Bab 5. Yang

7K 502 11
                                    

Araya pov

Mataku hanya tertuju pada satu objek yaitu sebuah kertas yang kutemukan di laci meja. Kertas yang di tengah-tengahnya tertulis malaikat mungil. Kertas aneh, baru saja aku ingin menaruhnya ke tas kertas itu sudah berpindah tangan. Dia mengernyit lalu beralih menatap ku yang tersenyum padanya.

"Siapa yang menulisnya, kamu?"

"Bukan."

"Oh, cuma kertas biasa."

Dia mengembalikan kertas itu lalu duduk di sebelah ku dengan seulas senyum.

"Kamu belum pulang?"

"Belum."

"Kenapa?"

"Tunggu jemputan."

Dia mengangguk mengerti lalu memandang daun kering yang berjatuhan membiarkan rambut pendeknya bergerak mengikuti arah angin yang menerpanya dengan lembut.

"Kamu sendiri kenapa belum pulang?"

"Sebentar lagi ada rapat osis."

"Kamu senang ikut kegiatan berorganisasi?"

Kedua alisnya saling menaut dan perubahan ekspresinya berubah lagi dengan senyuman tipis. Cowok ini suka sekali tersenyum berbeda dengan kak Luna yang jarang sekali menampilkan senyumannya padahal senyumannya itu indah sampai membuatku lupa mengalihkan tatapan darinya.

"Ay?"

Kenapa sekarang banyak yang memanggilku Ay, aku lebih suka orang yang memanggilku Aya kecuali kak Luna. Kan otakku selalu dipenuhi olehnya, sudah berapa banyak memori yang termakan hanya untuk mengingat semua gerak-geriknya di setiap ingatanku.

"Ada apa?"

"Kamu kenapa melamun gitu?"

Kutunjukkan senyuman untuknya membuatnya tersenyum juga, kalau diperhatikan ia terlihat manis apalagi dengan lesung pipit yang menambah kemanisannya dan dia terlihat seperti Yana. Kenapa cowok ini mempunyai banyak kemiripan dengan orang yang sering berada disekitarku.

Aku memang tak mengenalnya dan kami jarang berbicara walapun ada hanya sebatas sapaan dan menanyakan tugas. Dia cowok yang cukup populer dengan sebidang prestasi yang akan membawanya ke masa depan yang cerah. Kalau memikirkan soal masa depan aku masih belum menentukan akan bekerja apa, tidak mungkin kalau aku akan menjadi guru kak Luna terus, dia akan lulus lalu bekerja dan dia tidak akan membutuhkanku lagi. Memikirkan dia tidak membutuhkanku rasanya seperti mendapat rasa kecewa yang tinggi.

"Aw!"

Kupukul tangannya yang sedang mencubit kedua pipiku sedangkan ia sedang tersenyum lebar. Mulai sekarang aku harus mencapnya sebagai cowok pemurah senyum.

"Rupanya kamu cewek pelamun ya?"

"Lepaskan Yud, pipi ku sakit."

"Oke oke tapi jangan melamun lagi!"

"Hmm."

Dia cowok yang menyebalkan. Dia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangannya lalu berdiri dengan cepat, guratan wajahnya terlihat panik.

"Aku telat. Aku pergi dulu Ay."

Dia berlari dengan sesekali melihat jamnya dan berhenti saat ada yang menyapanya. Pasti pacarnya punya hati yang tidak akan mudah cemburu untung aja kak Luna tidak suka mengumbar senyumannya kalau tidak akan semakin banyak saja sainganku, ngomong-ngomong soal saingan si pria tampan itu sudah sejauh mana dekat dengan kak Luna.

Aku menoleh ke samping ketika mendengar suara deheman, alisnya naik turun menggodaku, dia tersenyum lebar yang menyerupai seringaian bodoh.

"Apa?"

Key And YouWhere stories live. Discover now