sangat marah saat tahu aku pernah juga mengganggu suster yang menjadi asisten tempat ia praktek.

Aku sudah pernah bilang juga bukan jika kakak keduaku juga seorang dokter? Jika Mbak Selina menetap di Surabaya, maka mbak ku yang satu lagi menetap di Semarang dengan suaminya. Usianya tiga puluh empat tahun. Sudah menikah, mempunyai putri cantik berusia dua tahun.

"Apa? Kamu mau melamar anak orang?" teriakan tiba-tiba terdengar dari belakang kami. Suara ini aku mengenalnya.

"Mbak Karina?" panjang umur sekali, baru saja aku membicarakan kakak keduaku ternyata dia ada di sini juga.

Aku berhambur memeluk kakak keduaku. "I miss you.." manjaku dalam pelukan hangat. Diantara dua kakakku ini Mbak Karina yang paling mengenal aku luar dalam.

"Ndaaa..." tarikan di sekitar celanaku membuatku menunduk. Ah keponakan kecilku sedang cemberut menatap aku dan bundanya.

"Alia ponakan om tersayang." aku berjongkok dan menatap wajah Alia yang langsung bersembunyi di sekitar paha Mbak Karina.

Tuk. Mbak Karina menjitak kepalaku.

"Aduh." keluhku sambil mengusap kepala.

"Kamu ini udah setahun nggak pernah mengunjungi aku sekarang malah bikin orang kaget. Apa tadi kamu bilang mau melamar gadis?"

"Alia sayang." aku mengelus pipi merahnya. Aku membayangkan putriku akan seperti apa yah penampakannya? Apa dia akan berisik seperti bundanya? Atau diam seperti aku?

Hahaha kenapa aku berkhayal seperti ini?

"Tuh kan dia melamun lagi." ucapan Mbak Selina membuat aku tersadar kembali.

Tuk. Sekali lagi Mbak Karina menjitak kepalaku.

"Hei kenapa senyum-senyum begitu?"

"Ndaa..." Alia terlihat risih karena aku menatap dirinya dengan senyuman.

"Mbak lagi di Surabaya?" aku mendongak menatap kakakku.

"Iya kebetulan ayahnya Alia sedang ikut seminar di Malang juga. Karena aku masih cuti ya tidak ada salahnya main ke sini. Lagipula Mbak Selina juga kesepian." kami kembali ke posisi semula. Duduk di sofa keluarga. Alia duduk bersembunyi di balik punggung sang mama. Aku gemas sekali. Apa aku pinjam saja yah Alia sebagai anakku?

Bonus Palsu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang